NovelToon NovelToon
LINTASAN KEDUA

LINTASAN KEDUA

Status: tamat
Genre:Action / Mafia / SPYxFAMILY / Identitas Tersembunyi / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia / Tamat
Popularitas:78.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Warning!
Bagi yang berjantung lemah, tidak disarankan membaca buku penuh aksi laga dan baku tembak ini.

Sejak balapan berdarah itu, dunia mulai mengenal Aylin. Bukan sekadar pembalap jalanan berbakat, tapi sebagai keturunan intel legendaris yg pernah ditakuti di dunia terang & gelap. Lelaki yg menghilang membawa rahasia besar—formula dan bukti kejahatan yg diinginkan dua dunia sekaligus. Dan kini, hanya Aylin yg bisa membuka aksesnya.

Saat identitas Aylin terkuak, hidupnya berubah. Ia jadi target. Diburu oleh mereka yg ingin menguasai atau melenyapkannya. Dan di tengah badai itu, ia hanya bisa bergantung pada satu orang—suaminya, Akay.

Namun, bagaimana jika masa lalu keluarga Akay ternyata berperan dalam hilangnya kakek Aylin? Mampukah cinta mereka bertahan saat masa lalu kelam mulai menyeret mereka ke dlm lintasan berbahaya yg sama?

Aksi penuh adrenalin, intrik dunia bawah, dan cinta yg diuji.

Bersiaplah menembus "LINTASAN KEDUA"—tempat di mana cinta & bahaya berjalan beriringan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Jaringan Luas

Akay menatap ke luar melalui jendela kecil di sisi mobil. Asap pekat masih menggulung di belakang, menyelimuti lorong seperti kabut neraka.

"Mereka pasti sudah pakai mode thermal," gumamnya, matanya menyipit. "Lempar granat kejut."

"Siap, Bos!" sahut anak buahnya dengan semangat, tangan sudah sigap menggenggam granat.

Kazehaya tersenyum tipis, menyandarkan punggungnya ke kursi yang berguncang halus. "Benar-benar pantas jadi anak Riandi... dan anak angkat Neil."

Wanita bertopi rajut ikut menoleh, meski wajahnya masih pucat karena luka tembak. Sebuah senyum samar melengkung di bibirnya.

"Wardhana pasti bangga punya cucu menantu sepertimu."

Akay mengalihkan pandangannya sejenak, seolah hendak menyembunyikan ekspresi. Rahangnya mengeras, tapi di matanya terpantul seberkas emosi yang sulit ditebak—antara rasa bangga dan beban tanggung jawab.

Kanzaki hanya melirik sejenak tanpa berkata apa-apa, sementara sang sopir yang mendengar percakapan mereka menarik sudut bibirnya, nyaris seperti senyum yang ditahan.

Di sebelah Akay, Aylin menatap dua anak buah Akay yang membuka celah kecil pintu belakang. Tatapannya tajam, namun bibirnya diam—ia hanya mengamati.

"Makan nih," gumam salah satu dari mereka. Lalu dengan lemparan cepat dan akurat—

GRRAAK!

BOOMM!

Ledakan membelah udara di ujung lorong. Kilatan cahaya putih menyilaukan memancar seperti kilat siang bolong, diiringi dentuman yang memekakkan telinga dan menghantam gendang siapa pun yang berada terlalu dekat.

Gelombang kejut menghantam para pengejar—beberapa langsung terpental ke belakang, terjerembap menabrak tembok. Yang lain roboh sambil memegangi telinga, wajah mereka meringis kesakitan.

“Aaaakh! Apa itu tadi?!”

“Keparat! Itu granat kejut! Kita disapu!”

Beberapa mencoba bangkit, tapi masih limbung, pandangan kabur dan telinga berdenging keras.

Sementara itu, mobil lapis baja terus melaju, meninggalkan medan kerusuhan yang berasap dan penuh jeritan.

Salah satu pengejar membanting helmnya ke tanah, matanya merah karena asap dan frustrasi.

“Mereka lolos lagi! KITA SUDAH DEKAT!”

Di atas, sniper menggeram, meninju sisi tembok dengan marah.

“Kurang ajar... mereka tahu caranya melumpuhkan titik bidik.”

“Tenang,” sahut pemimpin mereka dengan suara beracun melalui radio. “Mereka pikir ini kemenangan? Kita buat itu jadi penyesalan.”

Aroma mesiu dan asap masih menempel di udara saat granat terakhir meledak. Suara ledakan menggetarkan lantai mobil sesaat sebelum pintu ditutup rapat.

Mobil lapis baja itu sudah berbelok cepat, melewati jalan sempit yang tampaknya tak tercatat di peta. Sopirnya tetap tenang, membelokkan kemudi dengan presisi dingin, seakan jalan itu telah dihafalnya seumur hidup.

Akay menahan desahannya, menoleh ke anak buah di kursi samping. "Bom asap dan granat kejut berhasil?"

"Lemparan bersih, radius tutup sesuai estimasi. Mereka buta arah sekarang," jawab anak buah Akay seraya menatap monitor kamera kecil di dashboard.

"Bagus. Kirim sinyal ke tim bayangan. Suruh sapu jejak di rute barat, hapus semua bekas roda dan kamera jalan."

Anak buahnya segera mengangguk, mengetuk perangkat komunikasinya dua kali. "Unit tiga, aktifkan protokol bayangan. Bersihkan rute dan bakar sampah jejak. Ulangi, bersihkan rute dan bakar jejak."

Akay memindahkan pandangannya ke luar, menatap asap yang makin menjauh dari balik kaca kecil. Wajahnya serius, penuh konsentrasi.

“Jangan anggap kita aman. Mereka cepat belajar,” gumamnya rendah.

Kanzaki menoleh dari sisi belakang, masih menekan luka wanita bertopi rajut. “Tapi untuk sekarang... kita punya napas sebentar.”

Mobil lapis baja itu terus meluncur, membelah jalan sempit dengan kecepatan terkontrol.

Asap mulai menipis.

Dari kejauhan, beberapa pengejar keluar dari kabut dengan batuk tertahan. Salah satu dari mereka menyeringai penuh frustrasi.

“Bom asap dan granat. Mereka benar-benar merencanakan ini. Brengsek!” umpat salah seorang pengejar.

Tiga menit kemudian

Asap perlahan menghilang, menyisakan jejak serpihan granat dan bekas roda berat yang menorehkan aspal—jejak yang terlalu dalam untuk dihapus.

Salah satu pemimpin kelompok pasukan Balthazar menunduk, menatap bekas ban itu. "Mereka pikir bisa sembunyi? Kita tahu arahmu, bajingan."

Sniper yang sempat menembak wanita bertopi rajut mengamati dari ketinggian. Keringat membasahi alisnya. "Mereka lenyap dalam kabut. Konfirmasi: target menghilang dari visual."

“Tidak ada panas mesin di drone. Sensor tak membaca vibrasi spiritual. Mereka sudah keluar dari jangkauan radar,” lapor operator dari belakang mobil tempur.

Salah satu pria berpakaian hitam menekan komunikator di kerahnya. “Informasikan ke Komandan.”

Beberapa detik kemudian, sambungan terbuka.

“Unit Bravo ke Komandan V, target berhasil lolos. Terakhir terlihat memasuki jalur tak tercatat. Diduga arah barat laut.”

Di sisi lain kota, seorang wanita berambut perak berdiri di antara reruntuhan gudang tua, tubuhnya tegak, mata dinginnya tak berkedip.

"Black Nova menerima. Teruskan pencarian. Jangan biarkan mereka mencapai titik penggabungan," ucapnya singkat, lalu memutus sambungan dan menoleh ke pria kekar bertato di sebelahnya. “Balthazar tak akan suka ini.”

Pria bertato itu—anak buah setia Balthazar—mengetuk helmnya dua kali. "Suruh tim ketiga bergerak. Aku akan urus ini sendiri."

Sementara itu, di atas atap sebuah gedung tinggi, pria bertopeng berdiri dengan tubuh tegap, matanya tajam menembus sisa asap yang terbawa angin. Ia memerhatikan mobil yang melesat, menghantam kabut sebelum menghilang di balik tikungan sempit.

"Formula itu... tak bisa jatuh ke tangan yang salah," bisiknya pelan, suaranya penuh ketegasan.

Ia menatap jauh ke depan, seolah menembus waktu dan ruang.

"Dunia belum siap untuk apa yang tersembunyi di dalamnya. Kalau sampai formula itu jatuh ke tangan yang salah, akan ada kekacauan yang tak terkendali."

Anak buahnya muncul di belakang, setengah membungkuk.

“Perintah, Tuan?”

Pria bertopeng menghela napas dalam, menyimpan keraguan. "Pastikan formula itu tetap aman. Jangan sampai mereka memanfaatkannya untuk tujuan gelap. Jika perlu, kita hancurkan semuanya.”

Suara deru angin menambah kesan tegang di sekitar mereka, sementara pria bertopeng kembali menghilang dalam bayang-bayang atap, meninggalkan anak buahnya yang hanya bisa menatap punggungnya dengan penuh hormat.

***

Mobil lapis baja berhenti sejenak saat belokan sempit muncul. Sopir tua bermata tajam itu mengambil jalur dengan presisi mengagumkan, nyaris tanpa suara. Di dalam mobil, suasana hening kecuali suara napas berat wanita bertopi rajut yang masih menahan sakit.

Akay memerhatikan pria yang menyetir—wajah asing, tak ada tanda khas pasukan Rayyan, bukan juga dari unit Neil.

Ia mencondongkan tubuh ke depan.

“Siapa kau?” tanyanya waspada. “Kau bukan orang Papa. Bukan juga dari jaringan Uncle.”

Pria itu tersenyum tipis. “Aku bukan siapa-siapa.”

Akay tetap menatap tajam. “Kalau bukan siapa-siapa, kenapa tahu jalur ini?”

Aylin ikut melirik. Kazehaya dan Kanzaki bersiap jika perlu turun tangan.

Akhirnya pria itu menjawab, masih dengan mata lurus ke depan.

“Buntala dan aku... pernah bertukar hidup. Dia selamat karena aku gagal mati. Kau bisa bilang... kami sahabat lama.”

Akay terdiam. Kalimat itu cukup untuk menyadarkannya bahwa pria ini tahu banyak hal yang tak seharusnya diketahui orang luar.

Mobil melaju kembali, membelah jalan sempit menuju kota tua.

Aylin melirik Akay sekilas.

Di balik wajah serius suaminya, ada ketenangan yang tidak ia mengerti sepenuhnya—akar dari pengalaman dan jaringan luas yang seolah tak pernah habis.

"Kalau bukan karena Akay dan orang-orang yang muncul entah dari mana ini… mungkin aku sudah tertangkap atau mati sejak kemarin.

Dunia ini… terlalu rumit untuk dihadapi sendirian."

Kazehaya menyipitkan mata. Tatapannya menajam ke arah pria asing itu.

"Nada bicaranya datar, presisi. Seperti seseorang yang hidupnya sudah terlalu lama berdampingan dengan maut."

Ia mengangguk pelan.

"Akay… bukan pria biasa. Bahkan jejak bayang-bayang masa lalu Buntala bisa dia sentuh."

Kanzaki menahan senyum. Gerakannya nyaris tak terlihat.

Ia paham. Ini bahasa diam dari dunia bawah: infiltrasi, sabotase, eksekusi senyap.

Jika pria itu sahabat Buntala, maka mereka berbicara tentang level yang sangat berbeda.

Dan Akay bermain di sana. Entah sejak kapan.

"Bagus. Artinya Aylin benar-benar ada di tangan yang tepat."

Di kursi belakang, wanita bertopi rajut menyandarkan tubuhnya perlahan. Luka di lengannya masih nyeri, tapi pikirannya sudah berjalan lagi.

Nama Buntala—nama yang cukup disegani di dunia intelijen —tiba-tiba disebut begitu saja.

"Masa lalu belum mati.

Dan Akay… mungkin dia simpul baru dari jaringan lama itu. Atau penerusnya."

Sementara itu, di balik kemudi, salah satu anak buah Akay—pria muda dengan earset dan bekas luka di pelipis—mendongak sejenak sambil bersiul kecil.

“Bos kita hebat juga,” gumamnya.

Ia tak tahu siapa pria itu. Tapi cukup lihat bagaimana Kazehaya mengamati, dan bagaimana Kanzaki diam.

Itu sudah cukup.

Bos mereka bukan cuma kuat. Tapi punya punggung baja dan bayangan yang panjang.

Dan itu cukup membuat siapa pun bangga ada di pihak yang benar.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
endang purwanti
sampai di sini, imaginasi penulis luar biasa. sukses n berkarya terus
phity
thanks tuk cwritanya...
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama, Kak.🤗
total 1 replies
Fadillah Ahmad
Kok Belum ada Status Tamatnya kak Nana? Apakah Ada Exstra Partnya kak Nana?
🌠Naπa Kiarra🍁: Enggak, Kak. 🙏
Fadillah Ahmad: 😁 Baik kak... Aku Kira ada Exstra Partnya kak Nana... 😁
total 3 replies
Felycia R. Fernandez
Selamat Akay dan Aylin...💓💗💖
kalian pejuang sesungguhnya...
berjuang untuk hidup dan berjuang untuk menciptakan kehidupan yang baru...
Love sekebon untuk pasangan satu ini
🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉
Felycia R. Fernandez
akhirnya...
yang di nantikan ,Aylin....
kegigihan mu membuahkan hasil 🎉🎉🎉🎉🎉
abimasta
trumakasih thor sudah menyuguhkan cerita yg sangat bagus
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama, Kak.🤗
total 1 replies
Siti Jumiati
luar biasa kak Nana kereeeeeeeen.... akhirnya Akay dan Aylin memiliki keturunan hasil dari kesabaran dan pengorbanan mereka akhirnya bahagia. terimakasih kasih atas karyanya kak semangat nulisnya walaupun sampai bermata oanda. sehat dan sukses selalu 🤲 nggih
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama, Kak 🤗
total 1 replies
asih
Wow, this is a really good novel, sis.
dan akhirnya AA couple punya keturunan

sebagi catatan utk para ilmuan yg hebat jika menemukan formula,ramuan, obat atau apalah itu jika ketemu dengan Hati yg tulus dan baik serta amanah Akan Aman utk dunia,tapi jika Salah di tangan orang Akan berakir COVID-19 banyàk Korban dgn alasan pembersihan,padahal ilmuan bukan tuhan tapi sok mengatur kehidupan
best buat kak nana 👍😁
Puji Hastuti
ARKANA, terimakasih thor ceritamu luar biasa
Anonim
Akhirnya Aylin dan Akay diberiNya keturunan telah lahir jagoan mereka - Akay junior - Arkana namanya.
Terima kasih Author karyamu sungguh bagus - terima kasih tetap semangat dalam berkarya untuk menyelesaikan cerita ini walaupun di separo cerita ini cuma dapat bayaran capai dan mata panda. Semoga banyak rejeki dari yang lainnya, GBU.
🌠Naπa Kiarra🍁: Aamiin. Makasih, Kak. 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
Fadillah Ahmad
Alhamdulilah Kak Nana Memberikan Akay dan Aylin Keturunan. Terimakasih kak Nana. 🙏🙏🙏
Hanima
lanjut saja Kak 😁🙏
Marsiyah Minardi
Terharu sekali baca part ini ...
durrotul aimmsh
karya yg benar2 luar biasa kak...i love the wise lessons of this story
sansan
ahhh kak nana.... tdk menyangka akan ending spt ini.... bagus bgt kak... byk kata2 penuh arti...
partini
happy ending ❤️❤️❤️❤️
syisya
semoga ailyn hamil buah dari kesabarannya selama ini sama" anak tunggal kasihan kalau tidak ada anak
Fadillah Ahmad
Luar Biasa.
Fadillah Ahmad: Amiin Kak... 🙏🙏🙏
🌠Naπa Kiarra🍁: Aamiin. Terima kasih KK. Moga KK juga sehat. dan sukses selalu. Aamiin. 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 4 replies
abimasta
waahh tak terasa sudah mau tamat aja
Siti Jumiati
akhir2 ini pusing kayaknya sudah mulai ada tanda2 kehamilan, semoga hikmah dari kesabaran mereka akhirnya nya mereka bisa mendapatkan keturunan. lanjut kak Nana
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!