"Aku mau putus!"
Sudah empat tahun Nindya menjalin hubungan dengan Robby, teman sekelas waktu SMA. Namun semenjak kuliah mereka sering putus nyambung dengan permasalahan yang sama.
Robby selalu bersikap acuh tak acuh dan sering menghindari pertikaian. Sampai akhirnya Nindya meminta putus.
Nindya sudah membulatkan tekatnya, "Kali ini aku tidak akan menarik omonganku lagi."
Tapi ini bukan kisah tentang Nindya dan Robby. ini kisah tentang Nindya dan cinta sejatinya. Siapakah dia? Mampukah dia melupakan cinta Robby? dan Apakah cinta barunya mampu menghapus jejak Robby?
Happy reading~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ginevra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertama Ketemu Kamu
Happy reading~
.
.
Sore itu seperti sore sebelumnya. Udara sejuk namun cerah. Tidak ada tanda awan yang menghitam. Itu membuat Nindya menggerutu. Mengapa hari ini sangat cerah? Dia malas sekali untuk keluar rumah. Mengapa tidak kau turunkan hujan? Bukankah ini sudah desember?
Berhentilah menggerutu Nin! Kamu hanya bertemu anak-anak les beserta gurunya. 'Gurunya thor! Gurunya! Sekali lagi gurunya!' (Maaf guys memang Nindya suka protes orangnya)
'Mengapa pakai ada acara perkenalan sih? Mengapa nggak ketemu, cocok, berjodoh, menikah, terus bahagia selamanya? Mengapa ada perpisahan? Aku males harus mengulang proses dari awal lagi.'
Hmm... Kurasa itu yang diinginkan setiap manusia. Tetapi selama kita hidup pasti ada saja drama. Hanya genrenya saja yang berubah-ubah. Kadang genre romantis, kadang angst, dan kadang genre horor seperti saat bayar tagihan rumah mehehe...
Kembali ke Nindya!
Sore itu Nindya bersiap untuk acara makan bersama di tempat les Bu Titik. Dia mengenakan busana muslim bernuansa merah muda dan kerudung pasmina. Dandanannya ia buat sesimpel mungkin namun kali ini dia menambahkan warna merah di bibirnya agar tidak terlalu pucat. Pipi chubby-nya ia biarkan polos tanpa blush-on.
Itu kira-kira visual Nindya saat ini.
Persiapan selesai, sekarang saatnya berangkat.
Diperjalanan, Nindya hanya menikmati tiupan angin segar yang sedikit menerpa kerudungnya. Dia tidak mau terlalu berekspektasi tinggi. Nindya mencoba untuk bersikap biasa saja.
Saat Nindya sampai di tempat les Bu Titik, dia langsung disambut oleh ana-anak yang mengelilinginya untuk menyapa dan menjabat tangannya. Mata Nindya berkeliling menscan kehadiran orang yang selama seminggu ini berhubungan dengannya lewat whatsapp. Namun yang dia dapati hanya Mas Budi yang memang sudah ia kenal.
Kemudian Nindya duduk disamping anak-anak yang sudah duduk melingkar. Ada sekitar 30 anak yang hadir saat itu, membuat suasana menjadi sangat ramai.
"Pak Aan kayaknya tidak bisa datang karena sakit gigi," Bu Titik datang dengan pengumuman yang membuat para tamu undangan diam.
"Yahh...nggak seru donk!" Celetuk salah satu anak.
Ada perasaan aneh yang muncul di hati Ninya. Bukankah seharusnya dia lega karena orang yang dia hindari tidak bisa hadir? Namun kenapa malah sebaliknya? Nindya merasa sedikit kecewa.
"Tenang Nin, aku akan wa Aan sekarang," Mas Budi tiba-tiba berkomentar.
"Hah... Kenapa? Aku nggak apa-apa," belanya.
"Ouh aku kira kamu kecewa. Bukankah kalian dekat?"
"Ha?" Nindya heran kenapa Mas Budi seolah tahu hubungannya dengan Aan.
"Sejak minggu kemarin dia tanya terus tentang kamu. Aku kira kalian dekat," jelas Mas Budi.
Ada sedikit warna pink di pipi Nindya yang awalnya polos seolah ia mengoleskan blush-on.
Tidak ada 10 menit kemudian, ada suara berat yang mengucap salam.
"Assalamu'alaikum..." Ucap suara berat itu.
Nindya dan semua orang menjawab salam. Mata Nindya tidak bisa menghindar dari sosok yang tengah berjalan dan duduk di sebelah Mas Budi di seberang Nindya namun tidak jauh.
Mata Nindya kembali memindai mulai dari rambut, mata, dan pakaian yang dikenakan.
Sosok itu memakai baju koko putih dengan kancing yang tersembunyi dan sarung hitam.
Rambutnya hitam legam lebat, alisnya juga tebal, matanya tajam dan hidungnya mancung. Ada nuansa arab diwajahnya. Namun fokus Nindya tertuju pada jenggotnya. Hah! Dia brewokan. Dia mempunyai rambut dari jambang hingga janggutnya.
Visualnya seperti ini tapi brewoknya lebih panjang.
'Tua banget!' kata itu yang muncul pertama di otak Nindya.
"Katanya sakit gigi?" Tanya Mas Budi.
"Iya tapi ini udah mendingan. Kalau nggak datang nanti ada yang nyariin," jawabannya sangat percaya diri.
'Dih!' umpat Nindya dalam hati.
"Hehehe...bercanda. Mbaknya diam aja nih? Beda kalau di WA ya," celetuknya minta ditinju.
Acara makan bersama dimulai. Para siswa memakan makanan yang sudah disajikan. Bu Titik sengaja memasak makanan yang disukai anak-anak seperti ayam goreng krispi, kentang goreng, cap jay, mie goreng, dan macaroni untuk cemilan. Ada sambal juga dan es buah untuk minumannya.
Semua orang menikmati acara sore itu. Nindya juga menikmati jamuan seperti biasa, dia kan foodlover.
Namun ada rasa canggung saat itu. Nindya yang biasanya fokus makan tanpa menghiraukan apapun yang terjadi didepannya, kini berubah menjadi ajang jaga image. Dia menyuap makanan dengan suapan kecil dan meminum es buahnya dengan menyendoknya. Gerakannya sangat lambat dan kunyahannya juga pelan.
"Mbak Nindya nggak nambah lagi?" Aan menawarkan dengan nada usil.
'Aish!! Nyebelin banget sih ni orang!' umpatnya lagi dalam hati.
"Ehem.. aku mau tambah esnya saja," Nindya bersiap untuk berdiri untuk mengambil es yang tersedia di samping Aan.
"Sini gelasmu! Aku ambilin," Aan mencoba meraih gelas milik Nindya.
"Tidak usah mas,"
"Nggak apa-apa, aku kan lebih dekat daripada kamu. Kamu nggak usah berdiri," Aan mengatakan dengan lembut membuat Budi terkekeh.
Aan pun memberikan gelas penuh es buah di depan Nindya dan berkata, "akhirnya aku mendengar suaramu."
Kalimat itu sedikit membuat Nindya tersipu. Namun...
"Aku kira kamu nggak bisa ngomong hehehe," Aan melontarkan dark joke yang membuat penilaian Nindya terhadapnya kembali merosot.
Acara makanpun kembali berlangsung dengan ramai. Anak-anak saling menceritakan aktivitasnya di rumah dan di sekolah. Sedangkan Nindya hanya diam masih dengan sendok buahnya. Aan berbincang asyik dengan Budi dengan sesekali matanya memandang Nindya walau hanya sepersekian detik saja.
"Bud, kamu kok bisa kenal Nindya darimana? Dari masih kecil lagi," tanya Aan mendadak membuat Nindya mau tidak mau mendongak.
"Dia yang masih kecil kali. Aku sih udah lumayan gede. Aku sering ke rumahnya yang dulu. Kan Ibu Bapakku teman kuliah Bapaknya Nindya," Budi menjelaskan tanpa melihat ekspresi Aan yang mendengarnya.
"Oh... Kamu sering ke rumahnya," Aan entah kenapa menjadi sedikit melankolis.
"Iya, bareng ortuku. Mereka sering kerja kelompok dulu," tambahnya lagi memperkeruh keadaan.
"Ouh" Aan mendadak memainkan tangannya di karpet. Dia membuat gambar abstrak dengan kunci kontak sepeda motornya.
"Kami tidak terlalu bertegur sapa. Hanya kenal saja," tanpa diminta Nindya menjelaskan hubungannya dengan Budi seolah tidak mau ada salah paham.
"Aku tidak cemburu kok tenang aja hehehe," kata Aan dengan senyumnya yang menawan.
'Dih!' Nindya kembali mencela dalam hati sambil memiringkan senyumnya.
.
.
.
Apapun yang terjadi diantara mereka tidak mengurangi meriahnya acara makan bersama di rumahnya Bu Titik.
Apakah Aan ini beneran suka sama Nindya atau cuma mau menggodanya seperti buaya darat?
Aku aja nggak kuat dengan ke PD-an Aan.
Apapun itu, aku harap kalian menikmati tulisanku.
Jangan lupa like, komen, dan subscribe ya...love ya....