NovelToon NovelToon
Seribu Hari Mengulang Waktu

Seribu Hari Mengulang Waktu

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Sistem / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:957
Nilai: 5
Nama Author: Aplolyn

"Tuan Putri, maaf.. saya hanya memberikan pesan terakhir dari Putra Mahkota untuk anda"
Pria di depan Camilla memberikan sebilah belati dengan lambang kerajaan yang ujungnya terlihat begitu tajam.
.
"Apa katanya?" Tanya Camilla yang tangannya sudah bebas dari ikatan yang beberapa hari belakangan ini telah membelenggunya.
"Putra Mahkota Arthur berpesan, 'biarkan dia memilih, meminum racun di depan banyak orang, atau meninggal sendiri di dalam sel' "
.
Camilla tertawa sedih sebelum mengambil belati itu, kemudian dia berkata, "jika ada kehidupan kedua, aku bersumpah akan membiarkan Arthur mati di tangan Annette!"
Pria di depannya bingung dengan maksud perkataan Camilla.
"Tunggu! Apa maksud anda?"
.
Camilla tidak peduli, detik itu juga dia menusuk begitu dalam pada bagian dada sebelah kiri tepat dimana jantungnya berada, pada helaan nafas terakhirnya, dia ingat bagaimana keluarga Annette berencana untuk membunuh Arthur.
"Ya.. lain kali aku akan membiarkannya.."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~ Bab 9

Tak butuh waktu lama bagi Camilla untuk kembali ke kamarnya, kini dia sedang mencatat ulang beberapa kejadian masa depan yang terjadi saat dulu dia hidup.

"Tuan Putri.. seharusnya anda lebih banyak berbicara dengan Putra Mahkota.. jika seperti ini, bagaimana saya bisa menyampaikan pesan pada Duchess?"

Camilla tak peduli dengan omelan Mary yang tak kunjung selesai sejak dia mereka tiba di kamar.

Ujung penanya terus menggores perkamen, sehingga menimbulkan suara geli, wajahnya serius, sangat fokus.

Mary yang melihat keseriusannya akhirnya diam dan mengganggu tuannya, dia menjaga jarak dan menunggu dengan tenang.

Ia dengan cermat Camilla mengurutkan fragmen-fragmen ingatannya secara kronologis, berulang kali memindahkannya ke sebuah buku kosong. Peristiwa-peristiwa penting terukir di atas kertas kulit yang lembut itu.

“Rasanya seperti menulis buku ramalan atau semacamnya.”

Mary hanya mengerutkan kening mendengar gumamannya.

Sebenarnya Camilla melakukan itu karna melihat Duchess Vandell tadi, dia ingin memastikan tanggal berapa hari ini dan apakah kejadian yang lalu akan segera terjadi.

Menurut ingatannya, sang Duchess akan meninggal dunia dalam sebuah perjalanan menggunakan kereta kuda.

"Mary.. coba kau tanyakan pada pengawal gerbang, kapan Duchess Vandell akan pulang?

Arthur memperlakukannya seperti seorang ibu, jadi dia begitu terpukul saat mendengar kematiannya.

“Ini seharusnya terjadi dalam waktu dekat.”

Beberapa menit kemudian Mary kembali dan berkata, "Duchess Vandell akan pulang petang ini, kereta kudanya bahkan sudah di bersihkan oleh para pelayan"

Apa aku bisa mencegahnya?

Tanda pikir panjang, Camilla berdiri, dia menarik rok dari gaunnya agar kakinya bisa berlari dengan cepat.

"Tuan Putri! Anda mau kemana??"

Mary yang panik hanya bisa mengikuti kemana Camilla pergi.

Camilla berlari cepat menyusuri lorong panjang istana, nafasnya memburu, tapi pikirannya lebih kacau daripada tubuhnya. Mary berusaha mengejarnya dari belakang, suaranya menggema di sepanjang dinding marmer.

“Tuan Putri! Mohon berhenti sejenak! Jika Anda berlari seperti ini dan terlihat orang, kita bisa mendapat masalah!”

Camilla tidak peduli. Yang ada di benaknya hanya satu yaitu waktu, ia tahu persis apa yang akan terjadi jika ia terlambat.

Kini, Camilla tidak bisa membiarkan itu terjadi lagi.

Ia membelok tajam, melewati beberapa dayang yang terkejut melihat seorang putri berlari dengan panik. Beberapa orang hendak menegur, tapi Mary cepat-cepat melambaikan tangan, memberi isyarat agar mereka tidak ikut campur.

Akhirnya, setelah berlari melewati dua sayap istana, Camilla sampai di halaman depan. Di sana, kereta putih dengan hiasan emas milik keluarga Vandell sudah siap.

Kusir sibuk memeriksa tali kekang kuda, sementara dua pelayan menata barang-barang kecil di bagasi belakang. Sang Duchess belum terlihat, mungkin masih berpamitan di dalam.

Camilla menahan napas, menepuk dadanya yang berdebar keras. Ia harus berpikir cepat.

“Mary,” ucapnya pelan, menatap lurus pada kereta itu. “Aku harus menghentikan perjalanan ini.”

Mary terperanjat. “Apa maksud Anda, Tuan Putri? Bagaimana mungkin kita bisa melakukan itu? Kereta itu jelas disiapkan khusus untuk Duchess Vandell. Jika Anda tiba-tiba ikut campur, bukankah akan menimbulkan kecurigaan?”

Camilla menggigit bibir bawahnya. Mary benar. Ia tidak bisa begitu saja menghentikan Duchess tanpa alasan kuat. Dunia ini bukan sekadar permainan. Segala tindakannya bisa memicu gosip atau bahkan kemarahan keluarga besar.

Namun, ia juga tidak bisa diam saja.

Kereta beroda empat itu, dengan eksterior putih dihiasi emas, tampak terawat baik, dan kuda-kudanya juga dalam kondisi bagus.

Penampilannya sangat mewah, dan di kedua pintu, tepat di samping gagang emas, terukir lambang keluarga Vandell yaitu seekor elang yang membawa perisai.

“Hm.”

Camilla mengeluarkan suara samar lalu mulai berkeliling, menginspeksi kereta itu dengan saksama.

Para pelayan yang ada disana meniru setiap gerakannya, sebenarnya tidak ada alasan khusus, mereka hanya mengikuti apa yang dilakukannya.

Sementara itu, kusir dan pelayan keluarga Vandell menatap dengan bingung, tak mengerti apa yang sedang terjadi.

Tepat ketika salah satu ksatria pengawal hendak maju untuk bertanya dengan sopan, Adipati Wanita dari keluarga Vandell keluar dari istana.

Banyak pertanyaan berputar di pikirannya, ketika melihat kedatangan Putri Mahkota, ia segera menyembunyikan ekspresinya dan berjalan mendekati kereta.

“Putri Mahkota Camilla...”

“Adipati Wanita.”

Adipati Wanita iti memberi salam hormat pada Camilla, walau ia tidak memiliki darah kekaisaran, namun sekarang dia dianggap bagian dari keluarga kerajaan.

Ia memandangnya dengan waspada.

“Boleh saya tahu apa yang sedang Anda lakukan di sini? Apakah ada masalah dengan kereta saya?”

“Aku kebetulan lewat dan mengenali lambang keluarga yang familiar. Kereta ini begitu megah, aku tidak bisa menahan diri untuk mengaguminya.”

Itu terdengar seperti alasan yang janggal, mengingat betapa terang-terangan ia menginspeksi kereta tadi. Para pelayan Vandell sebenarnya ingin berbicara, tapi situasi tidak memungkinkan.

“Kereta ini memang sungguh indah.”

“Terima kasih. Meski begitu, saya harus mengakui, saya merasa agak malu”

“Tidak sama sekali. Keluarga sebesar Vandell sepatutnya tidak menggunakan yang kurang dari ini. Namun…”

Camilla tersenyum santai lalu menunjuk ke roda depan kiri kereta.

“Apakah Anda tahu bahwa roda ini tampaknya agak longgar?”

“Maaf?”

“Dan kuda dengan surai cokelat itu juga tidak terlihat terlalu sehat. Saya khawatir sesuatu bisa terjadi pada Anda dalam perjalanan pulang.”

“Oh, astaga!”

Adipati Wanita terkejut. Mendengar reaksinya, para pelayan, kusir, dan ksatria pengawal segera memeriksa kereta. Memang tidak separah itu, tetapi roda itu memang lebih longgar dari biasanya, dan mata kuda itu tampak sedikit berkabut.

“Tapi Tuan Putri, menurut saya ini seharusnya masih cukup aman untuk digunakan.”

“Benarkah?”

Camilla, yang sedari tadi mengamatinya dengan cermat, segera menambahkan,

“Perjalanan kembali ke kediaman Vandell memakan waktu lebih dari satu jam, dan kalian harus menyeberangi jembatan, kita tidak tahu

tahu betapa berbahayanya kecelakaan kereta, bukan?"

Camilla menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya, "lagipula, istana memiliki banyak kuda dan kereta semewah ini, aku akan menyuruh mereka menyiapkan yang lain"

Ia tidak hanya menunjukkan masalah, tapi juga memberikan solusi yang jelas. Sang Adipati Wanita, begitu pula semua orang di sekitar, mulai merasa yakin.

“Saya akan dengan senang hati mengikuti kehendak mulia Anda.”

***

Malam itu, ibu kota diguncang kabar mengejutkan. Kereta sang adipati mengalami kecelakaan saat menyeberangi jembatan, kuda-kudanya panik dan berlari liar.

Roda kereta terlepas, dan kereta itu jatuh ke sungai, tenggelam ke dalam air yang dalam. Kusir, yang mengendarai sendirian, meninggal di tempat.

Untungnya, sang Adipati dan Duchess menggunakan kereta yang disediakan Kerajaan, sementara para pelayannya menumpang gerobak barang terpisah, sehingga korban tidak bertambah.

Semua orang menarik napas lega, meski rasa takut masih tersisa di dada mereka. Mereka tidak bisa tidak mengingat peringatan Camilla.

Sebuah rasa dingin menjalar di tulang punggung saat membayangkan apa yang bisa terjadi bila ia tidak ikut campur.

Keesokan harinya, sebuah surat tiba di Istana Peridot. Itu adalah pesan panjang dari sang Duchess, penuh ungkapan terima kasih. Bersamanya, ia mengirim sekotak manisan kesukaan Camilla.

[Seharusnya saya berkunjung langsung untuk mengucapkan terimakasih, namun keadaan tidak memungkinkan, oleh sebab itulah saya mengirimkan surat terlebih dahulu, ketika kesehatan saya membaik, saya pasti akan berkunjung untuk berterimakasih secara langsung. Sekali lagi, terimakasih karna telah menyelamatkan nyawa saya]

Setelah membaca surat itu hingga selesai, Camilla menyilangkan kaki dan menopang dagunya dengan tangan.

“Bagaimana kondisi sang Duchess?” tanyanya pada Mery yang ikut membaca surat itu sambil berdiri di belakangnya.

“Kudengar beliau terbaring sakit karna demam, benar-benar kelelahan, dia pasti sangat terkejut”

Camilla mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Syukurlah aku tidak terlambat.”

Camilla bersyukur karna kecurigaan waktu kejadian itu persis seperti yang dia duga adalah kemarin.

Pada akhirnya, tindakannya berubah menjadi intervensi yang tepat dan dia telah menyelamatkan sebuah nyawa.

Setidaknya sekarang, Arthur tidak perlu berduka…

“Ah!”

Tiba-tiba, rasa sakit yang membakar meledak di bagian dada Camilla yang membuatnya meringis kesakitan.

Tubuhnya ambruk sambil mencengkeram dada, rasa terbakar itu begitu menyiksa.

Melihat keadaan tuannya, Mary jadi terkejut, dia langsung maju dengan panik.

“Lady.. tidak.. Tuan Putri! Ada apa? Apakah Anda baik-baik saja?”

Camilla bahkan tidak bisa bersuara. Rasanya seperti ratusan jarum menusuk jantungnya, menembus seluruh tubuh.

Wajahnya memucat seputih kertas, napasnya terengah tanpa suara, bibirnya bergetar. Bahkan jari-jarinya yang mencengkeram erat kemejanya pun ikut bergetar.

“Tunggu apa lagi?! Panggil tabib istana! Cepat!”

Mary berteriak pada para pelayan, membuat mereka berlarian ke segala arah, detik itu juga istana segera dipenuhi suara langkah panik dan seruan mendesak, tapi Camilla tidak mendengarnya lagi.

Sekilas, Camilla mengingat sesuatu.

Merubah masa depan akan membuat mu menerima konsekuensi yang menyakitkan.

*Si*lan, seharusnya dia mengatakan seperti apa konsekuensinya*!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!