[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Undangan ke Turnamen pedang
Seluruh orang di kedai itu terdiam membeku.
Semua mata tertuju pada sosok bertopeng yang kini kembali duduk tenang, seolah tak terjadi apa pun. Suasana tegang menggantung di udara, bahkan suara langkah pun terasa berat.
Namun ketenangan itu segera pecah saat salah satu dari mereka, Yuuto Asakura, maju dengan langkah lebar dan dada dibusungkan.
“Hei, BOCAH! Kami ini PAHLAWAN!” serunya dengan lantang, nada suaranya dipenuhi kesombongan. “Kami yang akan menyelamatkan dunia ini dari para iblis!”
Dengan keangkuhan yang menyesakkan, ia menambahkan, “Kau harus menjadi anak buah ka...”
BRAKK!!
Sebuah tendangan cepat dan brutal dari Rio menghantam perut Yuuto, menghempaskannya ke belakang hingga membentur salah satu tiang kayu di kedai.
“Cih... dasar pahlawan sampah.” ucap Rio dingin, tetap duduk dengan santai di kursinya.
Yuuto mengerang, wajahnya penuh rasa tak percaya. Ia terhuyung bangkit, tubuhnya gemetar karena sakit dan harga dirinya yang tercabik.
Tiba-tiba, suara gugup muncul dari pemilik kedai yang sejak tadi terpaku.
“Hei... bocah bertopeng...” panggilnya pelan.
Rio hanya menoleh, tatapannya tajam menusuk, meski ia tetap diam.
“Mereka itu... pahlawan dari dunia lain. Kalau kau buat masalah dengan mereka... kau bisa dihukum oleh pihak kerajaan, bahkan Raja sendiri! Mereka sangat dihormati...” lanjutnya, penuh kecemasan.
Rio berdiri perlahan. Pandangannya tajam dan kalimatnya mengalir dingin: “Menghormati orang bukan karena gelar mereka… tapi karena cara mereka memperlakukan orang lain.”
Langkah Rio menggema di tengah keheningan, pelan namun menggetarkan hati.
Namun saat dia hampir mencapai pintu keluar...
"Hei! JANGAN LARI, BANGSAT!!" teriak Yuuto, suaranya parau penuh amarah dan rasa malu.
Langkah Rio terhenti. Ia tak menoleh, hanya berdiri membelakangi mereka semua.
Yuuto, dengan mata menyala karena ego yang hancur, berteriak: "AKU INGIN MENGAJAKMU BERDUEL DI TURNAMEN PEDANG!! Kalau kau MENOLAK... hehe..."
Ia menyeringai licik.
"...Kau tahu, ‘kan? Menolak tantangan dari seorang pahlawan dunia lain dianggap sebagai PENGHINAAN terhadap kerajaan.”
Beberapa pelanggan terkejut, bahkan para penjaga mulai mendekat karena keributan yang tak mereda.
Namun tiba-tiba...
"Cukup, Yuuto."
Suara tenang namun tegas menggema. Hana Mizuki maju ke depan, berdiri di antara Rio dan Yuuto.
"Kau sudah memalukan diri sendiri," ucapnya lirih tapi tegas. "Apa menurutmu... tindakan seperti ini pantas untuk seorang 'Pahlawan'?"
Yuuto mengabaikannya.
"Diam kau, Healer lemah!"
Dengan amarah meluap, dia mengangkat tangannya, hendak memukul Hana.
"YUUTO, HENTI...!" Kaito berseru, tapi terlambat.
Hana membeku, matanya membesar, lalu menutup rapat karena takut.
Namun dalam sekejap...
"ZUTT!!"
Kilatan cahaya. Sebuah tangan tiba-tiba muncul dan mencengkeram pergelangan Yuuto sebelum pukulan itu tiba.
Yuuto membelalak. "APA...!?"
Rio berdiri tepat di hadapannya. Diam, tegas, dan tak bisa dibantah.
"Kau telah melewati batas..." ucapnya pelan, suaranya dalam dan menggema.
Aura gelap menyelimuti kedai. Para pelanggan terpaku, teman-teman Yuuto mundur beberapa langkah.
"Jika kau menyentuh gadis ini lagi..." Tatapan Rio menembus dari balik topeng.
"...Kau takkan punya cukup waktu untuk menyesal."
Tangan Yuuto bergetar hebat. Ia mencoba melepaskan diri, namun sia-sia. Cengkeraman Rio seperti cakar kematian.
Hana membuka mata perlahan, melihat sosok pelindungnya.
"...Terima kasih," bisiknya lemah.
Rio melepaskan tangannya. Ia menoleh sedikit ke Hana.
"Kau tak perlu berterima kasih... Aku hanya benci melihat orang kuat menindas yang lemah."
Lalu, ia berbalik dan berjalan keluar dari kedai.
Namun langkahnya terhenti sejenak di ambang pintu. Ia menoleh setengah, tak sepenuhnya memperlihatkan wajahnya.
"Turnamen pedang, ya..."
Senyum tipis terukir di balik topeng. Bukan senyum biasa. Tapi senyum dingin penuh ancaman.
"Aku akan ikut... dalam turnamen itu."
Seisi kedai membeku.
Aura Rio berubah. Lebih tenang... tapi penuh bahaya tersembunyi.
Ia melangkah lagi... lalu berhenti, seperti mengingat sesuatu.
"Oh ya... satu hal lagi."
Rio menoleh sedikit, suaranya rendah tapi menggema jelas:
"Di mana tepatnya... turnamen itu diadakan?"
Kaito Renji maju, ekspresinya serius. Ia menjawab tenang:
"Di pusat ibukota Elvaria. Arena Kuno, sebelah barat istana."
"Turnamennya diadakan tiga hari lagi. Pendaftaran ditutup besok pagi."
Rio mengangguk pelan.
"Bagus..."
"Jangan... sampai kalian menyesal mengajakku ke tempat seperti itu."
Dengan itu, ia meninggalkan kedai yang sunyi, menapaki jalan Elvaria yang kelam, sementara di belakangnya... pahlawan-pahlawan dunia lain berdiri membisu, untuk pertama kalinya merasa... takut.
lanjut