Aku tidak pernah tahu tentang bagaimana akhirnya. Mencintaimu adalah sesuatu tanpa rencana yang harus kutanggung segala konsekuensinya. Jika di izinkan Tuhan untuk bersama, aku bahagia. Tapi jika tidak, aku terima meski terluka. -Alea-
**
Hamil diluar nikah memang sebuah aib, tapi kenapa harus perempuan yang menanggung lebih banyak sikap dan penilaian buruk dari setiap orang.
Lalu, bagaimana dengan Alea? Dia hamil oleh kekasihnya, tapi tidak mendapatkan tanggung jawab dari pria yang telah menodainya.
Di hari pernikahan, Alea harus menerima jika dia harus menikah dengan Rean, suami pengganti untuknya. Kakak dari pria yang membuatnya hamil.
Lalu, pernikahan seperti apa yang akan dia jalani?
Aku hanya suami pengganti untukmu, kau harus pergi dari kehidupanku setelah bayi ini lahir. -Rean-
Bisakah aku memperjuangkanmu sebagai suamiku? -Alea-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap Yang Tidak Bisa Dimengerti
Kakek dan Nenek Rean melarang mereka pulang, jadi terpaksa harus menginap malam ini. Nenek menghampiri Alea yang sedang duduk diam di sofa dekat jendela, ditangannya ada sebuah buku yang dia temukan di laci nakas.
"Boleh Nenek duduk?"
Alea mendongak, dia tersenyum dan mengangguk. Nenek yang sudah terlihat tua, tapi masih cantik. Keriput di wajahnya tidak membuat cantiknya luntur.
"Bagaimana kandungan kamu?"
"Baik Nek, bayi dalam kandungan Alea sehat"
Tangan keriput itu memegang tangan Alea dengan lembut. Nenek tersenyum dengan lembut. "Kamu siap bertahan? Nenek tahu apa yang kamu lewati, kamu yang terlihat kuat, sebenarnya ada luka yang terlalu besar, kerapuhan yang hampir menghancurkan segalanya. Tapi, apa kamu siap untuk bertahan?"
Alea terdiam, penglihatannya sudah mengabur dengan air mata yang menggenang. Alea hanya berharap bisa bertahan terluka dengan cinta sepihak ini. Tapi, apa bisa dia bertahan? Terlalu menyakitkan dan terlalu sulit bagi Alea melewati semua ini.
"Nek, Alea tidak pernah menyangka akan seperti ini. Alea tahu, jika Tuan Rean tidak pernah suka dengan pernikahan. Bagaimana bisa, dia terpaksa dengan pernikahan ini. Tapi, salahkah jika Alea mencintainya?"
Nenek tersenyum hangat, dia meraih tubuh cucu menantunya dan memeluknya. "Tidak ada yang salah jika itu cinta, sekarang semuanya ada dalam pilihan kamu, Nak. Ingin bertahan dan memperjuangkan, atau pergi dan menyerah serta membawa lukanya sendiri?"
Alea merasa nyaman dan tenang dalam pelukan Nenek. Tidak pernah menyangka jika keluarga ini akan menerimanya dengan lapang, meski alasan Alea masuk ke keluarga ini juga tidak termasuk cara yang baik, meski Alea juga tidak pernah berniat memanfaatkan atau menjebak.
"Nek, ada yang ingin Alea ceritakan. Tapi bolehkah Nenek tidak menceritakan ini pada siapapun lagi, termasuk Tuan Rean?"
"Tentu, apa yang ingin kamu katakan. Ayo berbicara dengan Nenek"
Alea terdiam sejenak, terlihat cukup ragu untuk berbicara. Kedua tangannya saling bertaut tegang di atas pangkuannya. Alea menatap Nenek yang tersenyum hangat padanya.
"Nek, sebenarnya aku sudah kenal Kak Arthur sejak dulu..."
*
Rean keluar dari ruang kerja di rumah ini, ada sedikit pekerjaan yang harus di bahas dengan Kakek dan Papanya. Lalu, dia melihat Nenek dan istrinya sedang berbicara di sofa. Rean segera menghampiri mereka.
"Ayo istirahat" ucap Rean.
Alea mendongak dan mengangguk pelan, dia berdiri dari duduknya dan Rean langsung meraih tangannya.
"Nek, Alea istirahat dulu ya. Nenek juga istirahat"
"Iya Nak"
Nenek menatap kepergian cucunya dan istrinya dengan menghela napas pelan. "Takdir memang tidak ada yang tahu akan seperti apa"
Masuk ke dalam kamar, Alea duduk di pinggir tempat tidur. Dia ingin berganti pakaian untuk tidur, tapi lagi-lagi dia tidak persiapan membawa baju ganti. Karena dia pikir tidak akan harus tinggal seperti ini.
"Kau pergi ke kamar mandi dan ganti baju, Ibu sudah menyiapkan baju ganti untukmu. Aku tidak mau kejadian waktu itu terulang lagi, kau memakai bajuku"
Alea mengangguk, dia merasa lega dengan ucapan Rean. Karena ternyata Ibu mertuanya sudah menyiapkan baju ganti untuknya. Alea tahu jika Rean sangat tidak suka pakaiannya di pakai oleh Alea.
"Baik Tuan"
Setelah Alea berlalu ke ruang ganti, Rean duduk di sofa dengan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Memijat pelipisnya yang terasa cukup pening.
Suara dering ponsel membuatnya mau tidak mau beranjak dari sofa dan mengambil ponsel di atas nakas. Melihat siapa yang meneleponnya dan hanya menghembuskan napas kasar melihat nama yang tertera di layar ponsel.
"Ada apa?"
"Empat bulan lagi, aku akan kembali"
"Lalu?"
"Aku akan mengambil kembali Alea, aku akan mengambil tanggung jawabmu itu. Karena pasti kau merasa begitu berat menanggung tanggung jawab yang seharusnya itu adalah aku"
Tangan Rean mengepal kuat di sisi tubuhnya. Hatinya bergemuruh, dan dia seolah tidak suka dengan ucapan adiknya itu.
"Kau tidak perlu kembali!"
"Apa maksudmu? Bukannya kau sendiri yang menginginkan aku segera kembali"
"Tidak lagi, sekarang kau bisa lebih lama disana dan tidak perlu kembali"
Rean langsung menutup sambungan telepon. Melempar ponsel ke atas tempat tidur dengan kesal. Mengusap kasar wajahnya yang terlihat frustasi.
"Sial, kenapa aku marah?"
Tepat pada saat itu, Alea keluar dari ruang ganti. Melihat Rean yang berdiri di dekat tempat tidur dengan wajah dingin tidak bersahabat.
Dia kenapa? Tadi perasaan masih baik-baik saja. Kenapa sekarang terlihat kesal?
"Tuan kenapa?"
Rean melirik tajam pada Alea, dia menarik tangan istrinya hingga tubuh Alea terhuyung dan jatuh di pelukannya. Alea terkejut dengan itu, dia mendongak dan menatap suaminya yang menatap dengan tajam.
Ada apa ini? Aku salah apalagi?
"Kau ingat ini baik-baik, jangan pernah berpikir untuk membawa lari bayimu itu"
Alea terdiam, menatap mata Rean dengan lekat. Masih bingung, kenapa Rena mengatakan itu? Padahal sudah jelas jika Alea harus mengajukan perceraian setelah dia melahirkan.
"Maksud Tuan, aku harus pergi sendiri dan meninggalkan anak ini bersama kalian?"
"Apa maksudnya kau pergi? Kau hanya memanfaaatkan aku untuk menikahimu, dan sekarang pergi begitu saja? Iya?"
Alea menatap Rean dengan bingung, ucapan suaminya ini benar-benar membingungkan.
"Tapi 'kan Tuan sendiri..."
"Ingat, aku bilang jangan pernah melakukan apapun tanpa perintahku. Jika aku tidak suruh kau pergi, maka kau tidak usah pergi!"
Rean langsung berlalu begitu saja ke ruang ganti setelah mengatakan itu. Alea hanya menatapnya dengan bingung, sikap Rean benar-benar aneh dan berubah-ubah.
"Dia ini kenapa sih? Apa yang salah coba? Sikapnya ini tidak bisa aku mengerti"
Alea menghela napas pelan, lalu dia naik ke atas tempat tidur. Hari ini cukup melelahkan, dia berniat untuk pergi ke pemakaman orang tuanya besok.
"Maafkan Alea Ayah, Ibu, karena terlambat datang tahun ini"
Bukan salah Alea sebenarnya, tapi dia sendiri tidak tahu jika tanggal dan bulan kematian Kakek buyut suaminya juga sama dengan meninggalnya orang tuanya.
Setiap hari ini tiba, maka Alea akan merasa kesepian. Luka yang besar dia tanggung sendiri, dia tangguh meski dalam jiwa yang hancur. Kehilangan adalah sebuah luka yang bekepanjangan.
Bersambung
Aku aja pusing dengan sikap Rean
pasti arina dapetin bukti2 dr sam dgn syarat arina harus nikah deh sm sam,,,,
jika ada selain samuel membantu Arin,,berarti itu nanti yg menjadi kekasih nya,,,tapi aku besar kemungkinan bahwa Samuel lah yg memberikan itu bukti🤣🤣🤣🤣🤣
cowok badboy nih bos..senggol dong....