👑 Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahamut
Indra yang menyaksikan terakhir kalinya—senyum tulus Araya yang menghilang bersama cahaya emas dari Crystal of Life—meneteskan air matanya. Itu adalah perpisahan terakhir, janji terakhir.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Lalu saat tersadar ia tidak langsung ke semesta lain, seperti yang ia harapkan. Ia mendapati dirinya melayang di tempat yang dingin, sunyi, dan luas. Ia tersadar di ruang hampa dimensi, tempat yang seluruhnya berwarna abu-abu kehampaan, tanpa bintang, tanpa cahaya, tanpa waktu.
Indra memandang sekitar. Ia merasakan keberadaan Namitha dan Royale dalam dirinya, tetapi mereka kini sunyi, terkesima oleh lingkungannya.
Akhirnya, kesunyian dimensi itu terpecah oleh sebuah kehadiran. Ia dihadapkan sosok yang sangat besar yaitu Bahamut. Bukan sosok Iblis atau Guardian, melainkan entitas yang melampaui konsep fisik. Bahamut adalah massa energi yang berdenyut, memancarkan cahaya purba dan aura yang tak terlukiskan, terdiri dari triliunan galaksi dan ketiadaan.
Shiera tidak bersamanya. Ia telah berhasil melewati portal. Membuat Indra harus menghadapi Bahamut sendirian.
Namun Indra tidak bisa bergerak; ia terperangkap dalam medan energi yang menahan. Ia melayang di hadapan sang Pencipta.
Suara Bahamut bergema sangat keras namun pelan, seolah suara itu datang dari ujung semesta dan di bisikkan tepat di telinga Indra.
"Selamat datang, Arch Guardian Royal-Kitsune terakhir," kata suara itu, yang terdengar seperti gabungan guntur, nyanyian bintang, dan keheningan. "Kau adalah titik temu dari takdir. Kau telah mengakhiri yang lama, dan kini, kau akan memulai yang baru."
Indra ingin bertanya, ingin berteriak, ingin memohon, tetapi ia terdiam, hanya bisa menerima kekuatan dan kehadiran entitas yang telah mengawasi seluruh pertarungan dan pengorbanan mereka.
.
.
.
.
Kehadiran Bahamut begitu menindas, begitu mutlak, sehingga Indra bahkan tidak berani bernapas, meskipun ia tidak membutuhkan udara di ruang hampa itu.
Namun Bahamut bertanya bagaimana dan apa alasan Indra kemari. Suara Pencipta itu bergetar dalam kehampaan, menuntut jawaban.
"Bicaralah, Raja yang lelah," perintah Bahamut. "Bagaimana kau, seorang anak dari dimensi yang jatuh, bisa melintasi celah yang hanya aku yang bisa membukanya? Dan apa yang kau cari di luar batasan takdirmu?"
Indra mencoba berbicara, tetapi pita suaranya terasa terikat. Kekuatan Bahamut menahannya. Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut. Tiba-tiba, tekanan di pikirannya sedikit melonggar.
Ia menjawabnya melalui dalam hati, membiarkan Royale dan Namitha menjadi saluran emosinya.
"Kami datang dengan pengorbanan, Yang Mulia. Arch Guardian Araya mengorbankan dirinya dan Jantung Kerajaan—Crystal of Life—untuk membuka portal," jawab Indra, memikirkan setiap wajah yang gugur. "Kami tidak mencari kekuasaan atau pertarungan. Kami hanya mencari kedamaian. Tempat di mana kami bisa hidup tanpa rasa takut. Tempat di mana pengorbanan mereka tidak sia-sia."
Indra membiarkan kesedihan dan tekadnya tersalurkan melalui chi murni Royal-Kitsune.
"Aku datang ke sini untuk memenuhi janji, Yang Mulia. Janji kepada istriku, Evelia; kepada kakakku, Araya; dan kepada semua temanku. Janji bahwa aku akan hidup bahagia," tegas Indra, tanpa ada rasa takut yang tersisa, karena ia telah kehilangan segalanya.
.
.
.
.
.
Suara Bahamut yang agung bergetar lagi, kali ini dengan nada yang menunjukkan keheranan dan rasa tidak setuju.
"Pengorbananmu mulia, Raja muda," ujar Bahamut. "Namun, kau tidak menjawab pertanyaanku. Kau telah melewati batas eksistensi. Kau melanggar hukum dimensi. Dan kau berani menemuiku, entitas yang menjaga batas-batas itu. Siapa yang memberimu hak untuk mencari jalan yang bahkan Iblis pun tidak bisa temukan?"
Bahamut tidak menuntut penjelasan, tetapi menuntut pengakuan atas pelanggaran yang dilakukan Araya, dan kini, Indra. Tekanan di ruang hampa itu kembali menguat, tetapi Indra, yang dipenuhi Arch Guardian dan Namitha, tetap teguh.
Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut, tekanan itu mereda, memberikan Indra kesempatan untuk berkomunikasi.
Ia menjawabnya melalui dalam hati, membiarkan kejujuran dan keputusasaan menjadi senjatanya.
"Aku tidak memiliki hak, Yang Mulia. Aku tahu. Kami tidak mencari hak, kami mencari akhir. Kami adalah yang tersisa dari dimensi yang kau biarkan musnah oleh Amon dan Lucius. Kami adalah produk dari kegagalan."
"Arch Guardian Araya tidak menentangmu; dia hanya ingin melindungi yang lemah. Dan aku, aku adalah Raja yang tersisa dari Kerajaan yang hancur. Aku tidak punya apa-apa untuk ditawarkan kecuali kebenaran. Kami datang ke sini karena ini adalah satu-satunya jalan keluar," jelas Indra.
"Jika kau ingin menghukum kami, hukumlah aku saja. Shiera tidak bersalah. Dia hanya adik yang tersisa. Dan aku, aku adalah Rajanya. Hukumlah aku dengan membawa Shiera ke tempat yang aman," tantang Indra, mempersembahkan dirinya demi adiknya.
.
.
.
.
Wajah Indra yang melayang di ruang hampa menunjukkan tekad yang kuat, tetapi suara Bahamut kembali bergetar dengan nada mencemooh yang luar biasa.
"Pengorbanan?" gema Bahamut. "Apa yang bisa kulakukan kepada ciptaan gagal seperti dirimu? Seluruh dimensimu adalah kegagalan yang kubiarkan musnah oleh benih Iblis yang kubiarkan menyebar. Dan kau, kau adalah Raja dari debu. Jangan bicara tentang pengorbanan di hadapanku."
Bahamut merendahkannya, membuat Indra merasakan keremehan eksistensinya. Tekanan di ruang hampa itu meningkat drastis, menguji batas chi Royal-Kitsune Indra.
Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut, sebuah celah singkat diberikan.
Indra menjawabnya melalui dalam hati, mengabaikan rasa sakit dan keremehan, hanya fokus pada janji yang harus ia tepati.
"Aku mungkin adalah ciptaan gagal, Yang Mulia. Tapi Arch Guardian Araya tidak gagal. Istriku, Evelia, tidak gagal. Mereka memilih cinta dan perlindungan di atas takdir."
Indra berusaha membela dan mencoba memberikan penjelasan agar pengorbanan Araya tidak sia-sia. "Mereka menggunakan kehendak bebas yang kau berikan untuk menciptakan jalan keluar yang mustahil. Jika kau menghukum kami, maka semua yang mereka lakukan, semua yang mereka korbankan—hidup mereka, inti Kerajaan—akan menjadi sia-sia."
"Aku mohon, Yang Mulia. Biarkan pengorbanan mereka memiliki arti. Biarkan kami membawa cerita mereka ke Universe lain. Kami tidak akan pernah mengulang kesalahan masa lalu. Kami akan hidup, untuk mereka," pinta Indra dengan ketulusan yang membakar.
Bahamut tidak memperdulikan Shiera. Sosok raksasa itu bahkan tidak menyebut namanya. Bahamut hanya tertuju pada Indra, inti Arch Guardian Royal-Kitsune yang kini berdiri sebagai produk terakhir dari dimensi yang gagal.
.
.
.
Waktu di ruang hampa dimensi menjadi tidak berarti. Bahamut, entitas agung yang mengendalikan semesta, tidak segera menjawab tantangan emosional Indra.
Namun Bahamut memandang Indra dalam diam. Tatapan Bahamut bukanlah tatapan mata fisik, melainkan serapan energi dan esensi. Rasanya seperti seluruh alam semesta sedang mengintip ke dalam jiwa Indra, menimbang setiap pengorbanan, setiap air mata, dan setiap chi yang digunakan Araya.
Di dalam diri Indra, Arch Guardian Royale dan Kitsune Namitha hanya diam. Mereka tunduk sepenuhnya pada kehadiran Bahamut, mengakui otoritas Pencipta. Mereka menunggu, sama seperti Indra.
Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut, tekanan di sekitarnya sedikit mereda, sebuah isyarat izin.
Indra, dengan sisa keberaniannya, tidak memohon, tetapi menegaskan kembali. Ia menjawabnya melalui dalam hati.
"Aku tidak meminta belas kasihan, Yang Mulia. Aku hanya meminta keadilan untuk mereka yang tidak pantas mati. Evelia dan Araya membuktikan, bahwa cinta dan pengorbanan adalah kekuatan tertinggi, bahkan di dimensi yang gagal. Jika kau mengizinkan kami hidup, kami akan membuktikan bahwa warisan mereka tidak sia-sia," ujar Indra, suaranya kini penuh tekad dan ketenangan yang diwarisi Namitha.
Indra menantang keagungan Bahamut dengan kebenaran yang polos. Keheningan dimensi kembali menyelimuti mereka, menunggu keputusan sang Pencipta.
.
.
.
.
Keheningan dimensi dipecahkan oleh gerakan yang lambat dan tak terduga.
Namun Bahamut menggerakan matanya sekilas. Gerakan kecil ini terasa seperti pergeseran gunung es yang abadi. Dari inti Bahamut, dua gumpalan energi murni melesat, berputar di samping Indra.
Dan memberikan Royale dan Namitha wujud.
Di sebelah kiri Indra, Namitha muncul. Ia adalah wujud Evelia, tetapi dengan aura yang lebih kuno dan agung.
Namitha memiliki ekor sepuluh dewi Kitsune yang bersinar keemasan, rambutnya perak panjang, dan matanya memancarkan kelembutan.
Di sebelah kanan Indra, Royale muncul. Ia adalah sosok seorang raja terdahulu dengan zirah gagahnya yang berwarna biru tua dan emas dengan jubah merah.
Wajahnya adalah wujud Indra di usia matang, tenang, dan berwibawa, mencerminkan kekuatan Arch Guardian yang sejati.
Kini Bahamut menginterogasi mereka juga. Tatapannya yang abadi kini terbagi, mencakup Kitsune terakhir dan Arch Guardian pendahulu.
"Namitha. Royale. Kalian memilih untuk tinggal dalam wadah yang gagal ini," gema suara Bahamut. "Kalian yang purba, yang menjaga hukum alam, mengapa kalian mendukung pelanggaran dimensi ini? Mengapa kalian melindungi Raja terakhir yang seharusnya lenyap bersama dimensinya?"
Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut, tekanan sedikit melonggar.
Ia menjawabnya melalui dalam hati, tetapi kali ini, Royale dan Namitha berbicara melalui chi Indra, memberikan kedalaman dan otoritas pada setiap kata.
"Kami mendukungnya karena ini adalah Pilihan. Pilihan terakhir dari kehendak bebas yang Kau berikan, Yang Mulia. Kami adalah inti. Dan inti ini memilih Cinta di atas Takdir lenyap." suara Namitha terdengar lembut, tetapi mengandung kekuatan sepuluh ekornya.
"Kami tidak melindungi Raja yang gagal, Yang Mulia," timpal Royale, zirah gagahnya berderak dalam keheningan dimensi. "Kami melindungi penerus yang telah membuktikan bahwa ia layak mendapat kesempatan. Kami akan membimbingnya. Biarkan dia hidup. Beri dia dunia yang damai, dan kami akan menjaga sumpah kami sebagai Arch Guardian dan Kitsune terakhir."
Mereka bertiga berdiri, satu kesatuan, menantang kemutlakan Bahamut dengan ikatan yang diciptakan oleh pengorbanan dan cinta.
.
.
.
Cemoohan Bahamut menggema, bukan sebagai suara, tetapi sebagai getaran di dasar jiwa.
"Cinta? Pengorbanan?" ulang Bahamut, nada suaranya dipenuhi kebencian dingin. "Konsep yang lemah dan dangkal. Aku hanya melihat kegagalan yang mencoba melarikan diri dari konsekuensinya. Cinta dan pengorbanan di alamku adalah takhayul. Di sini, hanya ada hukum dan ketertiban. Kalian melanggar keduanya."
Cemoohan itu menusuk, membuat chi Indra bergejolak. Namun, di antara Royale dan Namitha, Indra menemukan ketenangan.
Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut, sebuah izin yang terasa seperti jeda kosmik.
Indra menjawabnya melalui dalam hati, dengan kesadaran penuh akan wujud Royale dan Namitha di sisinya.
"Jika cinta dan pengorbanan adalah takhayul, Yang Mulia, mengapa Kau mengizinkan kami berdiri di sini?" tanya Indra, membalas dengan logika. "Jika kami hanya kegagalan, mengapa Kau membiarkan Arch Guardian Araya menyelesaikan ritualnya, yang seharusnya mustahil tanpa campur tanganmu? Engkau menimbang kami."
"Dan jika hukum adalah satu-satunya yang ada, maka biarkan kami menjadi hukum baru di dunia baru. Kami akan membawa ketertiban di sana, dengan harga yang kami bayar sendiri," tegas Indra, suaranya, meskipun hanya pikiran, dipenuhi chi yang membakar.
"Kami adalah yang tersisa dari kegagalan. Biarkan kami membuktikan bahwa cinta ini bisa membangun sesuatu yang baru, sesuatu yang Arch Guardian kami, Evelia, dan Araya pertaruhkan segalanya," tuntut Indra, tidak lagi memohon, tetapi menegaskan nilai eksistensi mereka.
.
.
.
Kemutlakan Bahamut tidak mudah digoyahkan. Entitas itu terus memancarkan aura yang menguji setiap serat keberadaan Indra.
Namun Bahamut terus menginterogasi Indra lebih dalam. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak lagi berpusat pada pelanggaran hukum, melainkan pada esensi dari pengorbanan dan nilai kelangsungan hidup Indra.
"Kau bicara tentang membangun yang baru," gema Bahamut. "Tapi kau adalah Raja yang gagal, terikat pada nostalgia dan kegagalan. Bagaimana aku bisa mempercayai fana yang menemuiku sekarang ini? Buktikan, Raja debu. Apa yang membedakanmu dari jutaan jiwa yang telah kuhukum dengan lenyap? Berikan satu alasan logis, selain emosi, mengapa aku harus melanggar hukum untukmu?"
Tekanan mental mencapai puncaknya. Bahamut menuntut bukti nyata bahwa Indra, seorang fana, memiliki nilai yang melampaui kehancuran dimensinya.
Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut, sebuah momen singkat di mana tekanan mereda.
Indra menjawabnya melalui dalam hati, dengan kekuatan gabungan yang baru ia miliki. Dibantu oleh Namitha dan Royale, suara chinya menjadi tiga dimensi: kebijaksanaan kuno, kelembutan pengasuhan, dan tekad Raja.
"Nilai kami terletak pada perubahan, Yang Mulia," jawab Indra. "Kami adalah produk dari kegagalan, benar. Tetapi kegagalan kami melahirkan evolusi. Arch Guardian Araya menemukan teknik yang mustahil. Namitha dan Royale rela meninggalkan eksistensi mereka untuk menjadi inti saya. Kami adalah bukti bahwa fana, ketika dihadapkan pada ketiadaan, akan menciptakan kemungkinan baru."
"Kami adalah benih dari dimensi yang mati. Jika Kau memindahkan kami, Kau tidak hanya menyelamatkan dua jiwa. Kau menanam benih evolusi yang membuktikan bahwa kehendak bebas dapat mengatasi takdir lenyap. Kami akan membawa pelajaran pahit itu ke alam baru. Itu adalah jaminan terbesar yang dapat kami berikan: pengalaman yang dibayar dengan darah," tegas suara gabungan itu, sebuah pernyataan yang setara dengan hukum alam.
.
.
.
.
Cemoohan Bahamut kini terasa seperti gempa di inti chi Indra. Sosok raksasa itu berputar sedikit, setiap gerakan adalah manifestasi dari miliaran tahun hukum alam.
Namun Bahamut terus menginterogasi Indra lebih dalam, mencari celah, mencari bukti kelemahan yang dapat membenarkan pemusnahan mereka.
"Evolusi? Pelajaran? Konsep itu ada di dimensi manapun, Raja Debu," gema Bahamut. "Apa yang unik dari pengorbanan Arch Guardian-mu sehingga ia pantas merobek realitas? Berikan aku variabel yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Berikan aku alasan yang cukup kuat untuk melanggar aturan yang kubuat untuk menjaga semesta. Aku menuntut justifikasi yang akan membuatku mempercayai fana yang menemuiku sekarang."
Bahamut menuntut bukti bahwa gabungan Arch Guardian Royal dan Arch Kitsune ini adalah entitas baru yang layak dipertahankan.
Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut, sebuah izin yang terasa seperti Bahamut menghela napas kosmik.
Indra menjawabnya melalui dalam hati, didukung oleh kehadiran fisik Namitha dan Royale di sisinya.
"Variabel unik itu adalah Integrasi Absolut, Yang Mulia," kata suara Royale, keras dan berani. "Dalam dimensi yang gagal, kami, entitas purba, tidak hanya melindungi Raja ini; kami menyatu dengan Raja ini. Kami adalah Warisan yang dikemas. Keseluruhan Arch Guardian kami, Kitsune kami, dan Royal yang tersisa sekarang hidup dalam satu wadah fana."
"Kau melihat fana, Yang Mulia," suara Namitha melengkapi dengan lembut. "Namun, kami adalah Fana yang membawa Inti Abadi. Kami adalah eksperimen akhir dari Kehendak Bebas yang dipadatkan oleh keputusasaan dan Pengorbanan Araya. Ini bukanlah pelarian, melainkan Reinkarnasi yang Dikompresi—sebuah fenomena yang bahkan di alammu mungkin langka."
"Jika Kau menghancurkan kami, Yang Mulia, Kau menghancurkan Kemungkinan. Beri kami kesempatan. Kami adalah benih yang paling mahal yang pernah Kau tanam," tutup suara gabungan Indra.
.
.
.
.
Perdebatan kosmik berlanjut. Bahamut, entitas tertinggi, tampaknya menikmati menguji batas-batas logika dan spiritual yang dibawa oleh gabungan kekuatan Indra.
Namun Bahamut terus menginterogasi Indra lebih dalam. Kali ini, Bahamut menyerang inti dari Arch Guardian itu sendiri.
"Kau bicara tentang reinkarnasi dan integrasi, namun aku melihat Arch Guardian yang terluka, membawa sisa-sisa kegagalan. Apa yang akan kalian lakukan dengan semua trauma dan duka ini? Bukankah itu akan mencemari dunia baru? Aku tidak bisa mengambil risiko hanya karena fana yang menemuiku sekarang ini memiliki cerita yang mengharukan. Buktikan bahwa kalian telah memurnikan diri dari kesalahan dimensi lama"
Bahamut menuntut bukti pemurnian batin.
Sampai tiba waktunya Indra diizinkan berbicara oleh Bahamut, tekanan di sekitarnya mereda, memberikan ruang bagi tanggapan terakhir.
Indra menjawabnya melalui dalam hati, dengan chi yang stabil dan keyakinan yang dipancarkan oleh Royale dan Namitha.
"Pemurnian kami adalah Tujuan, Yang Mulia," kata Royale, zirah gagahnya memancarkan cahaya dingin. "Kami membawa duka, ya. Tapi kami juga membawa Sumpah. Sumpah untuk tidak pernah lagi mengulang kegagalan. Duka kami telah menjadi fondasi dari kode moral yang baru. Ini adalah pemurnian paling keras: pemurnian melalui kehilangan absolut."
"Kami adalah entitas yang telah kehilangan segalanya dan memilih untuk melanjutkan hidup. Kami tidak akan mencemari dunia baru; kami akan menjaganya dengan kekuatan pengorbanan yang Kau anggap lemah itu," sambung Namitha, suaranya lembut tetapi memiliki ketegasan seorang Dewi. "Kami akan menjadi penjaga di alam baru, memastikan bahwa Arch Guardian lain, seperti Araya, tidak perlu melakukan pengorbanan terakhir seperti ini lagi."
"Kami adalah penjaga yang telah membayar harga termahal. Ini adalah jaminan terbaik kami, Yang Mulia," tutup Indra.
.
.
.
.
.
.
.
Bahamut tidak memberikan jawaban. Setelah keheningan panjang yang menguji batas kewarasan Indra, entitas agung itu membuat keputusannya tanpa kata.
Namun Bahamut tidak menjawab. Sosok energi raksasa itu berputar sekali lagi, dan ia menutup tirai dimensi. Tirai kosmik yang terbuka di sekitar mereka merapat, kegelapan yang dalam kembali menelan ruang hampa itu. Secara fisik, Bahamut tidak pergi; ia hanya berhenti berinteraksi, menarik kehadirannya dari pemahaman Indra.
Bahamut menghilang meninggalkan Indra melayang di ruang hampa dimensi. Tekanan yang menahan Indra dilepaskan, tetapi Raja muda itu tetap diam, sambil merenungkan apa yang ia katakan dan tujuannya.
"Dia pergi," bisik Royale, suaranya kembali ke dalam pikiran Indra.
"Apa... apa artinya ini?" tanya Indra dalam hatinya. "Apakah kita dihukum? Apakah kita ditinggalkan di sini selamanya?"
"Tidak, Sayangku; dia telah memutuskan," jawab Namitha, kelembutan suaranya menenangkan kegelisahan Indra. "Jika dia ingin menghukum kita, dia akan melakukannya saat itu juga. Diamnya adalah izin."
Namitha dan Royale kembali ke dalam tubuh Indra, menjadi inti dan kekuatan yang tersembunyi.
Indra melayang sendirian di ketiadaan, dikelilingi oleh kehampaan. Ia terus merenungkan semuanya—cinta Evelia, pengorbanan Araya, dan harapan yang ia janjikan kepada Bahamut. Ia merenungkan bagaimana dari kehancuran absolut, ia dan Shiera diberi kesempatan kedua, sebuah hadiah yang dibayar dengan harga yang tak terbayangkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tiba-tiba, di hadapannya, ruang hampa mulai melengkung dan bersinar, bukan dengan cahaya portal dimensional, tetapi dengan cahaya universe yang baru.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kehampaan di sekitar Indra tiba-tiba bergetar, dan cahaya yang melengkung di hadapannya semakin membesar, siap menelannya. Tepat pada momen transisi itu, suara yang agung dan tak terbatas kembali beresonansi di inti keberadaan Indra.
Tiba-tiba suara Bahamut bergema—sebuah bisikan yang terasa seperti gemuruh kosmik.
"Aku telah menimbang, Raja," kata Bahamut. "Dan aku menemukan alasan yang cukup untuk membiarkan pengorbanan itu memiliki arti. Aku memberikan kalian kesempatan, bukan pengampunan. Aku memberikan kalian kehendak bebas di dunia yang tidak akan kalian hancurkan."
Bahamut memberikan Indra nasihat terakhirnya, sebuah petunjuk untuk bertahan hidup di dunia yang sama sekali baru.
"Dengarkan, Arch Guardian yang baru. Akan ada ujian terakhir sebelum perpisahan Namitha dan Royale di sana. Kalian tidak akan terus bersatu. Kekuatan purba harus kembali ke alam. Dan kau harus berjalan sendiri."
Suara Bahamut menjadi lebih spesifik, mengirimkan gelombang informasi langsung ke pikiran Indra.
"Kau memasuki dunia di mana waktu dan eksistensi berjalan berbeda. Evelia di semesta ini ada, tetapi dia belum menjadi milikmu. Dan kau, Indra, di semesta ini ada, tetapi kau belum lahir. Kau sedang dalam kandungan seorang wanita bernama Araya."
Indra tersentak. Araya! Kakak sepupunya, kini adalah sosok yang mengandung dirinya yang lain.
Bahamut memberikan saran agar menjadi sekutu Araya yang ada di semesta itu. "Lindungi dirimu yang belum lahir, dan wanita yang mengandungnya. Jadilah sekutu Araya di sana. Dan hidup damai dengan Evelia yang baru. Itu adalah takdir barumu: bukan Raja, melainkan Pelindung."
Cahaya menyilaukan menelan Indra. Ia merasakan dorongan kuat yang menariknya ke dimensi yang baru, membawa serta janji, duka, dan kekuatan dari universe yang telah ia korbankan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Cahaya menyilaukan mereda. Sensasi ruang hampa dimensi tergantikan oleh kehangatan dan aroma rumput basah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Indra tersadar di hamparan rumput luas. Ia terbatuk, berjuang untuk menarik napas. Sekelilingnya adalah hutan yang rimbun dan padang rumput yang luas. Lingkungannya terasa tenang, tidak ada reruntuhan, tidak ada aura iblis. Di sana terasa sangat kuno seperti era abad pertengahan; tidak ada menara kaca atau jalanan beton, hanya pepohonan dan langit yang bersih.
"Tuan? Tuan muda? Apakah Anda terluka?" tanya wanita itu, suaranya lembut dan khawatir.
Indra yang tersadar melihat wanita di hadapannya. Dia memiliki rambut hitam panjang, mata yang hangat, dan mengenakan pakaian bergaya kuno yang anggun. Indra merasakan keakraban yang menusuk, tetapi juga kebingungan yang mendalam. Ia mundur sedikit.
Ia merasakan wanita ini seperti ibunya, Nia Sayaka. Postur tubuh, kelembutan di matanya, bahkan cara wanita itu menatapnya, semua berteriak mengingatkannya pada Ibu yang telah lama meninggal.
Indra memaksa dirinya untuk tenang, mengingat peringatan Bahamut. Ia tidak boleh membuat kesalahan.
Indra akhirnya perlahan bertanya siapa nama wanita di hadapannya.
"Maaf, Nyonya. Saya... Saya tidak ingat. Bisakah Anda memberitahu saya, siapa nama Anda?" tanya Indra, suaranya masih parau.
Wanita itu tersenyum lembut "Tentu saja. Nama saya Nia Sayaka," jawabnya, kemudian mengerutkan alisnya. "Tuan Muda, apakah Anda terbentur sesuatu? Anda tiba-tiba saja muncul di padang rumput ini. Ini sangat tidak biasa."
Sang wanita kebingungan, tetapi kebaikan hatinya lebih dominan. Walau begitu, ia menyuruh Indra beristirahat dulu di sini.
"Tidurlah sebentar. Anda pasti kelelahan. Sebentar lagi saya akan selesai memetik tanaman obat. Setelah itu, mari saya antar ke desa terdekat," kata Nia Sayaka, kembali membungkuk untuk memotong beberapa tangkai tanaman yang ia cari, membiarkan Indra sendirian, tetapi merasa terlindungi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.