Kucing jadi cogan?!
-
-
Memiliki kehidupan yang kelabu dan membosankan, siapa sangka suatu hari Moza malah menemukan seekor kucing di jalanan.
Tapi bagaimana jadinya jika ternyata kucing yang gadis temukan justru berubah menjadi sesosok laki-laki tampan yang manja, berisik dan rewel?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jihadinraz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
"Di mana, sih?!"
Moza seliweran sana-sini keliling seluruh ruangan apartemennya hendak mencari cardigan ungu gelap miliknya dengan panik.
Bagaimana tidak? Gadis berkaus biru muda pendek itu ada sif pagi, namun baru bangun dari ranjangnya sekitar jam sembilan tadi.
Jelas, Moza panik.
Setelah menemukan apa yang ia cari, Moza langsung meraih tas kecilnya lalu membuka pintu apartemennya.
"Moza udah mau berangkat?"
"I–iya, nih! Udah telat!" Moza nampak kesulitan memakai sepatunya lantaran buru-buru.
Di belakangnya, Mogi sempat menghela napasnya pendek lalu tersenyum kecil. Ya... Moza sama sekali tidak menoleh padanya.
Gadis itu memang sedang buru-buru.
"Hati-hati, ya!"
Moza selesai dengan sepatunya, "Oke! Dah!"
Pintu tertutup. Hampir setiap saat Mogi seperti ini. Laki-laki itu jadi sudah terbiasa saja. Ditinggalkan, sendirian dan tak melakukan apa-apa.
Lelaki dengan piyama tidur putih bergambar pinguin itu terpaku menatap pintu yang sudah tertutup.
Terdengar lucu. Tapi Mogi sempat berharap–
Pintu terbuka dan Moza langsung memeluk Mogi dengan erat. Saking terkejutnya, laki-laki itu bahkan tak sempat membalas pelukan hangat itu.
"Kamu lebih manis tanpa perban itu."
Moza mengusap lembut kepala Mogi yang tempo hari baru saja melepas perbannya akibat insiden botol miras yang dilempar mamanya waktu itu.
Kecelakaan itu seperti baru terjadi kemarin. Padahal nyatanya momen berdarah itu sudah berlalu lebih dari dua minggu.
Meski bekas luka masih nampak di pelipis Mogi.
"B–bukannya Moza buru-buru?" tanya Mogi agak gugup. Merasakan jarak sedekat ini, dan senyuman Moza se-intens itu membuatnya bingung harus merespons apa.
"Iya. Aku... cuma mau bilang. Kamu bisa dapat pelukan ini lagi setelah aku pulang nanti. Oke?"
Mogi tertunduk malu, "Eumm... O–oke."
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
Tante Erna
Tante paling berangkatnya agak siang. Udah pulang jenguk mama kamu, Tante juga mau ke bazar deket polres. Mau nitip apa?
Moza termenung membaca pesan singkat itu. Siapa sangka Moza seorang gadis perasa dan anti-sosial itu mampu memasukkan sosok yang ia panggil 'mama' ke dalam jeruji besi.
Ya. Setelah insiden kemarin, Windi divonis hukum penjara.
Tapi perasaan Moza campur aduk. Di satu sisi, gadis itu ingin sekali menangis yang ia sendiri tak tahu sebabnya. Dan satu sisi lagi....
...ia merasa hambar. Perasaan dan ingatannya tentang Windi seolah mati rasa. Rasa sakit sudah tak ia rasakan lagi.
Setidaknya untuk saat ini.
^^^Moza^^^
^^^Aku gak nitip apa-apa, Tan. Makasih.^^^
"Permisi. Saya mau pesan."
Moza menaruh ponselnya cepat, "Silakan lihat daftar menu–Eh?"
Alih-alih seorang pelanggan, Moza mengernyit kala yang di hadapannya adalah cowok berkemeja cokelat terang yang tidak lain adalah Billy.
"Jadi ngagetin itu hobi kamu sekarang?" tawa Moza. Billy ikut tertawa melihatnya.
"Seharusnya gue tau kenapa tadi pagi gue gak merasa tempat ini kayak neraka. Karena iblisnya gak di sini."
Hana tiba-tiba datang dengan melontarkan ucapan pedas nan menohok itu. Cewek dengan gelas di tangannya itu mangap Billy dengan sinis.
"Jangan nyamain gue sama iblis, dong! Kasian iblisnya bisa minder," kekeh Billy dengan percaya dirinya.
Hana geleng-geleng, "Andaikan Squidward punya telinga, dia pasti mual denger omongan lo tadi."
"Hah? Dia kan gak punya telinga."
Hana tersenyum miring, "Exactly."
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
"Aku perhatiin, kayaknya kamu lebih sinis setelah putus sama si Garry." Moza menaruh minuman botolnya dan menatap Hana yang tengah duduk di sampingnya.
Hana mengangkat bahunya, "Entahlah. Cowok sialan itu emang cukup bikin gue trauma. Tapi life must go on kan? Anjay gak gue?"
Moza terkekeh pelan. Mengiyakan adalah jalan ninjanya agar Hana berhenti mengoceh sana-sini. Keduanya lanjut memakan camilan yang dibeli Hana tadi.
"Eh, pus! Pus!" panggil Moza setelah melihat seekor kucing jalanan.
Kucing bercorak hitam dan oranye itu menghampiri mereka dan mengeong seolah minta makanan.
"Untung gue beli ini." Hana mengeluarkan sosis daging miliknya dan diberikannya pada kucing itu dengan keadaan utuh.
"Habisin ye, cing. Sampe disisain, gue tendang lo."
Moza terkagum melihat pemandangan itu, "Seorang Hana ngasih makan kucing jalanan? Keajaiban macam apa ini?"
Hana terkekeh, "Heh! Gue minim attitude itu cuma ke orang. Kalo hewan, apalagi kucing, gak termasuk."
"Iya deh si paling penyayang hewan... Eh? Ngomong-ngomong Billy baru chat aku. Katanya ini udah waktunya kita ke kafe lagi."
Hana mendengus, "Kalo lo mau dengerin perkataan Lucifer itu, silakan. Tapi jangan ajak gue. Lagian jam istirahat kita dua puluh menit, kok. Masih ada waktu."
"D–dua puluh menit? Tapi di sini hampir satu jam, Na! Kita telat, dong? Astaga...." Moza geleng-geleng pada nasibnya hari ini.
Tadi pagi ia terlambat, untungnya Billy belum hadir. Dan sekarang apa lagi ini? Ya Tuhan....
"Ya udah, sih. Kafe juga gak terlalu rame. Kodok itu pasti bisa handle. Santai aja," kata Hana.
Moza terdiam sejenak, "Oke, deh."
"Seorang Moza mau nurutin hasutan dari orang kayak gue? Keajaiban macam apa ini?" tawa Hana meledek dan Moza hanya menghela napas mendengarnya.
Hana menatap pada kucing jalanan tadi yang baru saja pergi karena sudah selesai makan, "Btw... Apa kodok itu masih gak tau soal si Mogi?"
Walau sempat kaget karena tiba-tiba mendengar pertanyaan itu, Moza termenung sebentar lalu menggeleng pelan.
"Lo mau nutup-nutupin ini sampe kapan, Za? Gue benci mengakui ini, tapi si Billy itu deket sama kita. Kalo dia gak sengaja liat lo sama si Mogi, lo mau bilang apa? Kalo si Mogi sepupu lo, gitu?"
Hana menggeleng, "Liat cara nempel bocil pecicilan itu, gue ragu si Billy bakal percaya."
Moza menghela napasnya panjang. Gadis itu menggaruk-garuk rambutnya dengan sedikit frustrasi.
"Terus aku harus bilang apa, Naaa?? Bilang kalo Mogi itu temen aku? Pacar aku? Mantan aku? Atau... Kakek aku, hah?"
Hana mengangkat kedua bahunya, "Ya lo jujur aja. Gampang."
"Big no. Itu pasti gak segampang saat kamu bilang 'gampang' tadi. Udah cukup ya aku dianggap gila sama kamu, Na."
"Sori, dua hal. Pertama, itu respons yang wajar. Kedua, kalo gue yang macam ini aja bisa percaya, kenapa orang se-naif si Billy enggak?"
Moza mengernyit, "Billy? Naif?
"I–intinya lo jujur sama kodok itu."
"Dia gak akan percaya, Na!"
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
"Gue percaya, kok."
Moza dan Hana menganga lebar mendengarnya.
"Oke, lupain bacotan gue tadi. Gue sendiri kaget liat dia langsung percaya gini." Hana masih menatap Billy dengan tatapan tidak percaya.
Jelas saja. Setelah mereka berdua menceritakan semuanya tentang Mogi, Billy tak memberikan reaksi terkejut sama sekali.
Bahkan jawaban terakhirnya pun tak diduga.
"Kamu beneran percaya, Bil? Apa harus liat dia makan makanan kucing dulu kayak Hana?" tanya Moza memastikan.
"Gak usah, lah. Gue lebih percaya kalian jujur daripada percaya kalian bohong tentang topik gak normal ini," jawab Billy.
Hana menaikkan sebelah alisnya, "Lo bilang percaya tapi masih bilang ini gak normal?
"Giliran gue yang nanya. Apa ini hal normal?"
"Enggak, sih." Hana membuang pandangan.
Billy tersenyum miring, "Exactly."
Ketiganya lalu menoleh secara bersamaan kala mendengar pintu kafe terbuka dan menampilkan Mogi yang sedang berjalan ke arah mereka.
Semuanya baik-baik saja, andaikan saja jika Mogi 'berkunjung' tidak sedang bertelanjang dada dan memakai handuk saja.
Lelaki itu berjalan dengan polosnya tanpa peduli bagian tubuhnya yang jujur saja sangat seksi itu terekspos. Ia menggaruk-garuk rambutnya yang penuh busa dan berhenti di hadapan Moza.
"Mozaaaa... Tadi–tadi kan... Mogi lagi mandi... Terus airnya matiii!!! Mata Mogi jadi kerasa aneh lagi huuuaaaaaaa!!!"
Satu hal yang patut disyukuri, kafe sudah tutup.
Bukannya menjawab, Moza masih sama terkejutnya dengan Hana dan Billy. Lagi pula siapa juga yang tak kaget melihat seorang laki-laki setengah telanjang dan merengek seperti bayi?
Hana berkedip cepat, "Waw. Roti sobek."
Billy termenung di tempatnya, Jadi... dia yang namanya Mogi?
...-TBC-...
masih tetap penasaran dengan Flashback Mogi
berharap sekali🤭
aku tambah penasaran dengan POV Mogi
pengen Mogi berubah menjadi pribadi yang mempunyai karakter dewasa sebelas duabelas dengan Billi pria dewasa, meskipun masih penasaran dengan asal usul Mogi tapi tetap sabar menunggu kebenaran nya
Aku menunggu POV atau flashback Mogi
jadi semakin penasaran tentang jati diri Mogi