NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

WT 21 - Mimpi Buruk

Keesokan harinya.

"Suuusst... " ucap Dara pada seseorang yang ada di belakangnya dan sedang dia gandeng, sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir. Saat itu mereka berdua sangat berkeringat dan ketakutan.

"Diamlah, atau kita akan tertangkap," bisik Dara dengan suara yang sangat lirih, sembari menutup mulut temannya, temannya pun segera mengangguk.

Terdengar langkah kaki dan juga gonggongan anjing yang semakin lama semakin mendekat ke arah mereka. Dara kebingungan dan terus melihat sekeliling, karena dia tahu bahwa anjing-anjing tersebut pasti akan segera menemukan mereka, Dara tahu benar bahwa anjing itu bisa mencium bau mereka berdua.

Dara terus mengedarkan pandangan sembari memerintah otaknya untuk berpikir dengan cepat. Dalam keadaan lemas, ketakutan, dan juga kelaparan, dia terus berusaha melindungi temannya yang lebih kecil darinya tersebut. Akhirnya pandangan Dara berhenti di kotoran kuda yang sudah mengering di sekitar mereka. Dia mengedarkan lagi pandangannya dan memastikan bahwa anjing-anjing tersebut masih dalam keadaan jarak yang cukup jauh.

Dengan perlahan Dara merangkak dan mengambil kotoran kuda tersebut dengan kedua tangannya, lalu dia meletakkan kotoran itu pada tubuhnya dan juga tubuh temannya, untuk bisa menyamarkan bau tubuh mereka dari kejaran anjing gila.

"Bertahanlah," ucap Dara.

Anjing-anjing tersebut terus menggonggong semakin dekat dan semakin dekat, selain mengoleskan kotoran kuda, Dara juga menutupi tubuh mereka berdua dengan banyak jerami yang ada di sekitar. 

Anjing-anjing ganas tersebut terus menggonggong dan berputar-putar di sekitar mereka berdua, sehingga membuat mereka berdua harus menahan nafas beberapa kali. Cukup lama juga anjing-anjing itu terus berputar di sana, bersama dengan seseorang yang tengah bersiul dengan santai.

BUGH.

Tidak lama kemudian, orang itu menendang anjing yang terus berputar dan menggonggong. "Sebenarnya kamu bisa mencari atau tidak!" sentak orang tersebut pada anjing yang tengah dirantai di lehernya. Seketika beberapa anjing itu pun menunduk ketakutan. Orang tersebut segera menarik dengan kasar beberapa anjing itu untuk pergi dan mencari di tempat lain. 

Setelah memastikan bahwa keadaan benar-benar sudah aman, Dara pun menyibakkan jerami dan segera mengajak temannya untuk berlari. Mereka berdua terus berlari dengan sangat ketakutan, Mereka melewati banyak sekali jeruji besi dan ruangan yang sangat gelap. Setelah berhasil keluar dari bangunan, mereka berdua terus berlari dan yang mereka lihat hanyalah sebuah hutan tanpa ujung.

***

"Dara," panggil Arum dengan suara lirih. Arum melihat saat ini Dara tengah berkeringat dan nampak raut wajahnya sangat ketakutan, sembari tetap memejamkan mata. 

Arum mengambil handuk kecil yang semalam dia gunakan untuk mengompres Dara, karena semalam suhu tubuh Dara benar-benar sangat panas. Arum menggunakan handuk tersebut untuk mengelap keringat di wajah Dara yang terus keluar tanpa henti. Terlihat juga Dara menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan gelisah.

"Dara, bangunlah, apa yang sedang terjadi?" ucap Arum dengan suara lirih, agar Dara tidak terkejut dan merasa pusing, karena harus bangun dalam keadaan terkejut.

"Ada apa dengannya?" tanya Natasha yang baru saja masuk ke ruang kerjanya, dimana Dara berada dengan infus yang sudah menancap di punggung tangan kirinya.

"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja dia terus mengigau dengan ketakutan," jelas Arum. Natasha juga melihat bahwa Dara sering kali merintih dengan ketakutan.

"Dia pasti sedang bermimpi sesuatu yang terjadi padanya sebelum kamu menemukannya semalam," ucap Natasha.

"Lalu bagaimana sekarang? Aku sudah membangunkannya beberapa kali, tapi dia tidak merespon," ucap Arum.

"Siapa namanya?" tanya Natasha.

"Dara," jawab Arum seraya menunjukkan tanda pengenal Dara yang ada di atas nakas.

"Dara, bangun Dara," ucap Natasha dengan lembut, sembari menggoyangkan tubuh Dara beberapa kali.

"Hah!" Tiba-tiba saja Dara membuka matanya dengan lebar, sembari membuang nafas dengan kasar. Natasha segera berjalan ke arah meja kerjanya dan mengambil air mineral di sana.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Arum. Dara segera menoleh ke arah Arum dan juga memperhatikan seluruh ruangan.

"Arum," ucap Dara.

"Kita ada dimana? Apa aku masih bermimpi?" cecar Dara.

"Tidak, kamu sudah bangun dan sekarang ada di rumahku," jawab Natasha sembari menyodorkan air mineral pada Dara. Arum pun segera membantu Dara untuk duduk. Nampak sekali dari raut wajah Dara bahwa dia saat ini tengah merasa kesakitan. 

Setelah duduk dengan benar, Dara segera menerima air mineral dari Natasha dan meminumnya hingga tandas, lalu dia segera menatap Arum tanpa mengucapkan sepatah katapun. "Ini adalah Bu Natasha, beliau adalah teman tanteku," jelas Arum yang mengetahui raut wajah Dara nampak kebingungan.

"Terimakasih Bu Natasha," ucap Dara seraya menatap ke arah Natasha sembari tersenyum dan juga menunduk sejenak.

"Iya, sama-sama," ucap Natasha seraya berjalan ke arah meja kerjanya, karena dia tadi memang masuk ke ruangan tersebut untuk memeriksa sesuatu.

"Aku tidak berani membawamu ke rumah sakit, tapi tenang saja, Bu Natasha punya dokter pribadi yang akan merawat kamu hingga pulih, semua orang-orang disini juga sangat baik." Arum segera menjelaskan tanpa diminta.

"Sejak kejadian aku disandera tempo hari, ibuku langsung menitipkanku pada adiknya, aku juga masih sedikit trauma jika harus tinggal sendirian di atap," imbuh Arum.

"Sepertinya memang itu tindakan yang tepat untuk saat ini," ucap Dara.

"Kamu tadi kenapa? Apa kamu sedang bermimpi buruk?" tanya Arum.

"Hmb, aku hanya sedang bermimpi," jawab Dara sembari sedikit mengingat beberapa kejadian di dalam mimpinya.

"Mimpi itu yang terus menghantuiku sejak aku kecil, tapi aku tidak tau sebenarnya itu mimpi apa, karena saat kecil aku pernah terjatuh dan kata dokter beberapa ingatanku menghilang, mungkin itu hanya beberapa memoriku di masa lalu," jelas Dara tanpa diminta. Rupanya Dara tadi bermimpi saat dia masih menjadi anak kecil.

"Tapi aku seperti mengenal jeruji besi tersebut," monolog Dara dalam hati.

"Apa dia sudah bangun?" Tiba-tiba ada suara dari pintu. Mereka semua yang ada di ruangan segera menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Maria yang masuk sembari membawa nampan.

"Sudah," jawab Natasha tanpa memalingkan pandangannya pada laptop yang ada di hadapannya.

Maria segera berjalan ke arah ranjang, dimana Dara sedang dirawat, lalu meletakkan nampan di atas nakas. "Ini, kamu sarapan dulu, aku sudah membuatkanmu bubur," ucap Maria seraya tersenyum dengan ramah ke arah Dara.

"Ini adalah tanteku, Tante Maria," ucap Arum.

"Halo, senang bertemu denganmu," ucap Maria dengan ramah.

"Terima kasih sudah merawatku," ucap Dara dengan tulus.

"Santai saja, dia adalah orang kaya, merawatmu tidak akan membuatnya miskin," ucap Maria sembari menunjuk ke arah Natasha, Natasha pun hanya memainkan bibirnya tanpa menoleh.

"Apa anak-anak sudah berangkat sekolah?" tanya Arum.

"Hmb, sudah, Paman Ardi yang antar," jawab Maria. Anak-anak yang dimaksud adalah anaknya Natasha dan Maria.

"Kamu sarapan dulu, agar tenagamu bisa pulih. Kami tidak akan mengizinkanmu pergi sebelum keadaanmu benar-benar pulih," ucap Maria pada Dara.

"Terima kasih Tante," ucap Dara.

"Aku mau ke restoran dulu," pamit Maria pada Arum, Arum pun segera mengangguk.

"Natasha aku berangkat ya... " ucap Maria sembari terus berjalan ke arah pintu.

"Hmb, hati-hati," ucap Natasha tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. 

Arum segera mengambil bubur dan memberikannya pada Dara. "Makanlah, aku sudah bilang kalau semua orang disini sangat baik," ucap Arum sembari mengulas senyum.

Dara juga mengulas senyum dan menerima bubur tersebut, karena dia benar-benar merasa kelaparan. Meskipun dia sangat kesulitan untuk menelan, tapi Dara tetap memaksa agar bubur tersebut bisa masuk ke tenggorokannya, dia sadar benar bahwa dia harus cepat pulih untuk bisa mengungkap kasus tersebut.

***

Malam Hari.

Robert duduk di ruang tamu rumah utama dengan gelisah sembari menunggu anggota yang lain. "Ada apa sebenarnya?" tanya Natasha yang melihat gelagat aneh Robert, tapi tidak mendapatkan jawaban.

"Kenapa kamu mengirim pesan untuk berkumpul, apa ada yang sangat penting?" tanya Natasha lagi.

"Sebaiknya anak-anak titipkan dulu di rumah ketiga," ucap Robert yang semakin membuat Natasha kebingungan.

Setelah kembali ke perusahaan dan juga terus menjalankan restorannya. Natasha lambat laun bisa bangkit, sehingga halamannya yang sangat luas itu, sudah ada bangunan baru yang bahkan lebih besar dari rumah utama. Rumah baru tersebut, sekarang ditempati oleh mantan anak buah Aditya (mantan suami Natasha) yang dulu pernah menolong mereka, dan juga gadis-gadis dari kastil yang sudah lulus kuliah gratis dengan biaya dari perusahaan. Semua orang tersebut saat ini sudah menjadi karyawan Natasha. Bangunan baru yang sangat besar tersebut, mereka menyebutnya rumah ketiga.

Natasha mengerutkan keningnya setelah mendengar ucapan Robert, tapi dia tidak banyak bertanya lagi, karena melihat ekspresi Robert yang sangat serius. 

"Emily... " Natasha pun segera memanggil putrinya yang saat ini berusia 7 tahun.

"Yess Mom," jawab Emily seraya membuka pintu kamarnya. 

"Dengarkan Mama baik-baik, sekarang Emily harus menjemput Rey dan minta Tante Maria untuk antar ke rumah ketiga," ucap Natasha.

"Oke Mom," jawab Emily tanpa banyak bertanya. 

Emily pun segera mengambil tasnya dan keluar untuk menjemput Rey, karena tadi dia memang sedang mengerjakan tugas dari sekolah. Rey adalah Putra Maria dan Ardi yang usianya sepantaran, yaitu sama-sama berusia 7 tahun.

***

Beberapa saat kemudian.

"Ada apa ini? Kenapa mereka harus pergi ke rumah ketiga?" tanya Maria yang baru saja masuk ke rumah utama.

"Entahlah, Robert sepertinya ingin berbicara serius," jawab Natasha sembari duduk di sofa dan menunggu anggota yang lain. Maria pun juga segera duduk di dekat Natasha sembari memainkan ponselnya.

Beberapa saat kemudian. Devan datang, disusul dengan Firman dan juga Furi di belakang mereka.

"Kenapa Firman dan Furi juga harus hadir?" tanya Maria dengan kebingungan.

"Tanya saja pada Robert yang sudah mengundang mereka," jawab Natasha tanpa mengalihkan pandangan pada ponselnya.

"Ada apa ini sebenarnya? Sudah lama sekali kita tidak membicarakan hal yang serius," celetuk Devan sembari membuka kulkas dan mengambil minuman dari sana. Devan juga mengambilkan minuman untuk semua orang.

"Kita tunggu Ardi dulu," jawab Robert.

"Sedang dimana suamimu?" tanya Natasha pada Maria.

"Entah, dia tidak menjawab teleponku," jawab Maria.

Maria dan Ardi diberi kepercayaan untuk memegang restoran, tapi karena sudah memiliki anak, jadi Maria hanya bekerja hingga jam makan siang saja. Hal itu juga sudah disetujui oleh Natasha. Namun meskipun Maria hanya bekerja setengah hari, Maria sangat bertanggung jawab sekali, entah mengenai masalah yang ada di restoran ataupun mengenai stok bahan, dia tetap memantau meskipun hanya dari rumah. Sebelumnya Maria juga pernah bekerja di perusahaan sebagai sekretaris Aditya, jadi perihal tanggung jawab tidak perlu ditanyakan lagi.

"Ada apa ini?" Beberapa saat kemudian, Ardi pun datang dan terkejut karena semua orang sudah berkumpul.

"Kenapa kamu sangat lama sekali…" gerutu Maria.

"Aku harus memeriksa semuanya sebelum pulang," jawab Ardi sembari berjalan ke arah sofa dan juga mengambil minuman kalengan yang ada di atas meja.

"Mobilmu sudah aku ambil," ucap Robert. 

"Hmb, terima kasih," jawab Ardi. Ardi memang selalu melibatkan Robert dalam hal apapun, karena sejak dulu Robert merupakan tangan kanannya. Sejak bekerja di dunia hitam hingga sekarang mereka sudah bertobat dan mencari nafkah halal.

"Kenapa kamu kembali ke tempat itu?" tanya Robert yang membuat semua orang melihat ke arah Robert dan juga Ardi secara bergantian.

"Tempat apa?" tanya Ardi dengan tidak mengerti.

"Apa kamu tidak sadar dimana kamu memarkirkan mobilmu?" tanya Robert.

"Dimana?" tanya Ardi yang benar-benar tidak tahu.

Robert segera memberikan laptop pada Firman, hal itu membuat Firman menatap Robert dengan tidak mengerti. "Aku tadi melemparkan pelacak di semak-semak dekat Ardi memarkirkan mobilnya," ucap Robert. 

Firman pun segera mengerti akan ucapan Robert. Dia membuka laptopnya dan mulai bekerja, sementara semua orang sedang tegang saat ini.

Beberapa saat kemudian, setelah jari-jari Firman bermain dengan lincah di atas keyboard. "Apa sebenarnya yang sedang kamu cari disana?" tanya Firman tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop, hal itu semakin membuat semua orang kebingungan.

"Memangnya aku parkir dimana sih?" tanya Ardi yang mulai kesal.

Firman mengedarkan pandangannya ke semua orang yang saat ini tengah melihatnya dengan serius. "Kastil," ucap Furi yang memang duduk di dekat Firman, dia pun bisa melihat laptop Firman. 

GLEK.

Semua orang menelan salivanya dan melihat ke arah Ardi. Ucapan Furi benar-benar membuat semua orang terkejut, bahkan Devan menyemburkan minuman yang baru saja dia masukkan ke mulutnya.

"Apa yang kamu lakukan disana!" sentak Maria, bahkan matanya juga melotot melihat ke arah Ardi.

"Aku tidak tahu kalau aku ada di kastil," ucap Ardi dengan kebingungan.

"Apa kamu benar-benar melupakan jalan menuju ke kastil itu?" tanya Firman dengan tatapan serius.

"Aku tidak tahu, aku hanya mengikuti Arum." 

"Arum?" Seketika Ardi menghentikan ucapannya.

"Kenapa Arum bisa sampai disana?" tanya Ardi sembari melihat ke arah istrinya. Maria yang juga masih kebingungan pun segera beranjak dari duduknya dan berjalan dengan cepat ke lantai dua, lebih tepatnya ke ruang kerja Natasha. Karena seharian Arum hanya berada di ruangan tersebut, merawat temannya yang sedang sakit.

"Siapa Arum?" tanya Firman.

"Dia keponakan Maria, semalam tiba-tiba saja dia membawa temannya kemari dalam keadaan sudah babak belur, pingsan, dan berlumuran banyak darah," jelas Natasha.

"Aku sendiri semalam yang mengangkat teman Arum dari semak-semak dan segera menolongnya," sahut Ardi.

"Apa hubungan dia dengan kastil itu? Kenapa dia berada disana?" tanya Firman.

"Entahlah, aku bahkan belum mengobrol dengannya, setelah dirawat oleh Dokter semalam, hanya Arum yang ada di ruangan, kami semua kembali tidur," jelas Ardi. Semua orang berusaha berpikir dan menerka-nerka di benak mereka masing-masing.

Suasana pun menjadi hening dan sedikit canggung saat ini. Beberapa kali mereka juga melihat ke arah lantai dua dan menunggu Maria keluar dari ruang kerja Natasha.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!