Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 - Tidak Akan Marah
Bangun pertama kali sebagai pasangan, rasanya bingung sekali. Zoya mengerjap pelan seraya menatap pria tampan yang kini melingkarkan tangan di pinggangnya. Ingin disingkirkan tapi memang itu haknya, sungguh Zoya benar-benar kaku bahkan kepalanya terasa tidak nyaman saja dia biarkan tanpa berniat mencari posisi yang lain.
Dia berharap yang tadi malam adalah mimpi, akan tetapi setelah dia berusaha menyingkap tubuh mereka dibalik selimut harapan Zoya hancur sudah. Apalagi ketika cincin di jemarinya tersemat indah semakin pupus harapannya, mau tidak mau Zoya harus terima jika ini adalah sebuah fakta yang memang harus dia terima.
Matahari kian meninggi, namun Zayyan belum juga berniat untuk bangun. Sialnya, Zoya merasa sedikit tidak nyaman lantaran ingin buang air kecil. Beberapa saat dia tahan namun untuk yang kali ini sepertinya tidak bisa, hingga dengan perlahan dia melepaskan pelukan Zayyan dari tubuhnya.
"Eeungh kenapa dilepas? Mau kemana?"
Mengejutkan saja, padahal tadi tidurnya lelap sekali. Bisa-bisanya terbangun hanya karena pergerakan sekecil itu, Zoya yang sedikit terkejut kini sedikit kikuk tentu saja. "Kamar mandi, Kak."
Zayyan mengangguk pelan, membiarkan Zoya berlalu pergi sejenak. Sementara Zoya berusaha turun dari tempat tidur dan hendak menarik selimut yang juga menutupi tubuh Zayyan, hal itu sontak membuat tangan Zayyan menahannya kuat-kuat.
"Jangan pernah berpikir membawanya ke kamar mandi, Zoya."
"Tapi aku tidak punya apa-apa, Kak ... bajuku Kakak lempar terlalu jauh." Zoya meneguk salivanya, kebiasaan sekali Zayyan menyebalkan tidak terkira dan hal ini akan membuat posisinya sedikit sulit.
"Lalu apa masalahnya? Hanya ke kamar mandi, bukan ke tempat umum," balas Zayyan tetap menuruti egonya, dengan melayangkan tatapan tajam yang luar biasa serius dia yakin Zoya akan setakut itu padanya.
Bagi Zayyan mungkin biasa saja memperlihatkan diri tanpa busana begitu. Akan tetapi berbeda jelas dengan Zoya yang merasa ini sangat risih dan wajahnya seakan memanas. Jika ditanya siapa manusia paling egois di dunia, jawabannya adalah Zayyan tentu saja.
"Berbalik, jangan lihat ke sini."
"Kenapa? Memang semuanya milikku, aku berhak melihatnya."
Ya Tuhan, pria ini memang benar-benar tidak punya simpati sama sekali. Berhubung bagian bawahnya sudah luar biasa tersiksa lantaran menahan diri, tanpa pikir panjang Zoya turun dari tempat tidur dan meraih bantal untuk menutupi tubuhnya dari pandangan Zayyan.
Dengan langkah terburu khawatir Zayyan tatap, Zoya bahkan hampir terpeleset di kamar mandi. Dia yang terlanjur basah dan tubuhnya juga tidak nyaman memilih untuk mandi lebih dulu, tanpa dia sadari jika pilihannya sekarang adalah salah satu cara bunuh diri.
Cukup lama dia menghabiskan waktu di kamar mandi, hingga ketika dia selesai Zayyan kini sudah duduk manis di tepian ranjang dengan tatapan tak terbaca ke arah sang istri. Sebisa mungkin dia berusaha menghindari tatapan pria itu, akan tetapi tetap saja sulit jika di sebuah ruangan hanya ada mereka berdua.
"Zoya, tolong celanaku," pinta Zayyan menunjuk underware hitam polos yang memang berada di dekat kaki Zoya, dapat dia bayangkan bagaimana gilanya Zayyan semalam hingga pakaian mereka bercecer tidak karuan.
Dia yang memang penurut patuh begitu saja meski sedikit geli membawakan benda itu pada sang suami. Bukan jijik, hanya saja sedikit geli sebenarnya. Tanpa berpikir buruk, dia mendekat dan tanpa aba-aba Zayyan menarik tangannya hingga tubuh Zoya terjerambab dalam pelukan Zayyan.
"Kenapa pagi-pagi mandi, sengaja menggodaku atau bagaimana," ucapnya sembari mengecup wajah Zoya yang kini masih begitu lembab.
Menggoda? Demi apapun rasanya ingin sekali menampar mulut asal Zayyan. Sama sekali bukan karena itu, dia yang merasa tubuhnya tidak nyaman akibat pertempuran semalam jelas saja harus mandi di pagi harinya.
Firasat Zoya semakin tidak baik kala pria itu meremmas bagian belakangnya. Wanita itu ketar-ketir kala Zayyan kembali mengecup bibirnya berkali-kali, singkat tapi yakin sekali jika Zayyan menginginkan hal lebih.
"Zoya."
"Kenapa, Kak?"
"Aku siapa?" tanya Zayyan menjauhkan wajahnya sebentar, dia menatap lekat wanita itu dengan penuh ketulusan.
"Kak Zayyan, siapa lagi."
Benar kan, otaknya memang sedikit bermasalah. Zayyan terkekeh kemudian mengeratkan pelukannya hingga wanita itu kesulitan untuk bernapas lega. "Bukan itu maksudnya ... kita sudah menikah, artinya sudah berbeda."
Gleg
Zayyan berubah secepat itu, Zoya bingung sendiri kala dia merasakan sosok kakak itu perlahan benar-benar hilang. Karena terbukti saat ini ego Zayyan lebih tinggi dan tidak memberikan kesempatan untuk menghindari sama sekali.
"Kamu mau ke rumah sakit hari ini?" tanya Zayyan kemudian, beberapa hari tidak berjumpa sang papa dia penasaran juga.
"Tentu saja, kemarin aku minta izin hanya beberapa jam ... tapi kini justru jadi semalam suntuk, aku sudah siap diamuk kak Zico." Sudah tertebak Zico dengan mulut pedasnya akan mengomel dan marah padanya setelah ini.
"Tidak masalah, kamu pergi bersamaku. Zico tidak akan marah, dia masih sayang nyawanya," ujar Zayyan tampak santai akan tetapi itu adalah sebuah fakta yang mungkin saja bisa dia lakukan.
"Kakak ikut kan?" tanya Zoya penuh harap pria ini bersedia muncul di hadapan Alexander, hanya karena ucapan Amora dia benar-benar memilih tidak peduli pada sang papa.
"Hm, tapi sebelum itu kita sarapan dulu ... aku lapar," bisiknya bermakna lain seraya menelusupkan tangan pahaa dalam Zoya, wanita itu sontak bergetar dengan sentuhan sang suami yang sepertinya akan lebih gila dari semalam.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken