dikisahkan ada seorang gadis desa bernama Kirana, ia adalah gadis yang pintar dalam ilmu bela diri suatu hari, ayahnya yaitu ustadz Mustofa menyuruh Kirana untuk merantau ke kota karena pikirnya sudah saatnya ia untuk membiarkan putrinya itu mempelajari dunia di luar desa
Kirana memenuhi permintaan sang ayah dan pergi ke kota yang jaraknya tak terlalu jauh dari kampung halamannya. dan di sinilah Kirana mulai di hadapkan dengan situasi yang menguji keberanian serta kesabarannya, pertemanan, Cinta segitiga sampai akhirnya ia bertemu dengan takdir yang memang telah di putuskan untuk dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riris Sri Wahyuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
di antar pulang
"yaudah kalau gitu aku pergi dulu" ucap Kirana seraya berbalik untuk pergi.
"kamu, pulang jalan kaki? " Kirana mengangguk."iya lagian jarak kampus sama kontrakan gak jauh kok dari sini. " lanjutnya
Reyhan sempat menatap punggung Kirana yang mulai melangkah pergi, lalu buru-buru memanggilnya,
“Kirana, tunggu dulu.”
Kirana menoleh, sedikit heran.
“Kenapa?”
Reyhan mendekat beberapa langkah, wajahnya masih menyimpan sedikit kekhawatiran setelah kejadian barusan.
“Udah sore, apalagi baru aja ada orang yang nyerang di sekitar sini. gimana kalau aku antar aja sekalian, biar aman.”
Kirana tersenyum tipis sambil menggeleng.
“Gak usah repot, Rey. Aku baik-baik aja kok. Lagi pula aku juga bisa jaga diri aku sendiri dan lagi kontrakan ku sama rumah kamu kan nggak searah.”
Namun Reyhan tetap menatapnya serius, nada suaranya lembut tapi tegas.
“nggak papa, aku antar aja! Anggap aja… ini ucapan makasih aku karena kamu tadi udah bantu aku.”
Kirana terdiam sejenak, menatap wajah Reyhan yang tampak tulus namun tenang. Tatapan itu membuatnya sulit menolak.
Ia akhirnya menghela napas pelan dan tersenyum kecil.
“Yaudah deh… tapi cuma sampe depan gang kontrakan, ya.”
Reyhan mengangguk sekali.
“Oke”
Kirana pun naik ke boncengan belakang. Saat motor mulai melaju perlahan, suasana di antara mereka terasa hening hanya suara angin Sore yang berhembus, menyisakan rasa canggung yang aneh tapi hangat di antara keduanya..
Motor Reyhan melaju pelan di sepanjang jalan yang mulai lengang. suara mesin motor menjadi satu-satunya bunyi yang terdengar di antara mereka.
Kirana duduk di belakang, kedua tangannya memegang ujung jaketnya sendiri agak kikuk. Ia sebenarnya sedikit gugup, tapi berusaha tampak biasa saja.
Reyhan di depan tetap diam, fokus mengemudi. Namun sesekali matanya melirik ke kaca spion, memastikan Kirana duduk dengan aman. Setelah beberapa menit, ia akhirnya membuka suara, nadanya tenang namun lembut.
“Kamu sering pulang sendirian kayak gini?”
Kirana menatap ke arah punggung Reyhan. "iya, karena jarak dari kontrakan ke kampus juga nggak terlalu jauh. "
Reyhan hanya mengangguk pelan. “Hati-hati aja mulai sekarang. Tadi kamu lihat sendiri, keadaan nggak selalu aman.”
Kirana tersenyum samar. “iya aman jangan khawatir! aku juga bisa jaga diri sendiri.”
Reyhan sempat diam sebentar sebelum menjawab, suaranya rendah.
"aku tau tetapi tetap saja itu perlu. "
Kirana menunduk sedikit, tersenyum tanpa sadar. Ada sesuatu dalam nada bicara Reyhan tulus tapi tidak berlebihan, membuatnya merasa… dihargai.
Beberapa menit kemudian, motor berhenti di depan kontrakan sederhana dengan pagar besi kecil. Kirana segera turun, merapikan kain kerudungnya yang sedikit berantakan tertiup angin
“Udah sampai, makasih ya udah nganterin.”
Reyhan mematikan mesin motornya, lalu menatap Kirana. “Sama-sama. Oh iya, kamu yakin gak apa-apa sendirian di sini?”
“Iya, tenang aja. Aku udah biasa kok.” jawab Kirana dengan nada ringan.
Reyhan menatapnya sejenak, lalu mengangguk. “Kalau gitu, aku pulang dulu, assalamu'alaikum "
Kirana menatapnya sebentar, lalu tersenyum lembut.
“Iya, kau juga hati-hati di jalan waalaikumsalam.”
Reyhan mengenakan kembali helmnya. Saat mesin motor kembali menyala, Kirana sempat memperhatikannya beberapa detik sosok yang pendiam, lembut, tapi jelas memiliki sisi tegas yang kuat.
Motor itu pun melaju menjauh, meninggalkan suara mesin yang perlahan menghilang di antara jalanan sepi sore itu.
Kirana masih berdiri di depan kontrakannya, menatap arah kepergian Reyhan sambil bergumam pelan,
“Orang seperti dia… susah ditebak.”
Tina yang saat itu tengah bermain di halaman rumah melihat Kirana yang baru saja di bonceng oleh Reyhan, ia lantas segera menghampirinya.
"kak Kirana! "
Kirana kaget melihat Tina yang tiba-tiba telah berada di depannya. "kenapa Tina? "
"tadi kak Kirana pulang bareng kak Reyhan ya?" Kirana mengangguk pelan. "iya tadi kebetulan kami satu kampus dan kak Reyhan tadi juga nawarin kakak untuk ikut makanya tadi kakak bareng aja sama dia. "
"oh kirain ada sesuatu yang terjadi sebelum kalian bersama. " Kirana menggeleng pelan dan dengan lembut mengusap rambut gadis kecil itu. "nggak terjadi apa-apa kok, oh iya kenapa Tina Hari ini nggak ke masjid? "
"oh, kakak belum tau ya? setiap hari kamis ngajinya libur kak. "
"oh begitu. " tiba-tiba ibu Tina memanggilnya untuk pulang. Tina pun berpamitan pada Kirana dan ia pun pulang ke rumah
Sementara itu, di kejauhan, Reyhan menatap jalan lurus di depannya, tapi pikirannya melayang pada ketiga pria yang tadi mengeroyok dirinya, ia penasaran dengan orang yang sengaja menyuruh mereka untuk menyerangnya.
"apakah mungkin kalau Daniel yang menyuruh mereka? astagfirullahalazim..tidak, mungkin aja itu orang lain. tapi siapa? " batin Reyhan