Saat mencoba menerobos ke tingkat kekuatan tertinggi, Xiao Chen—Raja Para Dewa Kultivator—terhisap ke dalam celah dimensi dan terdampar di dunia asing yang hanya mengenal sihir dan pedang.
Di dunia yang nyaris hancur oleh konflik antar ras dan manusia yang menguasai segalanya, kekuatan kultivasi Xiao Chen bagaikan anomali… tak dapat diukur, tak bisa dibendung.
Ia terbangun dalam tubuh muda dan disambut oleh Elvira, elf terakhir yang percaya bahwa ia adalah sang Raja yang telah dinubuatkan.
Tanpa sihir, tanpa aturan, hanya dengan kekuatan kultivasinya, Xiao Chen perlahan membalikkan dunia ini—membangun harapan baru, mencetak murid-murid dari nol, dan menginjak lima keturunan manusia terkuat bagaikan semut.
Tapi saat kekuatan sejati menggetarkan langit dan bumi, satu pertanyaan muncul:
Apakah dunia ini siap menerima seorang Dewa... dari dunia lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GEELANG, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 – Turnamen Darah Pertama: Murid Qi Melawan Penerus Penyihir
Hari yang Ditunggu
Langit di atas Akademi Eldamar lebih biru dari biasanya. Ribuan murid memenuhi stadion sihir yang mengambang di atas kampus utama. Sebuah arena melingkar dari kristal transparan dipenuhi simbol sihir, dan siaran magis disebarkan ke seluruh benua.
Turnamen tahunan ini biasanya hanya menjadi ajang unjuk kekuatan penyihir bangsawan muda. Tapi tahun ini berbeda. Ada tiga orang aneh, "manusia tanpa mana", yang mencuri perhatian.
> “Dia anak petani, bukan?”
“Bahkan tak pakai tongkat!”
“Namanya Kaith… dan katanya dia tak punya sihir, tapi… bisa menjatuhkan Lerion tanpa menyentuhnya!”
Pertandingan Dibuka
Suara lonceng sihir menggema.
> “Turnamen murid baru, pertandingan pertama: Kaith versus Izen Kyras!”
Izen berdiri dengan senyum penuh arogansi. Rambutnya putih perak, jubahnya dihiasi lambang Klan Kyras—keluarga penyihir bangsawan dengan garis keturunan langsung dari Sang Pendiri Pertama.
Kaith masuk ke arena dengan langkah tenang. Ia tak membawa apapun kecuali selembar tali hitam yang diikatkan di pinggangnya. Tidak ada tongkat. Tidak ada jubah mewah. Hanya Qi di dalam tubuhnya.
> "Dasar sombong," gumam Izen.
"Kau akan menyesal ikut turnamen ini."
Pertarungan Dimulai
Hakim mengangkat tongkat kristal.
> “Pertarungan dimulai!”
Izen segera membentuk Lingkaran Api Dual Mana di udara—sebuah sihir tingkat 4 yang hanya bisa digunakan oleh penyihir tingkat atas.
Dua lingkaran api berputar, menyatu menjadi naga api merah menyala. Naga itu melesat ke arah Kaith!
Para penonton menjerit kagum.
Namun Kaith tidak bergerak. Ia hanya menundukkan kepala... dan menarik napas.
Wuuuuuussshhhh!
Qi meledak dari telapak kakinya, menciptakan gelombang angin tajam yang membelah naga api seperti kertas.
> “A-Apa? Dia... menghempas sihirku dengan napas?!”
Seni Tubuh Qi: Langkah Runtuh Langit
Kaith mengaktifkan seni gerakan tingkat tinggi yang diajarkan Xiao Chen: Langkah Runtuh Langit.
Satu langkah — dan dia lenyap dari pandangan mata manusia biasa.
Tiba-tiba, tubuhnya muncul tepat di belakang Izen, dan…
Duar!
Satu telapak ringan mendarat di bahu lawan. Bukan pukulan keras. Namun seluruh tubuh Izen seakan dilempar keluar dari arena oleh kekuatan tidak terlihat.
> “Kekuatan itu… bukan fisik, tapi tekanan dari Qi-nya!”
Stadion hening. Para petinggi akademi saling menatap.
> “Apa ini kekuatan lain di luar sihir?”
“Bocah itu… tidak terdeteksi oleh lingkaran pengukur mana…”
“Tapi energinya… menekan!”
Kehebohan Setelahnya
Setelah pertandingan, Kaith dipanggil ke ruang petinggi akademi. Di sana, Elvira dan Rin sudah menunggu. Mereka dikelilingi lima profesor dan satu kepala akademi: Archmage Teles Arvion.
Teles adalah pria tua dengan rambut putih yang menjuntai hingga lantai. Tatapannya menusuk, namun tak ada niat jahat.
> “Kami tidak bisa menutup mata terhadap kekuatan kalian.”
“Apa pun itu, kalian membawa sesuatu yang tidak pernah dikenal oleh dunia ini.”
Kaith menunduk sopan. Ia tidak bicara banyak.
Namun Elvira maju dan angkat bicara:
> “Kami adalah murid dari seseorang yang berasal dari langit.”
“Guru kami adalah pengembara dari bintang, dan kami hanya penanam benih.”
Rin menambahkan:
> “Kami tidak membawa perang. Tapi jika kalian memaksa—Qi tidak akan kalah dari sihir.”
Dari Bayang-Bayang, Musuh Mengintip
Di luar stadion, di balik reruntuhan tua yang tak digunakan lagi, seorang penyihir berjubah gelap mengamati segalanya dari bola sihir hitam.
Matanya berwarna merah, dan tanda terkutuk muncul di dahinya—simbol kuno dari Fraksi Anti-Roh.
> “Qi… akhirnya muncul kembali…”
“Jika dia adalah murid, siapa gurunya?”
“Apakah… sang Raja dari Langit itu telah bangkit?”
Orang ini bukan manusia biasa. Ia adalah salah satu keturunan langsung dari lima pahlawan manusia asli yang dahulu menghancurkan Kerajaan Tertua.
> “Jika Qi bangkit… maka legenda itu nyata. Kita harus menghapus mereka sebelum semuanya terlambat.”
Xiao Chen: Terus Mengawasi
Sementara murid-muridnya menjadi pusat perhatian, Xiao Chen menyendiri di puncak gunung berkabut. Di tangannya, terdapat selembar peta dunia baru, yang perlahan ia ukir ulang dengan aliran Qi.
> “Benua ini tak bisa ditaklukkan hanya dengan kekuatan.”
“Harus ada keseimbangan antara langit dan bumi, antara sihir dan roh…”
Ia menatap ke langit.
> “Elvira, Kaith, Rin... kalian adalah harapan pertama untuk perubahan. Bukan dengan peperangan, tapi dengan kekuatan yang tak bisa disangkal.”