NovelToon NovelToon
(Boy)Friendzone

(Boy)Friendzone

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rizca Yulianah

Hara, gadis perfeksionis yang lebih mengedepankan logika daripada perasaan itu baru saja mengalami putus cinta dan memutuskan bahwa dirinya tidak akan menjalin hubungan lagi, karena menurutnya itu melelahkan.
Kama, lelaki yang menganggap bahwa komitmen dalam sebuah hubungan hanya dilakukan oleh orang-orang bodoh, membuatnya selalu menerapkan friendzone dengan banyak gadis. Dan bertekad tidak akan menjalin hubungan yang serius.
Mereka bertemu dan merasa saling cocok hingga memutuskan bersama dalam ikatan (boy)friendzone. Namun semuanya berubah saat Nael, mantan kekasih Hara memintanya kembali bersama.
Apakah Hara akan tetap dalam (boy)friendzone-nya dengan Kama atau memutuskan kembali pada Nael? Akankah Kama merubah prinsip yang selama ini dia pegang dan memutuskan menjalin hubungan yang serius dengan Hara?Bisakah mereka sama-sama menemukan cinta atau malah berakhir jatuh cinta bersama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizca Yulianah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Suasana Baru Rasa Baru

Hara mematut dirinya di cermin yang menempel jadi satu dengan lemari pakaiannya. Menelisik penampilannya dari atas ke bawah pada pantulan cermin berukuran seluruh tubuh tersebut.

Pakaiannya rapi, mengingat ini adalah meeting resmi pekerjaan, make up-nya juga terlihat natural, karena memang dia tidak terlalu pandai bersolek. Secara keseluruhan tampilannya layak mendapatkan bintang tiga, namun hatinya merasa ada yang mengganjal.

Dia mendekatkan wajahnya ke cermin, menatap lekat-lekat make up matanya. Kali ini dia sengaja menggunakan mascara dan eyeliner waterproof yang terkenal anti badai, berjaga-jaga saja kalau tangisnya tak terbendung, dia masih bisa menunjukkan wajah tangis cantiknya.

Untuk alasan yang jelas dia bisa mengartikan arti degupan jantungnya yang bertalu-talu, itu adalah perasaan nervous karena harus berhadapan dengan sang mantan. Tapi dia merasa degupan ini lebih dari sekedar rasa grogi, seperti ada sebuah firasat yang ikut andil menimbulkan rasa mulas di perutnya.

"Apa gara-gara susu ya?" Hara menebak-nebak, sarapannya pagi tadi hanya sepotong roti dan segelas susu.

Hara bolak balik menghela napas untuk menenangkan jantungnya. Meyakinkan diri bahwa yang dia temui adalah Nael, cowok yang selama dua tahun pernah membersamainya.

Nael bersikap dingin? Bukan pertama kalinya. Nael cuek? Bukan rahasia umum. Nael ketus? Itu mah makanan sehari-hari Hara. Lalu kenapa harus grogi?

Hara menanamkan afirmasi-afirmasi itu di otaknya, berharap korteks selebral di otaknya menyerap itu untuk kemudian di teruskan ke sistem limbik, bagian dari otak yang bertugas mengatur emosi dan menyebabkan pelepasan neurotransmitter hormon endorfin, dopamin dan juga serotonin yang tentunya sangat berpengaruh pada suasana hati, emosi dan perilakunya.

Hara menatap jam dinding kamarnya, sudah waktunya untuk pergi, Nael tidak suka dengan jam karet.

"Rileks" Hara menghembuskan napas lagi. "Pasti lancar, pasti baik-baik saja" Yakinnya mantap pada bayangan dirinya sendiri yang ada di dalam cermin di hadapannya.

Dirasa cukup menenangkan diri, dia pun pergi setelah menyambar tas ransel yang ada di gantungan sudut kamarnya.

Matahari sudah naik dan hampir menyentuh puncaknya, ini adalah meeting sekaligus makan siang, jika Hara tidak salah, mengingat biasanya mereka begitu.

Jalanan kali ini sedikit lenggang, mungkin banyak para budak corporate menghabiskan weekend-nya dengan hanya rebahan di rumah atau lebih memilih pergi keluar saat matahari telah terbenam, menghindari panas matahari yang benar-benar menyengat jahat saat siang.

Grand City, adalah mall yang berada di kawasan elit. Banyaknya toko-toko barang bermerk menjadikannya mall yang menyasar kaum atas. Seperti biasa mall tersebut selalu ramai setiap weekend.

Setelah Hara memarkirkan motornya di area parkir motor basement, dia berjalan menuju lift untuk naik ke lantai enam.

Di lantai tersebut terdapat restoran makanan jepang yang setiap mejanya memiliki bilik sendiri, lebih privat dan nyaman untuk meeting atau berkencan.

Nisa yang kemarin menghubunginya mengatakan bahwa mereka akan meeting di restoran tersebut karena mendadak "bos kecil" perusahaannya ingin ikut.

Hara mengecek kembali ponselnya, masih kurang sepuluh menit dari jadwal temu mereka. Dia melihat kembali aplikasi berlogo huruf M dan mencari email yang di kirimkan oleh Nisa.

Memastikan di bilik mana tempat pertemuan mereka.

"Selamat siang" Hara menuju ke arah meja pemesanan, "Atas nama Nisa atau Nael" Lanjutnya menginformasikan. Dia tidak tau restoran kali ini di booking atas nama siapa.

Setelah mengecek daftar reservasi, petugas perempuan muda itupun mengantarkan Hara ke bilik bernomor lima yang ada di pintu gesernya.

"Silahkan disini tempatnya" Tunjuknya dengan sopan ke arah pintu geser yang masih tertutup.

"Terima kasih" Hara mengangguk dan tersenyum.

Setelah pelayan muda itu pergi, Hara kembali mengatur napasnya yang pendek-pendek, buah dari rasa groginya.

Dia mengetuk beberapa kali dan kemudian membukanya. Nael dan Nisa sudah berada di dalam, kelihatannya sedang berdiskusi, karena mereka sama-sama menatap laptop dan memegang setumpukan kertas.

"Oh bu Hara" Nisa yang ceria berdiri dan menghambur ke arah Hara.

"Selamat siang" Nisa langsung saja meraih tangan Hara dan bercium pipi kanan dan kiri. "Wah bu Hara cantik banget" Pekiknya riang.

Hara melihat Nisa, gadis cantik yang kali ini memakai dress selutut berwarna pastel bunga-bunga dengan rambut bergelombang yang di urai dan mengenakan sebuah bandana kecil.

Suaranya riang dan ceria. Langkahnya anggun dan wajahnya di hiasi make up tipis namun menonjolkan kesan imut.

Nisa memang secantik ini atau Hara saja yang baru menyadarinya?

Mendadak sebuah perasaan aneh langsung menyerang telak di ulu hatinya. Menimbulkan sensasi cekikan aneh di leher.

"Selamat siang juga" Suara cicitan aneh keluar dari bibir Hara, sampai-sampai Hara sendiri pun tidak bisa mengenalinya.

"Lagi sakit bu Hara?" Tanya Nisa bingung mendengar suara cicitan bergetar aneh milik Hara.

"Hara saja" Hara mengkoreksi. Agak tidak nyaman mendengar orang lain memanggilnya sesopan itu dengan wajah super ceria, cantik dan imut seperti Nisa. Apalagi kelihatannya mereka seumuran.

"Mana saya berani bu Hara" Nisa menepuk pelan lengan Hara. "Saya panggil mbak Hara aja boleh kan?" Lanjutnya lagi dan kemudian terkekeh.

"Senyamannya kamu aja, gak perlu terlalu formal" Jawab Hara tergagap. Suasana yang dia hadapi saat ini bener-benar terasa tidak nyaman. Mendadak saja tubuhnya terasa mengecil tidak percaya diri.

"Ok kalau gitu saya, eh aku panggil mbak Hara aja ya?" Suara nyaring Nisa kembali terdengar. Membuat Hara semakin geragapan.

"Duduk yuk" Nisa langsung mendorong pelan bahu Hara dan mendudukkannya di kursi yang ada di depan Nael.

"Nggak usah buru-buru meeting-nya mbak Hara, masih belum telat kok datangnya" Lanjutnya lagi sembari berjalan kembali ke arah tempat duduknya di samping Nael.

Hara melirik ke arah Nael yang hanya serius menatap ke arah laptopnya. Benar-benar membuat suasana menjadi canggung.

Hara mengucapkan banyak-banyak rasa syukur karena Nisa ikut, bisa di bayangkan kalau hanya ada mereka berdua di ruangan sempit ini dengan sikap dingin Nael sebagai latar suasananya. Sudah pasti membuat perut Hara semakin mulas tak karuan.

"Loh katanya ada bosnya ikut?" Hara mencoba mencairkan suasana, dia mengeluarkan laptop miliknya dari dalam tas ransel yang dia letakkan di kursi sampingnya.

"Iya belum dateng" Nisa kembali menjawab dengan ceria. "Mentang-mentang bos ya begini ini" Lenguhnya kesal, namun semakin menambah kesan lucu dan imut pada diri Nisa.

"Katanya bukan bu Helena ya?" Hara mencoba berbasa-basi memperpanjang percakapan sekaligus mencoba mencairkan suasana.

"Iya ini cucunya bu Helena" Bisik Nisa dengan mengerlingkan mata. "Namanya pak Rama" Lanjutnya memberikan informasi.

Hara tersenyum melihat cara bicara Nisa yang imut, membuatnya teringat akan Alisya, tetangga sekaligus muridnya ceriwis, lucu, dan kekanak-kanakan.

Mungkin Nisa akan sangat nyambung sekali kalau berteman dengan Alisya.

"Oohh..." Hara hanya melenguh panjang dan mengangguk-angguk paham, bingung juga harus menjawab apa.

"Kita mulai aja" Suara dingin Nael mendadak kembali menimbulkan perasaan mulas Hara, padahal chit chat-nya dengan Nisa sudah mengurangi perasaan gugupnya tadi.

"N-nggak nunggu b-bos dulu" Hara tergagap saat menjawab Nael. Dia heran kenapa Nael bisa sesantai itu berhadapan dengannya. Apa memang karena Nael sudah benar-benar move on darinya? Secepat itu? Baru satu bulan.

"Dia cuma terima beresnya aja, lagipula dia juga bukan bagian dari perusahaan" Jawab Nael datar dan tegas.

Tak ingin memperumit keadaan, Hara menyetujui saja usulan Nael. Dia segera membuka laptopnya, menyalakan, dan kemudian mencari file berkas-berkas yang akan mereka bahas kali ini.

"Ganteng juga pacarnya" Suara bass dari arah belakang Hara membuatnya terhenyak kaget.

Hara yang duduk membelakangi pintu segera menoleh. Matanya membulat penuh demi melihat sosok yang saat ini berdiri di depannya.

"Selamat siang" Baik Nael maupun Nisa berdiri menyambut kedatangan bos kecil mereka.

"Siang" Balasnya singkat dan ramah dengan senyum lebar yang terpajang di wajahnya.

"Siang?" Kama menoleh ke arah Hara memberikan sapaannya.

"S-siang?" Hara tergagap bingung. Harus berapa kali lagi Hara di buat tergagap menghadapi situasi demi situasi di luar nalarnya ini.

"Duduk di sini kan?" Kama langsung saja mendudukkan diri di kursi sebelah Hara setelah sebelumnya mengambil ransel milik Hara. Dan sekarang Kama sedang memangkunya.

Nael dan Nisa hanya mengangguk, terlihat mereka juga sama tegangnya dengan Hara, namun mungkin tidak ada seperseratus ketegangan Hara.

Bagaimana tidak, di sampingnya saat ini ada Kama, orang yang beberapa hari terakhir wara wiri di hidupnya, mulai dari amplop berisi uang, telepon aneh bernada putus asa, keinginan untuk mati, lalu buket bunga menggemparkan berbahasa minta maaf, dan sekarang apa lagi? Bos kecil kliennya?

Kebetulan yang ironi sekali bukan?

"Wah maaf ya" Kama menggaruk belakang kepalanya. "Saya nggak prepare apa-apa buat meeting" Ujarnya sungkan karena melihat ketiga orang di depannya masing-masing menghadap laptop dan juga kertas-kertas berisi laporan.

Tentu saja Kama tidak mempersiapkan apapun, yang dia persiapkan hanya penampilan terbaiknya dengan kemeja putih yang di padukan dengan celana katun berwarna khaki tua, serta sepatu putih polos, dan jangan lupakan tatanan rambutnya yang super klimis.

Hara masih saja terbengong-bengong menatap orang yang kini duduk di sebelahnya.

What the hell is going on here...

Jerit batin Hara dengan ekspresi syok yang tidak bisa lagi dia sembunyikan.

"Nggak kerja?" Kama mengerling ke arahnya dan tersenyum. Sungguh senyum yang mempesona andai saja lawannya bukan Hara.

"Iya" Hara hanya menjawab sekenanya karena masih di liputi syok.

Apa yang mau di rapatkan, di bahas? Semua materinya menguap hilang begitu saja dari kepala Hara. Sikap profesional? Hara malah terlihat seperti anak magang amatiran yang ketahuan mencuri sesuatu di hari pertamanya berkerja.

"Untuk laporan anggaran..." Nael mendongak melihat ke arah Hara, namun yang dia dapatkan adalah pemandangan Hara yang menatap lekat ke arah Kama.

"Ehem" Nael berdehem keras, memutus pandangan Hara kepada Kama. Dengan geragapan Hara kembali ke layar laptopnya.

"Laporan anggarannya" Nael mengulang ucapannya dan mengulurkan kertas ke arah Hara.

Dengan sungkan Hara menerima kertas pemberian Nael.

"Tolong yang fokus bu Hara" Suara Nael dingin, sembari menahan kertas yang kini berusaha di tarik Hara.

Sepertinya Hara akan menggunakan seluruh kekuatan tenaga dalam serta tenaga cadangannya dalam meeting menyesakkan kali ini.

"Maaf" Cicit Hara lirih, mengabaikan sentakan kertas uluran dari Nael.

Baru permulaan dan Hara sudah menggunakan hampir lima puluh persen energinya. Dia menghela napas panjang.

"Karena saya nggak bawa laptop atau apapun, saya gabung ke laporannya bu..." Suara Kama membuat Hara ikut menoleh ke arahnya.

Dan yang terjadi adalah Kama sedang memandanginya dengan alis yang bertaut.

Apa? Kenapa? Mau apa?

Hara mencoba mengartikan tatapan Kama padanya.

"Hara" Jawaban itu malah muncul dari suara nyaring Nisa.

"Saya gabung ke laptopnya bu Hara aja kalau begitu, boleh kan?" Kama mengerling kepada Hara, membuatnya lagi-lagi syok mendengar ucapan Kama.

What the double hell!

Hara tak habis pikir, bagaimana bisa Kama berpura-pura tak tau siapa namanya padahal mereka sudah saling terpaut oleh serangkaian kejadian aneh akhir-akhir ini.

The perfect actor

Hara mencelos dalam hatinya, demi mendapati Kama yang terlihat sangat sangat sangat santai sekali.

Hara menggelengkan kepala, perasaan campur aduk nervous mulasnya kini tergantikan oleh sedikit rasa dongkol.

"Ini di baca apa?" Tiba-tiba saja jari ramping Kama menunjuk ke layar laptop di hadapan Hara. "Saya tidak mengerti bahasa keuangan" Lanjutnya kemudian.

Hara menoleh ke arahnya, memasang tampang poker face andalannya.

"Saya ngertinya bahasa yang lain, seperti bahasa bunga contohnya" Lanjut Kama setengah berbisik sambil mengerlingkan sebelah matanya.

Mau tak mau Hara menunjukkan seringai miring menghina di sertai desahan "cih".

Orang yang ada di hadapannya saat ini benar-benar sakit jiwa seperti yang di katakan Sinta. Sia-sia saja khawatir padanya kemarin malam, menganggap ucapannya tentang keinginan untuk mati adalah keseriusan.

Karena laki-laki yang ada di hadapannya saat ini terlihat sangat menikmati hidupnya.

Tak seperti dugaan Hara sebelumnya, rapat kali ini berjalan sangat lancar dan Hara mampu mendapatkan kembali sikap profesionalnya, terima kasih untuk Kama, berkatnya yang membuat Hara dongkol, Hara jadi sangat fokus dalam pekerjaannya.

"Kalau gitu untuk rapat selanjutnya membahas masalah laporan keuangan konsolidasi" Nael mengakhiri pembahasan mereka kali ini, dan kemudian membereskan tumpukan-tumpukan kertas yang berserakan di meja.

"Nanti jadwal rapatnya saya kirimkan ke Nisa" Balas Hara yang juga ikut merapikan kertas-kertas di hadapannya.

"Mbak Hara kirim ke nomer pribadi saya aja, gak perlu melalui telepon kantor lagi atau email" Suara nyaring Nisa memang selalu bisa mencairkan suasana.

"Oh boleh" Hara mengangguk mengiyakan, dia kemudian menoleh mencari-cari tasnya.

Hara mengerutkan kening mendapati tasnya sedang di pangku dan di peluk sedemikian rupa oleh Kama. Dia mengulurkan tangan meraih tasnya, namun yang di luar dugaan adalah Kama malah menahannya.

Hara melotot ke arah Kama, namun Kama seolah tak melihatnya, masih tetap menahan tas yang kini di peluknya semakin erat.

Tak ayal, adegan tarik menarik pun terjadi.

"Pak tolong tas saya" Geram Hara dari sela-sela gigi namun di iringi senyum di wajahnya.

"Oh iya sorry sorry" Kama melepaskan tas milik Hara sembari tersenyum juga. Kelihatan sekali dia memang sengaja.

Hara menghela napas, berusaha menahan emosinya. Lalu membuka tasnya untuk mencari dompet miliknya. Setelahnya dia mengeluarkan secarik kartu nama dan memberikannya kepada Nisa. Kartu nama yang sama persis seperti yang dia berikan kepada Rio dan kemudian di kembalikan Kama dalam keadaan hina, kusut tak berbentuk.

Pemandangan aneh tarik menarik itu tak luput dari pengawasan Nael, dia heran melihat Hara yang bersikap seperti itu kepada Kama padahal mereka baru pertama kali bertemu, terlebih lagi status Kama yang sebagai bos di sini.

"Maaf bu Hara, habis di sini dingin, jadi keterusan meluk tasnya" Alasan Kama sembari mengerlingkan matanya.

Hara memilih mengabaikan setiap kerlingan dan senyuman menggoda dari Kama. Orang sakit jiwa sepertinya memang senang senyum-senyum sendiri, begitulah isi pikiran Hara kali ini, memaklumi setiap tindakan Kama yang seolah berniat memancing emosinya.

"Ehem" Lagi-lagi Nael berdehem dengan keras. Membuat Hara menoleh ke arahnya.

"Saya permisi ke toilet dulu" Ucapnya dingin ke arah Hara, dengan pandangan menusuk seolah memerintah Hara untuk mengikutinya.

Nael berdiri dan kemudian pergi begitu saja. Hara menghela napas panjang penuh rasa lelah. Dia hapal benar pandangan tadi adalah kode dari Nael bahwa dia ingin Hara untuk segera menyusulnya.

Hara meraih ponselnya yang ada di sebelah laptop. Lalu dengan ogah-ogahan berdiri.

"Maaf semuanya, saya ada telepon, saya angkat dulu" Pamitnya dengan senyum yang di paksakan.

Nisa yang masih sibuk menata berkas-berkas itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Sedangkan Kama, tidak usah di tanya lagi, pandangannya penuh dengan rasa keheranan.

Secanggih apa ponsel milik Hara sampai-sampai dalam keadaan layar mati dan diam tak bergerak bisa menunjukkan panggilan masuk.

Tidak jago berbohong, eh?

Seringai miring Kama demi mengetahui sesuatu tentang diri Hara.

"Nisa" Panggil Kama.

"Ya pak Rama" Jawab Nisa mendongakkan wajahnya.

"Nanti kalau ada meeting lagi dengan bu Hara tolong kabari saya ya" Perintahnya sopan dan tersenyum.

"Baik pak" Jawab Nisa mengangguk paham.

"Kalau gitu saya mau keluar dulu, menyelesaikan urusan bill-nya" Pamit Kama dan kemudian berdiri.

"Tapi pak..." Nisa buru-buru mencegah. "Ini masuk anggaran perusahaan, jadi bayarnya pakai kartu perusahaan" Terang Nisa.

"Nggak papa, biar saya aja, nanti biaya meeting ini buat kamu sama siapa itu satu lagi..." Kama berusaha mengingat-ingat nama Nael.

"Pak Nael" Saut Nisa cepat.

"Iya buat kamu sama Nael jajan aja, terserah kalian mau beli apa, yang sesuai anggaran kantor" Pungkasnya dan kemudian pergi keluar ruangan, hendak menuju ke arah kasir restoran.

"Sering-sering lah begini" Kekeh Nisa girang. Serasa tertimpa durian runtuh, meskipun harus lembur di weekend, tapi dia mendapat bayaran dobel.

Kama kini sedang celingukan mencari dua manusia yang dia yakini saat ini pasti sedang mengobrol berdua.

Jangan remehkan insting-nya kalau sudah berhubungan dengan urusan cinta-cintaan. Gelagat Hara dan Nael tadi sudah terbaca sejak awal oleh Kama.

Cara Hara menatap Nael dan Nisa sangat berbeda, apalagi saat menatapnya. Jika tatapan Hara sayu penuh haru ke arah Nael, maka tatapan Hara kepadanya adalah sebuah gambaran penuh emosi bergejolak, seolah berisi sumpah serapah makian yang bisa meledak kapan saja.

"Untuk meja nomor lima totalnya... " Suara petugas kasir itupun di hentikan oleh lambaian tangan Kama yang menyuruhnya menyudahi keterangan yang akan dia sampaikan.

Kama mengulurkan sebuah kartu hitam mengkilat bertuliskan American Express card. Kasir itu pun menerimanya dengan sopan dan kemudian segera menggeseknya di mesin edc yang tersedia.

"Terima kasih at.." Lagi-lagi petugas kasir pun tak bisa menyelesaikan kalimatnya, karena sang pemilik kartu sudah buru-buru meraih kartunya dan pergi begitu saja.

Kama berjalan menuju ke arah toilet yang ada di dalam restoran, insting-nya mengatakan disanalah mereka berdua sedang berada.

Namun tinggal beberapa langkah lagi menuju lorong toilet, Kama dapat mendengar sayup-sayup suara Hara.

"Aku bukannya..."

"Udahlah" suara Hara terpotong oleh Nael. "Kamu itu ya begini nih, sendirinya bilang mau belajar tanpa aku, tapi sekarang apa, sudah punya pacar baru kamu" Tuduh Nael sengit, tak memberikan Hara celah sekalipun untuk membela diri.

"Nael ka...." Hara masih berusaha menyuarakan pembelaannya.

"Jangan WA WA aku lagi deh, aku kira kamu udah berubah, nggak taunya masih aja egois, giliran udah putus gini malah rajin ngirim WA, pas masih jalan kamu kemana aja? Aku ngirim WA sekarang kamu balasnya nanti malam" Nael kembali memotong kata-kata Hara.

Kama melihat perdebatan mereka dari balik tanaman besar di ujung lorong, dia menatap Hara yang sudah memasang wajah kelelahan dan menyerah.

"Terus apa-apaan sikap kamu sama pak Rama tadi, mau tebar pesona gitu? Ternyata selera kamu yang kaya-kaya, bilang dong kalau matre" Tuduh Nael tanpa jeda.

"Keganjenan kamu" Pungkas Nael dengan sinis dan kemudian pergi begitu saja meninggalkan Hara yang sekarang sedang bersandar di tembok.

Hara mendongakkan kepalanya agar bisa bersandar di tembok, matanya terpejam dengan helaan napas panjang berulang kali.

Interesting....

Kama menatapnya dari kejauhan, Hara yang saat ini ada di hadapannya sangat berbeda dari kebanyakan wanita-wanita yang pernah dekat dengannya.

Jika di persentasikan, dari sepuluh wanita yang dekat dengan Kama, maka kesepuluhnya akan menunjukkan perilaku dan sifat yang hampir sama.

Tidak mungkin mereka, para wanita Kama, akan mau di tinggalkan dalam kondisi kalah debat seperti itu. Yang ada dari kesemuanya, mereka akan berteriak, memaki, mengutuk kalau perlu menampar demi bisa menang debat dengan makhluk keturunan adam.

Namun lihatlah Hara sekarang, terdiam sembari bolak balik menghela napas demi mengatur emosinya.

Oke, suasana baru rasa baru

Kama menyunggingkan senyumnya.

1
ArianiDesy
Buat Neil jgn balikan lagi sama Hara deh,kan kamu yg buang Hara,,,
kasih kesempatan sama Kama dong,buat taklukkin Hara😁😁
ArianiDesy
O.o.... apakah bakalan bucin duluan ini pak Kama😁😁😁😁
ArianiDesy
ohhh,ini toh tugas negara nya😁😁😁...
menjaga pujaan hati jangan sampai di bawa lari cowok lain🤣🤣🤣
ArianiDesy
wkwkwkwkwk.....
Nggak kuat aku lihat Kama tersiksa sama Hara🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
ArianiDesy
Pengen ngakak deh sama Kama,pinter bener ngakalin Hara...
aku bakalan nungguin kamu yang bucin duluan sama Hara😁😁😁
ArianiDesy
Aku dukung deh pak Kama,gaass kan ngedeketin Hara 😁😁😁😁😁😁
ArianiDesy
Jangan kan Kama,aku saja ngga sabar nunggu besok mereka ketemuan😁😁😁😁😁😁
ArianiDesy
Emang belum sih,tapi Otw punya cowok Hara nya,Nael😁😁😁😁😁
ArianiDesy
wkwkwkwkwk....
tiba-tiba banget Pak Polici kirim buket bunga pagi' 😁😁😁😁😁
ArianiDesy
pengen ngakak lihat kelakuan Kaman sama Hara ini🤣🤣🤣
ArianiDesy
Kasihan juga sih ya sama Kama,gimana dia ngelawan rasa trauma nya bikin ikutan sakit😔...
tapi kenapa tiba-tiba Hara telp ya????
ArianiDesy
Hara emng dari kampung tapi tidak kampungan loh,termasuk berada apa nggak menyesal itu Kama ngejudge Hara sampai segitunya🙄🙄🙄
ArianiDesy
Masih dendam aja kamu,Kama🙄🙄
ArianiDesy
Hara baik banget maw ngajarin anak' belajar 🥰🥰🥰🥰
ArianiDesy
Emng harus perang urat dulu ya baru mereka dekat, Thor 😁😁
Rizca Yulianah: sabar bestiiii, gak tau kenapa skr pikiran ku kalau ceritanya ujuk2 jatuh cinta terus sama2 jadi kayak aneh, gak relate sama isi kepala yang udah banyak pikiran 😂
total 1 replies
ArianiDesy
Thor,,,nggak pingin double up gitu 😁😁, sebenarnya nggak terlalu suka sama yang on going tapi aku dah terlalu cinta sama ni novel😍😍😍😍
Risa Amanta
TK aamiini Git
Risa Amanta
serius kama ini seorang polisi...???
Risa Amanta
pesona laki2 tukang celup buat apa..hhiiii.. ngeriii
Risa Amanta
sabar Hara..laki2 masih banyak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!