Sophie yang naif telah jatuh cinta pada pria kaya raya bernama Nicolas setelah dia menaklukkannya dan tidur dengannya.
Ketika dia mengumumkan bahwa dia hamil, Nicolas merasa ngeri. Baginya, Sophie hanyalah pengalih perhatian yang menyenangkan. Sophie meninggalkan Nicolas setelah kegugurannya.
Bertahun-tahun kemudian Nicolas menemukan bahwa Sophie memiliki seorang putra yang sangat mirip dengannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di pantai
Nicolas tidak bisa berhenti menciumnya, merasakan panas yang mengalir di seluruh tubuhnya.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya di antara napas yang terengah.
"Biarkan aku menyerah, penyihir, kamu sudah menjebakku," jawab Nicolas, masih menciumnya.
Sophie tidak punya kekuatan lagi untuk menahan hasrat yang dirasakannya. Dia menginginkannya, dengan setiap inci tubuhnya.
Nicolas terus mencium dan membelai tubuhnya, saat mereka mendekati pantai.
"Apakah kau menginginkanku?" bisik Nicolas
"Mmm, ya," desahnya dengan penuh gairah. Ia memeluknya erat, dan Nicolas membaringkannya di tepi pantai. Sophie terlihat sangat cantik saat berbaring di sampingnya, dan ia menciumnya lagi.
"Mintalah aku untuk menjadikanmu milikku," bisik Nicolas sambil mencium payudaranya dan perutnya.
Sophie tidak bisa menahan diri lagi. Di antara belaian, ciuman, dan bisikan Nicolas dalam bahasa Italia, pertahanannya runtuh.
"Jadikan aku milikmu!" katanya lirih.
Nicolas menempatkan dirinya di atasnya, mencium dan membelai tubuhnya yang terasa selembut beludru.
Dia merasa darahnya mendidih di pembuluh darahnya hingga yang bisa dia pikirkan hanyalah tenggelam dalam kelembutan basah dan hangatnya. Tubuhnya terbakar dengan hasrat yang begitu intens seolah-olah api itu akan menghanguskannya.
Merasakan pasir di bawah tubuhnya, Sophie merasa tulangnya meleleh ketika Nicolas menekan tubuhnya ke tubuhnya. Ereksinya yang kuat membuatnya lemah tak berdaya. Mereka terus berciuman, tangan mereka saling bertautan di rambut satu sama lain, dan kakinya melingkari pinggang Nicolas.
"Aku menginginkanmu!" bisik Sophie.
Nicolas membelai tubuhnya sambil mendengarkan suara ombak. Dia tahu apa yang disukai Sophie — intensitasnya, ritmenya. Dia membuka diri seperti bunga saat dia memasuki tubuhnya dengan paksa dan berulang kali.
Berbaring di atas pasir yang kini mengotori tubuhnya, Sophie merasa seperti wanita paling bahagia di dunia, — secara seksual terpuaskan. Dia sadar, bahkan setelah lima tahun, dia masih menginginkannya, dan masih mencintainya. Dia mencintai Nicolas dengan setiap detak jantungnya. Tapi tidak... tidak lagi.
Saat ekstasi menyelimuti dirinya, ia menggigit bahu Nicolas untuk menahan jeritan kenikmatan. Ia mendengar Nicolas mengerang sebelum akhirnya meledak di dalam dirinya.
Nicolas menatap langit yang penuh bintang.
"Aku harus akui aku merindukan berada didekatmu. Inilah rasanya hubungan yang sebenarnya," kata Nicolas.
Sophie mencoba mengumpulkan sisa-sisa harga dirinya, yang nyaris tak bersisa, dan sadar di mana dia berada. Ia menjauh. Bagaimana ia bisa membiarkan dirinya digunakan seperti ini lagi? Di mana kendalinya? Sekali lagi, Nicolas telah memperjelas tempatnya di hidupnya.
Dia tak ingin lagi menjadi selir yang rela, wanita bodoh yang dibutakan cinta. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, ia berdiri, membersihkan pasir dari tubuhnya, dan mengenakan jubahnya.
"Ayo, tinggal bersamaku malam ini," usul Nicolas, mengulurkan tangannya untuk diambil.
"Tidak, terima kasih. Aku lebih memilih tidur sendirian," jawab Sophie.
Dia menatapnya dengan dingin dan berkata, "Aku akan mengirimkan bayaranku nanti." Sophie berjalan pergi.
Nicolas buru-buru mengenakan pakaiannya dan mencoba mengejarnya meski hanya mengenakan celana dalam, tapi ia terlambat. Sophie sudah pergi. Ia masuk ke salah satu penginapan untuk mandi. Mengapa hidup tak bisa sesederhana urusan bisnis?
Setelah mandi, dia berpakaian dan memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini sekali dan untuk selamanya. Dia pergi mencari Sophie.
Di bawah pancuran, Sophie menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi. "Bagaimana bisa aku sebodoh ini?" dia ulangi pada dirinya sendiri. Mengapa Nicolas tidak bisa berubah? Bagi Nicolas, dia hanyalah mainan. Teman tidur yang menyenangkan. Apakah Nicolas mengira bisa melakukan apa pun padanya? Mengapa ia tak kebal terhadap pesonanya?
Dia keluar dari kamar mandi dan melihat dirinya di cermin. Bibirnya masih bengkak, dan mengingat ciuman Nicolas membuatnya malu.
Ketika ia membuka pintu, Nicolas sudah berdiri di sana, menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Baru saat itu Sophie sadar ia masih setengah telanjang.
"Pakai baju!" perintah Nicolas.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" hardiknya.
"Pakai bajumu!" dia mengulangi. "Aku akan menunggumu di balkon. Aku tidak ingin harus mencarimu."
Nada suaranya tegas, dan untuk pertama kalinya, Sophie merasa sedikit terancam.
"Jauhi dia!" bisik Nicolas dalam hati.
Dia tidak menyangka Sophie hanya mengenakan celana dalam renda. Dia menarik napas dalam-dalam, merasa lelah tapi butuh gencatan senjata dengannya.
"Aku kehilangan kesabaran," kata Nicolas padanya.
Sophie keluar ke balkon, mengenakan celana dan kaos. Dia memberi isyarat agar Nicolas dUduk.
"Ini tidak bisa terus seperti ini. Aku mengusulkan gencatan senjata," kata Nicolas.
"Sangat lucu. Kau melempar batu, menghina aku setiap kesempatan, lalu berani meminta gencatan senjata?" jawab Sophie tajam.
"Aku minta maaf. Ginevra memberitahuku bahwa kau mendengarkan percakapanku dengan ayahku."
"Itu 'percakapan'?" Sophie menyeringai sinis. "Aku tidak bisa membayangkan seperti apa 'perdebatan' yang sebenarnya," tambahnya dengan nada sarkastis.
""Kau benar, itu memang perdebatan. Tapi aku sudah memohon padamu berhari-hari untuk membawa Theo ke sini, dan kau selalu menolak. Lalu ayah meneleponmu, dan tiba-tiba kau setuju. Hanya karena dia memberimu janji."
"Tidak. Dia mempercayaiku. Dia memperlakukan aku dengan baik. Dia meminta pendapatku. Dia tidak membuat keputusan untukku, atau memberiku perintah. Dia tidak menghina aku lalu mencoba memperbaikinya dengan seks. Aku tahu aku bukan siapa-siapa dibanding keluarga besar Virelli, tapi aku pikir aku pantas mendapat sedikit rasa hormat," balas Sophie.
Kebenaran itu menusuk hati Nicolas dalam-dalam. Benarkah ia selama ini memperlakukannya seperti itu? Apakah itu yang Sophie rasakan? Itu menyakitinya sampai ke tulang.
Aku janji akan berusaha memperbaikinya. Demi Theo, demi apa yang pernah kita miliki, demi... apa yang terjadi di pantai tadi," ucap Nicolas, menunjuk ke arah laut. "Mari kita coba merebut kembali apa yang dulu kita inginkan."
Setelah mengatakan itu, Nicolas menciumnya dengan malu-malu. Ketika mereka berpisah, dia dengan lembut mengusap pipi Shopie.
"Aku berjanji tidak akan mengajakmu ke tempat tidur kecuali kau memintaku," kata Nicolas padanya.
"Bagaimana jika aku tidak memintamu selama lima bulan?" tanya Sophie dengan nakal.
"Kurasa... aku harus belajar terbiasa dengan itu," jawab Nicolas, menciumnya sekali lagi. "Aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa beberapa jam lagi," katanya sambil tersenyum.