Ciara lemas setengah mati melihat garis dua pada alat tes kehamilan yang dipegangnya. Nasib begitu kejam, seolah perkosaan itu tak cukup baginya.
Ciara masih berharap Devano mau bertanggung jawab. Sialnya, Devano malah menyuruh Ciara menggugurkan kandungan dan menuduhnya wanita murahan.
Kelam terbayang jelas di mata Ciara. Kemarahan keluarga, rasa malu, kesendirian, dan hancurnya masa depan kini menjadi miliknya. Tak tahan dengan semua itu, Ciara memutuskan meninggalkan sekolah dan keluarganya, pergi jauh tanpa modal cukup untuk menanggung deritanya sendirian.
Di jalanan Ciara bertaruh hidup, hingga bertemu dengan orang-orang baik yang membantunya keluar dari keterpurukan.
Sedangkan Devano, hatinya dikejar-kejar rasa bersalah. Di dalam mimpi-mimpinya, dia didatangi sesosok anak kecil, darah daging yang pernah ditolaknya. Devano stres berat. Dia ingin mencari Ciara untuk memohon maafnya. Tapi, kemana Devano harus mencari? Akankah Ciara sudi menerimanya lagi atau malah akan meludahinya? Apakah Ciara benar membunuh anak mereka?
Apapun risikonya, Devano harus menerima, asalkan dia bisa memohon ampunan dari Ciara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulut Tanpa Filter
Ciara mendekati tukang sayur yang ternyata sudah padat dengan pembeli. Ini kali kedua Ciara membeli sayuran sendiri biasanya ia akan dibelikan oleh Olive dengan alasan supaya Ciara tak terlalu kelelahan jika belanja sendirian bahkan bahan untuk kue pun juga dengan senang hati Olive yang berbelanja, Ciara tinggal menyerahkan list bahannya saja.
Dengan senyum ramah Ciara mendekati para ibu-ibu disana.
"Selamat pagi," sapa Ciara basa-basi. Para ibu-ibu tersebut nampak melihat kearah Ciara dengan tatapan berbeda-beda.
"Selamat pagi juga," ucap beberapa ibu-ibu tersebut.
"Mbaknya orang Indonesia itu bukan?" tanya salah satu ibu tersebut sembari mendekati Ciara.
Dengan kikuk Ciara menganggukkan kepalanya, "Panggil saja saya Ciara."
"Wah kebetulan disini kompleks para ibu-ibu dari Indonesia lho yang kebetulan dapat jodoh orang sini. Pasti kamu juga dapat orang Malaysia kan."
Ciara menggigit bibir bawahnya. Belum sempat Ciara menjawab, ucapan ibu-ibu yang lain menyaut satu sama lain.
"Mbaknya yang buka toko kue sama bunga itu kan?" Lagi-lagi Ciara menganggukkan kepala.
"Mbaknya gak capek lagi hamil harus kerja? Dan saya lihat-lihat toko mbak juga ramai terus. Kasihan baby mbak lho. Terus suami mbak kemana selama ini saya perhatikan rumah mbak cuma ada mbak saja dan mbak Olive yang selalu mengunjungi mbak," ucap yang terlalu kepo, sebut saja Bu Ima. Sudah sangat jelas darah Indonesia sekali bukan. Bergosip sana-sini dan juga rasa kekepoan yang sudah melekat sampai DNA.
"Emmmm anu itu.." belum juga Ciara selesai menjawab ucapan dari Bu Ima, Bu Minah lebih dulu menimpali.
"Saya dengar mbaknya gak punya suami Bu. Dan anak yang dikandung dia saat ini kemungkinan anak haram, gak jelas asal usulnya," ucap Bu Minah. Ciara terdiam dan menundukkan kepalanya.
"Benarkah?" tanya Bu Ima.
"Iyalah kalau ada suami kan gak mungkin biarin istri yang lagi hamil besar gitu kerja."
"Wah padahal mbak Ciara kalau dilihat-lihat orangnya kalem ya tapi gak taunya malah hamil diluar nikah," tutur Bu Ima dengan tatapan jijik ke Ciara.
"Ck sekarang tuh jangan percaya sama orang karena wajah yang kalem. Justru yang kalem tuh yang bahaya." Para ibu-ibu disana mengangguk kepalanya mesetujui ucapan dari Bu Minah.
"Anak-anak jaman sekarang pergaulan bebas banget. Kalau udah kayak gini kan yang ada malah mencoreng nama orangtuannya. Ck gak tau malu banget ya." Begitulah ujar kebencian yang Ciara terima padahal mereka semua tak tau menahu apa yang sebenarnya terjadi dan dengan sejenak berspekulasi bahwa dia orang yang tak benar. Walaupun nyatanya anak yang ia kandung ini hasil dari hubungan tanpa status pasangan yang sah namun tak benar juga kan kalau orang lain harus mengatakan anaknya dengan sebutan anak haram dan lain sebagainya. Please lah yang haram dan salah itu Ciara dan juga Devano bukan bayi yang sekarang dikandung Ciara. Bayi tersebut tak tau menahu tentang asal muasal dirinya bisa jadi janin dan tumbuh berkembang sampai sekarang.
Ciara sudah tak kuat lagi dengan cacian dan makian para ibu-ibu disana. Wajah yang tadinya ia tundukkan kini ia angkat kembali. Ciara menatap para ibu-ibu tersebut dengan emosi dan juga tatapan tajam.
"Untuk apa kalian menilai saya seperti ini? Apa kalian berhak atas itu? Dan saya tegaskan kepada para ibu-ibu semuanya yang ada disini. Anak yang saya kandung sekarang bukanlah anak haram seperti yang kalian ucapkan tadi. Anda semua tak tau cerita hidup saya maka jangan pernah mengomentari saya dengan sesuka hati kalian. Saya permisi dan terimakasih," ucap Ciara dan bergegas meninggalkan ibu-ibu yang masih saja mencibirnya.
Dengan langkah besar Ciara menuju rumahnya dengan air mata yang sudah tumpah tanpa permisi terlebih dahulu. Sakit memang mendengar perkataan ibu-ibu tadi tapi ia harus bagaimana? kalau menutup mulut mereka semua ia hanya punya dua tangan saja dan lebih baik ia menulikan pendengarannya untuk ucapan yang membuat dirinya kembali terpuruk.
"Nak Ciara!" Panggil seseorang yang dengan tergesa-gesa menghampiri Ciara. Ciara menghentikan langkahnya dan menatap orang yang tadi memanggilnya.
Ciara mengerutkan keningnya kala melihat salah satu ibu-ibu yang tadi ia temui di tukang sayur tadi dan ibu itu yang hanya terdiam dan mengelus pundak Ciara saat tadi ia diberi hujatan.
"Maafkan saya yang tak bisa membantu menutup mulut mereka semua." Ciara menganggukkan kepalanya.
"Terimakasih atas kekuatan yang ibu berikan tadi kepada saya," ucap Ciara.
"Panggil tante Firda aja. Panggil Mama juga boleh. Kelihatannya kamu masih seumuran dengan anak saya."
"Terimakasih Tante," ucap Ciara. Tante Firda pun tersenyum sembari menghapus air mata Ciara.
"Yok Tante anterin kamu pulang. Takut kalau kamu jalan sendirian kenapa-napa nanti." Tanpa bantahan dari Ciara, Tante Firda menggandeng tangan Ciara hingga akhirnya mereka berdua sampai di rumah kontrakannya Ciara.
"Ciara!" teriak Olive yang ternyata tengah menunggu Ciara sedari tadi.
Ciara tersenyum namun saat Olive sudah di depannya, Ciara langsung berhambur kepelukan sahabatnya itu. Olive yang tiba-tiba dipeluk pun bingung dan saat ia mendengar isakan dari Ciara membuat dirinya panik.
"Hey ada apa?" tanya Olive sembari mengelus punggung Ciara. Namun bukannya menjawab Ciara malah semakin tersedu. Olive menghela nafas sebelum akhirnya mata cantik Olive menatap Tante Firda. Tante Firda yang mengerti tatapan mata dari Olive pun akhirnya menceritakan semua kejadian yang tadi sempat terjadi.
Olive menggeram kesal. Ia tak terima jika sang sahabat yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri harus di jelek-jelekkan oleh orang lain seperti tadi.
"Tuh mulut ibu-ibu gak ada filter apa gimana sih. Cari ribut sama aku kayaknya. Mau aku sobek tuh mulut mereka. Awas aja nanti aku tandai tinggal tunggu tanggal mainnya aja. Huh," ucap Olive menggebu-gebu.
Ciara yang melihat reaksi dari sahabatnya itu pun tersenyum kecil. Didalam hatinya ia terus mengucapkan rasa syukur karena telah dipertemukan dengan Olive yang selalu ada jika ia membutuhkan bantuan dan juga orang yang selama beberapa bulan ini melindungi dirinya.
"Udah Liv. Aku udah gak papa kok. Toh aku sekarang udah gak peduli lagi sama ucapan mereka ya walaupun sakit sih. Tapi ya udahlah anggap aja cuma angin yang cuma mampir sesaat dan setelahnya menghilang. Cukup tutup telinga aja untuk sekarang dan satu hal lagi, aku sangat menyayangi bayi yang aku kandung ini sampai kapanpun," ucap Ciara sembari mengelus perutnya.
"Ya ampun Cia. Hati kamu tuh terbuat dari apa sih kok bisa baik gini." Ciara tersenyum.
"Aku jauh dari kata baik Liv. Toh ibu-ibu tadi lagi khilaf kayaknya. Maklumi aja lah," ucap Ciara sendu.
Olive memeluk tubuh Ciara dari samping.
"Udah ya jangan sedih lagi. Masih ada aku dan Tante Firda yang akan terus disamping kamu. Ya kan tan." Tante Firda yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka berdua kini tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Apa yang Olive ucapkan benar Cia. Kamu jangan sedih lagi ya kasihan baby di dalam perut kamu nanti ikut sedih kan kasihan. Dan kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk minta bantuan ke Tante dan juga Olive."
"Iya Tante. Sekali lagi terimakasih ya tan," ucap Ciara sembari tersenyum.
"Ya sudah kalau begitu Tante pamit pulang dulu ya. Assalamualaikum," pamit Tante Firda.
"Waalaikumsalam," jawab Ciara dan juga Olive serempak.
Olive kembali mengalihkan pandangannya ke arah Ciara.
"Kamu belum sarapan kan?" Ciara menggelengkan kepalanya.
"Ya udah kamu tunggu didalam dulu. Aku beli sarapan buat kita berdua dan sekalian berlanjut sayuran. Bahan buat kue masih kan?"
"Masih," ucap Ciara singkat.
"Ya udah kalau gitu aku tinggal dulu. Jangan kemana-mana!" Tutur Olive sebelum beranjak pergi dari rumah kontrakan Ciara.
Setelah kepergian Tante Firda dan juga Olive, Ciara langsung masuk kedalam rumah dengan hati yang masih terasa sakit jika ucapan para ibu-ibu tadi tiba-tiba terlintas kembali diotaknya. Ciara mendudukkan tubuhnya disalah satu sofa di ruang tamu sembari mengelus perutnya.
"Maafin Mama sayang. Karena kesalahan yang Mama buat dulu kamu juga harus menerima cacian dari orang-orang. Maafin Mama ya. Tapi yakinlah sayang, Mama sangat menyayangi kamu dan Mama sudah gak sabar bertemu kamu secara langsung. Kamu anugerah terbesar yang pernah Mama terima selama Mama hidup di dunia. Dan karena kamu juga Mama menjadi wanita yang seperti saat ini. Terimakasih sayang karena kamu Mama bisa belajar banyak hal. Sehat-sehat didalam nak. I Love You," ucap Ciara sembari tersenyum kala baby didalam perut bergerak aktif.
love you sekebon /Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/
kayak mo nggruduk apa gitu serombongan si berat /Smirk//Smirk/