"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."
Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.
Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.
Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 : The Grand Louvre Infiltration
Malam di Paris selalu memiliki cara untuk terlihat romantis, namun bagi mereka yang bisa mencium aroma bahaya di balik harum parfum high-end, Museum Louvre malam ini tampak seperti sebuah kuil raksasa yang menanti tumbal. Piramida kaca yang ikonik itu bersinar di bawah lampu sorot, namun di mata Wonyoung, pantulan cahayanya terasa tajam dan tidak alami—seolah-olah kaca-kaca itu sedang menyedot energi dari setiap orang yang melintas di bawahnya.
Acara puncak Paris Fashion Week telah dimulai. Karpet merah dipenuhi oleh selebritas dunia, fotografer yang saling berteriak, dan ribuan penggemar yang berkumpul di luar pagar barikade. Di tengah kerumunan itu, rombongan IVE dan ENHYPEN turun dari limusin hitam mereka.
"Ingat, tiga menit dari sekarang," bisik Sunghoon melalui mikrofon yang disamarkan sebagai perhiasan di telinganya.
Wonyoung mengangguk kecil sambil memberikan senyuman sempurna ke arah kamera. Ia mengenakan gaun mahakarya dari desainer Prancis yang terbuat dari bahan metalik ringan gaun yang cantik, namun di baliknya tersembunyi sabuk taktis tipis berisi panah-panah pendek karbon.
T-Minus 0:00 – Operasi Dimulai.
Saat grup memasuki area backstage yang sibuk, formasi mereka pecah secara sistematis. Heeseung, Ni-ki, Leeseo, dan Rei tetap bersama tim penata rias, bersiap untuk naik ke panggung utama sebagai pengalih perhatian terbesar. Sementara itu, Sunghoon, Wonyoung, dan Jay menyelinap masuk ke sebuah pintu pemeliharaan yang tersembunyi di balik tirai beludru besar.
"Jake, kami masuk," ucap Sunghoon saat mereka mulai menuruni tangga beton yang lembap.
"Diterima. Aku sudah meretas protokol keamanan sektor B," suara Jake terdengar jernih dari markas mobile di van. "Kalian punya waktu delapan menit sebelum sensor panas otomatis mendeteksi keberadaan kalian. Bergeraklah dalam bayangan."
Lantai bawah tanah Louvre adalah labirin yang membingungkan. Terowongan-terowongan tua ini dibangun berabad-abad lalu, jauh sebelum museum modern berdiri. Dindingnya terbuat dari batu kapur kasar yang berlumut, kontras dengan kemewahan yang ada tepat beberapa meter di atas kepala mereka.
"Baunya... busuk," bisik Jay sambil memegang belati elektroniknya. "Sama seperti bau di Jembatan Banpo, tapi lebih pekat."
"Itu karena The Conductor sedang membusukkan fondasi tempat ini dengan energinya," sahut Wonyoung. Ia menarik busur karbonnya yang bisa dilipat. "Jangan biarkan baunya mengganggu fokus kalian."
Mereka sampai di sebuah persimpangan. Jake memberi instruksi untuk mengambil jalur kiri menuju ruang kendali frekuensi pusat. Namun, langkah mereka terhenti ketika sesosok bayangan besar muncul dari balik pilar batu.
Ia bukan monster asap biasa. Ia adalah Void Sentinel, makhluk yang menyerupai ksatria abad pertengahan namun tanpa tubuh fisik di balik baju zirahnya yang karat. Matanya adalah lubang hitam yang memancarkan kebencian.
"Hunter..." suara makhluk itu seperti gesekan pedang di atas batu. "Kalian berani mengotori kesunyian Tuanku?"
"Jay, urus sayap kanannya! Wonyoung, cari celah di sendi zirahnya!" perintah Sunghoon.
Sunghoon menerjang maju. Tanpa pedang es, ia harus mengandalkan kelincahannya sebagai mantan atlet figure skating. Ia meluncur di bawah tebasan kapak raksasa sang Sentinel, lalu menusukkan belati karbonnya ke bagian belakang lutut makhluk itu.
Kring!
Belati itu hanya memercikkan api. Zirah itu terlalu tebal.
"Sial! Senjata manusia hampir tidak mempan!" seru Jay. Ia mencoba menggunakan rantai elektroniknya untuk melilit leher sang Sentinel, namun makhluk itu hanya sekali sentak melemparkan Jay menghantam dinding batu.
"Jay!" Wonyoung berteriak. Ia menarik napas panjang, menenangkan jantungnya. Ia mengingat latihan di Training Ground Zero. “Fokus pada kelemahan yang tidak terlihat oleh mata.”
Wonyoung melihat sebuah kristal kecil yang berdenyut di bagian dada sang Sentinel—inti energi Void. Masalahnya, kristal itu dilindungi oleh pelat baja tebal.
"Sunghoon! Pancing dia untuk mengangkat tangannya!" teriak Wonyoung.
Sunghoon mengerti. Ia melakukan gerakan akrobatik yang berbahaya, melompat tepat ke arah wajah sang Sentinel. Makhluk itu meraung dan mengangkat kedua tangannya untuk menangkap Sunghoon. Di detik itulah, celah kecil di bawah ketiak zirah itu terbuka.
Wonyoung melepaskan anak panahnya. Anak panah itu bukan sekadar karbon, di ujungnya Han telah menaruh sedikit ekstrak Silver-Bumi yang bisa menetralkan sihir.
Syuuuut... Jleb!
Anak panah itu melesat tepat ke celah kecil tersebut dan menghantam inti kristal dari arah samping.
KRAAAK!
Sang Sentinel menjerit nyaring. Cahaya hitam menyembur dari sela-sela zirahnya, dan sedetik kemudian, baju besi itu jatuh berantakan ke lantai, berubah menjadi debu hitam.
Sunghoon mendarat dengan gulingan sempurna, sementara Jay bangkit sambil memegang bahunya yang sakit. "Kerja bagus, Wonyoung. Han benar, senjata ini memang punya 'gigitan'."
Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah ruangan raksasa yang berada tepat di bawah Piramida Kaca. Di sana, mereka melihat pemandangan yang mengerikan.
Ribuan kabel tembaga tersambung pada ratusan piringan hitam yang diputar secara bersamaan oleh mesin-mesin uap kuno. Di tengah ruangan, melayang sebuah biola raksasa yang terbuat dari tulang-belulang Hunter masa lalu yang sudah membatu.
"The Grand Maestro," gumam Sunghoon.
"Lihat ke atas," bisik Wonyoung.
Melalui langit-langit kaca piramida di atas mereka, terlihat bayangan panggung Fashion Week. Para member IVE dan ENHYPEN yang tersisa baru saja naik ke panggung. Musik mulai terdengar lagu 'The Silent Encore' yang mematikan itu.
"Mereka mulai," ucap Jay panik. "Lantai ini bergetar. Piramida di atas sedang memfokuskan cahaya bulan ke biola ini."
Tiba-tiba, suara tepuk tangan bergema. The Conductor muncul dari balik mesin-mesin uap, memegang tongkat konduktor yang bercahaya ungu.
"Bravo. Kalian sampai tepat waktu untuk gerakan penutup," ucapnya dengan senyum meremehkan. "Tapi kalian terlambat satu detik. Musik ini sudah tidak bisa dihentikan. Setiap telinga di Paris sekarang adalah bagian dari simfoniku."
"Kami akan menghancurkan mesin ini, Conductor!" bentak Sunghoon.
"Silakan dicoba, manusia kecil. Tapi ingat, mesin ini terhubung dengan jantung setiap orang yang mendengarkannya. Jika kau menghentikannya secara kasar, jantung mereka akan meledak karena kejutan frekuensi."
Wonyoung terdiam. Ini adalah jebakan yang sama dengan di Seoul, namun dengan skala yang jauh lebih besar.
"Jake! Apa ada cara untuk mendistorsi frekuensinya tanpa menghentikannya?" tanya Wonyoung lewat komunikasi.
"Hanya ada satu cara," suara Jake terdengar sangat tegang. "Kalian harus memasukkan 'Noise' murni ke dalam sistemnya. Sesuatu yang frekuensinya lebih kuat dari Void. Sesuatu yang berasal dari emosi manusia yang paling murni."
Wonyoung menatap Sunghoon. Ia tahu apa yang harus dilakukan.
"Sunghoon-ssi, kita harus bernyanyi. Sekarang. Tanpa mic, tanpa speaker. Hanya suara kita yang disalurkan melalui sistem mesin ini."
The Conductor tertawa keras. "Kalian pikir suara dua manusia fana bisa mengalahkan simfoni ribuan jiwa?"
"Bukan hanya dua manusia," ucap Sunghoon sambil mengeluarkan pecahan kedelapan (Piringan Perak). "Kami punya harmoni Bumi."
Sunghoon melemparkan piringan perak itu ke tengah mesin biola. Piringan itu mulai berputar, menciptakan medan pelindung yang mencegah The Conductor mendekat.
Wonyoung dan Sunghoon berdiri berdampingan, menggenggam tangan satu sama lain. Di bawah piramida kaca, di tengah jantung Paris, mereka mulai bernyanyi.
Bukan lagu idola. Bukan lagu perang. Melainkan melodi harapan yang mereka temukan saat mereka merasa sakit flu kemarin, saat mereka ketakutan di Menara Eiffel, dan saat mereka berciuman di bianglala. Suara mereka merambat melalui kabel-kabel tembaga, menabrak frekuensi Void yang gelap.
Piramida di atas mulai bergetar hebat. Cahaya bulan yang tadinya merah pekat mulai berubah menjadi putih cemerlang.
"HENTIKAN!" The Conductor menerjang maju, namun Jay menahannya dengan sisa energinya, mengikat kaki sang maestro dengan rantai elektroniknya. "Lanjutkan, Wonyoung! Sunghoon! Jangan berhenti!"
Suara Wonyoung dan Sunghoon semakin tinggi, menyatu dalam sinkronisasi manusia yang sempurna. Di panggung atas, para member lainnya merasakan perubahan energi tersebut. Mereka mulai menari dengan kekuatan yang baru, mengubah gerakan kaku mereka menjadi gerakan yang penuh gairah kehidupan.
KRAAAAAAAK!
Biola tulang di tengah ruangan itu pecah menjadi ribuan keping. Gelombang suara putih menyebar ke seluruh Paris, menghancurkan hipnosis massal yang menyelimuti kota.
The Conductor menjerit, tubuhnya perlahan memudar seiring dengan hancurnya sumber kekuatannya. "Ini belum berakhir... Sang Penguasa akan datang... kalian hanya menunda kiamat..."
Pria itu menghilang dalam pusaran asap kelabu.
Keheningan kembali menyelimuti ruang bawah tanah Louvre. Sunghoon dan Wonyoung jatuh terduduk, kelelahan yang luar biasa melanda mereka. Suara mereka habis, tenggorokan mereka terasa terbakar, namun mata mereka bersinar dengan kepuasan.
"Kita... melakukannya lagi," bisik Wonyoung.
"Ya," Sunghoon tersenyum lemah. "Tanpa sihir."
Jay melepaskan rantainya dan duduk di samping mereka. "Kalian berdua benar-benar gila. Bernyanyi di depan mesin kiamat? Itu akan masuk ke buku sejarah Hunter selamanya."
Jake lewat komunikasi bersorak kegirangan. "Frekuensi Void di Paris nol persen! Kalian berhasil, tim! Sekarang cepat keluar dari sana sebelum staf keamanan museum menemukan kalian di tengah puing-puing!"
Mereka bangkit dengan sisa tenaga yang ada. Sebelum pergi, Wonyoung mengambil kembali piringan perak yang kini kembali tenang di lantai. Di permukaannya, muncul satu kata baru yang terukir secara permanen:
"HUMANITY"