Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Bu Maryam mengerutkan kening karena tidak kenal dengan laki-laki yang membukakan pintu. Wajah orang itu terlihat dingin dan tatapan mata yang tajam, seperti Tuan Takur–tokoh penjahat di film India. Namun, dia teringat kalau Pak Radit sedang kedatangan saudaranya.
"Anda siapa?"
"Saya Bu Maryam. Pak Radit-nya ada?"
"Eh, Bu Maryam. Masuk dulu!" Pak Radit keluar dari kamarnya.
"Saya mau mengantarkan pesanan Bapak," kata Bu Maryam sambil mengangkat wadah berisi ikan bakar.
"Oh, terima kasih, Bu," balas Pak Radit. "Kenalkan ini sepupu saya. Namanya Wahyudi."
"Salam kenal," ucap laki-laki itu dengan ramah.
Bu Maryam undur diri karena akan pergi ke toko bersama Sabrina. Dia pun buru-buru pergi, di waktu bersamaan datang Ceu Siti membawa ayam panggang.
"Pak Radit, ini saya buatkan ayam bakakak. Dijamin rasanya enak!" kata Ceu Siti dengan penuh percaya diri.
Bu Maryam yang sempat menoleh langsung membuang muka. Tetangganya itu tidak menyerah untuk mendapatkan hati sang duda.
Sabrina menyuapi Zidan. Sudah tiga hari ini dia suka sekali menyuapi suaminya. Zidan, sih, nurut-nurut saja selagi itu membuat sang istri bahagia.
"Kenapa tidak makan sendiri? Malu dilihatin sama orang," ujar Bu Maryam.
"Mamah iri saja melihat keromantisan Neng sama Kang Zidan. Nanti kalau Mamah sudah nikah, minta disuapi juga sama suaminya," balas Shakila dengan bibir mengerucut.
Zidan tersenyum gemas. Jika sedang di rumah, bibir Sabrina pasti sudah dikecupnya. "Sudah jangan manyun begitu."
"Iya, nanti kalau mamah punya suami akan minta disuapi juga," balas Bu Maryam.
Zidan yang sedang makan terkejut sampai menyemburkan makanannya ke muka Sabrina. Tentu saja dia panik dan langsung membersihkan muka istrinya.
"Maaf, Neng!" Zidan memastikan tidak ada makanan yang menempel pada wajah Sabrina.
"Akang ...." Sabrina merengek.
"Jangan nangis. Nanti akang ajak jalan-jalan ke pasar malam," ucap Zidan merayu.
"Pasar malam," gumam Sabrina, lalu tersenyum.
Di kampung mereka sedang ada kegiatan pasar malam di alun-alun kecamatan. Banyak warga yang datang ke sana mulai dari jam tiga sore sampai jam dua belas malam.
***
Kedua tangan Sabrina penuh dengan makanan. Tangan kanan memegang gula-gula kapas dan tangan kiri memegang rujak. Sementara Zidan membawa jajanan lainnya, seperti; martabak manis, martabak telor, cireng, gorengan, dan bandros.
"Kang, mau naik komedi putar," kata Sabrina sambil menunjuk ke arah kuda-kudaan yang berputar di tunggangi anak-anak usia TK dan SD.
"Aduh, Neng. Jangan naik itu, takut enggak kuat nanggung berat badan Neng," kata Zidan. "Naik kereta Tayo saja, ya?"
Awalnya Sabrina menolak, tetapi ketika melihat ada banyak ibu-ibu dan anak-anak naik mobil berbentuk kereta berwarna biru dengan tulisan "Tayo", maka dia pun setuju. Betapa senangnya wanita itu bisa naik bersama dengan suaminya.
Setelah tiga kali keliling, kereta Tayo itu berhenti. Zidan turun terlebih dahulu, lalu dia memegangi tangan Sabrina saat turun biar tidak jatuh.
"Zidan ... Sabrina?" sapa Pak Radit yang berpapasan dengan pasangan suami-istri itu.
Zidan dan Sabrina melihat Pak Radit bersama seorang laki-laki paruh baya. Mereka ingat dengan ucapan Bu Maryam kalau tetangganya itu sedang kedatangan saudaranya.
"Pak Radit, sedang jalan-jalan juga?" tanya Zidan dengan ramah.
"Iya. Ini sepupuku ingin makan martabak, jadi aku ajak saja ke pasar malam," jawab Pak Radit.
Zidan melihat Pak Wahyudi menatap tajam kepada Sabrina. Dia langsung merasa tidak enak. Ditambah Sabrina mencengkeram tangannya dengan kuat.
"Kalau begitu kami duluan, Pak. Sudah malam, waktunya istirahat," ujar Zidan.
Setelah pertemuan dengan Pak Radit dan Pak Wahyudi, Sabrina menjadi diam. Selama perjalanan tidak terdengar celotehannya. Tentu saja ini membuat Zidan khawatir.
"Neng, ada apa?" tanya Zidan sebelum masuk ke dalam rumah.
"Entah kenapa aku tiba-tiba saja merasa takut ketika melihat saudaranya Pak Radit," jawab Sabrina.
"Ada sebelumnya pernah bertemu?" tanya Zidan yang merasa heran.
Sabrina menggelengkan kepala. Dia merasa asing dengan wajah Pak Wahyudi, tetapi dia merasakan ketakutan yang tidak bisa dijelaskan kenapa bisa muncul perasaan itu.
Sabrina dan Zidan tidak bisa tidur. Setiap memejamkan mata, Sabrina selalu terbayang tatapan mata Pak Wahyudi yang seperti ingin memakannya hidup-hidup. Sementara Zidan, merasa tidak tenang karena istrinya selalu merasa takut dan resah.
"Neng, bobo, ya? Sudah akang kekepin, nih! Kok, tidak tidur juga," bisik Zidan.
Biasanya Sabrina akan langsung tertidur jika sudah berbaring dan dipeluk sama Zidan. Namun, malam ini dia tidak bisa tidur.
"Tidak bisa tidur, Kang. Mata laki-laki itu selalu saja muncul dalam otakku," balas Sabrina.
"Kalau begitu, sekarang tatap mata akang!"
Sabrina melihat bola mata milik Zidan yang jernih. Alisnya cukup tebal dan hidungnya mancung. Wanita itu malah terpesona dan mengagumi ketampanan suaminya.
"I love you, Sabrina!" ucap Zidan dan membuat perasaan Sabrina melambung tinggi.
Wanita itu senang dan tersenyum malu-malu. Jantung Sabrina berdetak kencang. Digombalin sedikit saja sudah mengubah suasana hatinya
"I love you too ...!" Sabrina mengecup bibir Zidan, lalu menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang suami.
Tidak sampai tiga menit Sabrina sudah tertidur pulas. Zidan terkekeh karena merasa istrinya itu lucu. Dia pun memejamkan mata sambil memeluk tubuh wanitanya.
***
Pagi-pagi sebelum azan Subuh berkumandang, Zidan menemui Bu Maryam. Dia ambil kesempatan selagi Sabrina pergi berwudhu.
"Mah, Zidan titip Sabrina, ya? Tolong perhatikan dia. Apalagi ketika ada orang baru atau orang asing mendekatinya," kata Zidan dengan suara pelan.
"Memangnya kenapa?" tanya Bu Maryam belum paham.
"Sabrina menjadi aneh setelah bertemu dengan sepupunya Pak Radit. Bahkan semalam dia tidak bisa tidur," jawab Zidan.
"Apa?" Bu Maryam terkejut. "Mamah juga merasa tidak nyaman dengan tatapan mata Pak Wahyudi."
Mendengar itu Zidan menjadi semakin khawatir. Apalagi saat ini ada orang yang sering mencelakai istrinya.
"Shaka masih sakit, jadi tidak bisa diajak diskusi masalah ini," batin Zidan.
"Akang, kok, belum pergi ke masjid? Keburu adzan, loh!" Sabrina terkejut ketika melihat suaminya masih ada di rumah.
"Ini akang mau berangkat," balas Zidan.
Bu Maryam sekarang harus waspada dengan keadaan sekitar. Dia tidak boleh membiarkan Sabrina pergi seorang diri, walau cuma ke warung Wa Eneng.
"Neng, hari ini kita nanam kangkung, yuk!" ajak Bu Maryam setelah mereka selesai sarapan.
"Nanam di halaman belakang, Ma?" tanya Sabrina.
"Iya," jawab Bu Maryam. "Tapi, mamah cangkul dulu tanahnya. Neng kasih pakan ayam dan ikan, ya!"
"Oke, Mah!"
Dengan ini mereka akan sibuk dan tidak perlu ke luar rumah. Bu Maryam bingung harus melakukan apa. Karena Sabrina orangnya tidak bisa diam. Selalu saja ada hal yang ingin dia lakukan.
"Sabrina!" Ketika asyik berkebun, Ceu Romlah memanggil Sabrina.
"Ada apa, Ceu?" tanya Sabrina yang menghentikan pekerjaannya memberi makan ayam.
"Tadi ada nyariin kamu. Orangnya ada di depan rumah," jawab Ceu Romlah.
"Hah! Siapa?"
"Entahlah, nggak kenal."
***
ya walaupun pak Yadi bapak kandung kamu
tapi setidaknya hargai perasaan ibu kamu
mau enaknya sendiri pingin ngulek mukanya 😡😡
becek2 ke mulut pak yadi & niken biar kapok