Enggak dapet anaknya, Ayahnya pun jadi.
Begitu pula Isvara Kinandari Heksatama, gadis cantik patah hati karena pujaan hatinya menikah dengan wanita lain. Isvara atau yang kerap disapa Isva melakukan hal yang diluar nalar yaitu menikahi Ayah dari pria yang cintai yaitu Javas Daviandra Bimantara.
Keputusan terburu-buru yang diambil Isva tentu saja, membuat semua orang terkejut. Tidak terkecuali sang adik yaitu Ineisha Nafthania Heksatama, bagaimana tidak. Pria yang dinikai oleh Kakaknya adalah Ayah mertuanya sendiri, Ayah dari Archio Davion Bimantara.
Pria yang Isvara cintai memang menikah dengan adiknya sendiri, tentu hal itu membuatnya sangat sakit hati karena yang dekat dengan Archio adalah dirinya. Namun, Archio secara tiba-tiba malah menikahi Ineisha bukannya Isvara.
Demi menghancurkan pernikahan Ineisha dan Archio, Isvara harus tinggal bersama mereka. Salah satu caranya yaitu menikah dengan salah satu keluarga Archio, sedangkan yang bisa ia nikahi hanyalah Javas seorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 | Putus Hubungan
Isvara tersenyum dalam hati, ia tidak menyangka seorang Javas ternyata sangat pintar mengarang. Dirinya saja sama sekali tidak pernah terpikir bisa mengarang tentang semua itu dengan runtut. Sepertinya banyak yang percaya dengan cerita karangan Javas.
Satu pukulan terkena wajah Javas. "Jika kamu memang benar-benar mencintai dan ingin menikahi putri saya, harusnya kamu datang ke rumah dengan baik-baik meminta izin menikahi putri saya. Bukan malah seperti ini, apapun alasan Isvara harusnya kamu tidak langsung setuju. Dengan kamu menikahi Isvara tanpa restu saya, sama saja kamu tidak menghargai putri saya. Sekalipun saya tidak memberikan restu seperti yang Isvara takutkan, kamu harusnya bisa meyakinkannya bahwa kamu akan memperjuangan restu."
Ucapan Darius memang benar, tidak salah ia ingin putrinya perlakukan dengan baik oleh pria yang hendak menikahinya. Jika seperti ini, orang tua manapun tidak akan suka. Pria itu belum mencoba meminta restu tetapi takut duluan, seperti sudah kalah sebelum perang.
Mungkin jika pernikahannya dengan Javas itu pernikahan sungguhan, tentu Isvara pun tidak ingin menikah tanpa restu dan tidak diminta secara baik-baik kepada keluarganya. Padahal itulah letak keseriusan seorang pria untuk wanita itu.
Namun, pernikahan ini hanyalah pura-pura. Dan dadakan juga, jadi tidak ada lamaran dan sebagainya. Padahal Isvara ingin merasakan itu semua, ya mungkin saja di pernikahan selanjutnya baru ia merasakannya.
"Kamu sudah memelet putri saya ya? Karena itu putri saya yang masih muda dan cantik mau menikah denganmu, jika alasannya karena uang tentu tidak mungkin. Sejak kecil sampai sekarang Isvara tidak pernah kekurangan uang. "
Javas tersenyum sambil memegang bekas pukulan Darius, ia sejak tadi sangat berusaha menahan diri untuk tidak membalas pukulan mertuanya. "Saya tidak mungkin melakukan seperti yang Anda tuduhkan Tuan Darius, sekarang ini sudah jaman modern. Tidak mungkin ada melakukan pelet pada Isvara, kami berdua sungguh-sungguh jatuh cinta."
"Saya nggak percaya kamu!"
"Terserah, Anda saja Tuan Darius." Kini mata Darius beralih menatap putri sulungnya yang sejak tadi diam di tempatnya.
"Apa jangan-jangan kamu sudah menyerahkan diri kamu kepadanya Isvara, karena hamil jadi meminta dinikahi secara buru-buru olehnya?"
Isvara memandang Papanya dengan tatapan sulit yang sulit diartikan. "Pa? Apa Papa benar-benar mengatakan hal itu ke aku?"
"Kenapa? Enggak suka kamu? Enggak terima kamu, sungguh melakukan saya punya putri seperti kamu."
"Papa kenal aku sejak kecil, mana mungkin aku bisa berbuat itu. Selama ini aku sangat menjaga diriku, Pa. Tapi kenapa Papa dengan tega menuduhku sekejam ini? Apa begitu salahnya aku mencintai Mas Javas dan memilih menikah dengannya, walau memang tanpa memberitahu Papa dan Mama."
Tuduhan yang dilayangkan oleh sang Papa, sangat menyakiti hati Isvara. Padahal yang melakukan hal itu malah Ineisha, ingin sekali Isvara membongkar semuanya. Namun, ia juga tidak yakin mereka akan lebih percaya ucapannya dibandingkan dengan Ineisha.
"Jangan dengarkan, Papa kamu, sayang. Mama yakin kamu bukan perempuan seperti itu, kamu anak baik," bela Aina.
"Isvara memang bukan perempuan seperti itu, ia sangat menjaga kehormatannya. Saya juga tidak mungkin melakukan hal diluar batas kepada Isvara. Untuk masalah pernikahan dadakan yang tanpa restu ini, ini semua salah saya. Lebih baik kalian semua salahkan saya, jangan salahkan Isvara. Isvara bukan perempuan yang seperti dituduhkan oleh, Anda Tuan Darius." Javas pun memasang badan membela Isvara, karena baginya tuduhan Darius kali ini sangatlah keterlaluan.
"Alah, sok-sok'an kamu belain, bilang aja semua yang saya bilang itu benar," ujar Darius tetap kekeh bahwa dia benar.
"Pa! Udah, Papa keterlaluan, Mama nggak suka Papa bilang gitu. Mama percaya putri yang Mama lahirkan, tumbuh menjadi perempuan yang baik. Mama nggak kuat dengerin semua tuduhan Papa, sekarang mending kita pulang aja," ajak Aina sambil memegang tangan suaminya.
"Ayo kita pulang, Isvara. Kamu juga ikut pulang sama Mama, Papa dan Eyang, Papa nggak mengakui pernikahan kamu," ujar Darius sambil menarik paksa tangan putri sulungnya.
"Pa tolong lepasin tangan Papa, tangan aku sakit. Aku nggak bisa ikut pulang. Aku harus tetap di sini, karena suamiku tinggal di sini," tolaknya dengan halus. Demi memuluskan rencananya, terpaksa Isvara menolak ajakan Papanya untuk pulang.
Javas tidak diam saja, pria itu membantu Isvara terlepas dari Darius. Karena bantuan Javas, tangan Isvara akhirnya bisa lepas. Tangan gadis itu terlihat sangat merah, karena tadi Darius memegangnya dengan kasar. "Tolong jangan sakiti istri saya, karena saya nggak akan diam saja."
"Owh, kamu mau jadi pahlawan kesiangan atau bagaimana?"
"Saya hanya melakukan apa yang menurut saya benar, Tuan Darius." Darius dengan membabi buta memukuli Javas, bukan hanya sekali seperti tadi. Tentu tindakan Darius membuat semua orang terkejut, Isvara berusaha untuk membela Javas hingga terkena pukulan Darius.
"Cukup!" teriak Tiana yang langsung membuat Darius berhenti memukuli Javas. "Dari tadi saya diam saja melihat kamu memarahi, menghina bahkan memukul putra saya. Tetapi sekarang tidak lagi, kamu sangat keterlaluan sekali. Kamu telah membuat putra saya babak belur. Kamu lihat bukan putra saya saja yang jadi korban, tetapi putri kamu juga. Sebenarnya masalah ini tidak sebesar itu, kamulah yang memperbesar masalahnya Darius."
"Putra Tante memang salah, berani-beraninya menikahi putri saya yang masih muda. Dasar pedofil!"
"Darius! Kamu benar-benar ya. Sekarang kalian semua pergi dari rumah saya, saya tidak akan menerima kedatangan kalian jika hanya untuk membuat masalah di rumah saya," usirnya dengan tegas.
"Isvara! Papa bilang kamu cepet ikut pulang sama Papa, atau kamu mau Papa seret kamu seperti tadi." Setelah mendapatkan pengusiran dari Tiana, jelas Darius tidak ingin berlama-lama di rumah ini. Dan dirinya juga tidak ingin pulang jika tidak membawa Isvara ikut dengannya.
"Pa, tolong ngertiin aku. Aku udah dewasa, aku berhak untuk mengambil keputusan. Keputusanku tetap tinggal di tempat di mana suamiku tinggal." Isvara tetap kekeh menolak ajakan pulang dari sang Papa.
"Isvara sayang, ikut pulang sama Mama ya, nak. Nanti kita obrolin masalah ini di rumah, kalo di rumah bisa ngobrol dengan kepala dingin," ujar Aina mencoba membujuk putrinya dengan berbicara dengan lembut.
"Maafkan aku, Ma. Aku nggak bisa ikut pulang, tetapi nanti kalo aku ada waktu aku pasti akan berkunjung ke rumah," tolaknya sekali lagi.
"Nak..." panggilnya dengan lirih. "Pulang ya, ini demi kebaikan kamu juga." Tetapi Isvara tetap pada pendiriannya, gadis itu menggeleng pelan.
"Aina kamu nggak perlu mengemis pada anak nggak tahu diri itu. Isvara semua keputusan ada di kamu, kamu mau ikut pulang atau tetap tinggal di sini tetapi Papa akan memutuskan hubungan denganmu," tegas Darius.
"Pa, kamu nggak boleh seperti itu." Aina menggeleng pelan, ia tidak setuju dengan ucapan suaminya.
"Terserah Papa aja," jawab Isvara pasrah. "Toh, selama ini Papa selalu bersikap pilih kasih ke aku, Papa lebih sayang Ineisha dibandingkan ke aku. Papa tidak benar-benar pernah menganggap keberadaan ku, aku juga juga butuh kasih sayang Papa. Tapi apa Papa perduli, yang Papa pedulikan cuma Ineisha dan Ineisha. Aku dan Ineisha sama-sama anak Papa, kami sama-sama perempuan. Tapi perlakukan Papa ke kami sangatlah berbeda, andai Ineisha terlahir sebagai anak laki-laki. Mungkin Papa langsung buang aku detik itu juga."
Akhirnya, Isvara mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini ia pendam.
"Jaga bicara kamu, Isvara. Nggak seharusnya kamu bicara kayak gitu sama Papa. Papa ini Papa kamu, Papa yang sudah membesarkan kamu dari kamu kecil. Seperti ini balasan kamu."
"Aku akui, Papa memang membesarkan aku. Tapi hanya dengan materi, Papa sangat kurang dalam memberikan kasih sayang ke aku. Yang Papa prioritaskan sejak Ineisha lahir itu cuma Ineisha, padahal aku juga anak Papa," ujarnya dengan terisak.
"Apa perlu aku kasih tau semua perlakuan Papa dan Mama yang selalu pilih kasih padaku dan Ineisha?"
"Cukup! Sekarang kamu ikut pulang sama Papa, Papa nggak mau dengar lagi ucapan kamu yang sama sekali tidak benar itu," teriaknya. Isvara masih tetap dalam pendiriannya, ia bahkan semakin yakin tidak ingin ikut pulang bersama kedua orang tuanya.
"Baik, kalo itu mau kamu. Mulai saat ini, keluarga Heksatama tidak memiliki hubungan apapun denganmu, Isvara Kinandari!" teriak Darius memutus hubungannya dengan sang putri sulung. Aina menggeleng tidak percaya suaminya setega itu pada putri sulungnya.
"Pa, cepat cabut ucapan Papa. Isvara itu anak kita, bagian dari keluarga Heksatama, Pa," pinta Aina pada sang suami, tetapi Darius tetap pada keputusannya. Ia sama sekali tidak mau mendengarkan permintaan istrinya.
"Aku terima, Pa. Jika ini memang yang terbaik," ujar Isvara dengan menangis, gadis cantik itu langsung berlari meninggalkan ruang tamu.
"Sudah cukup semuanya, sekarang kalian segera pergi dari rumah saya," usir Tiana sekali lagi. Jika Isvara dipaksa ikut pulang bersama mereka, berbeda dengan Ineisha yang diminta tetap berada di rumah ini.
Darius, Aina, Rieta dan juga Petro segera pergi meninggalkan kediaman Bimantara, Ineisha dan Chio mengantarkan mereka sampai depan.
"Tolong jaga, Kakak kamu ya sayang. Kakak kamu hanya sedang labil, Mama yakin beberapa hari lagi Kakak kamu akan kembali seperti yang kita kenal," bisik Aina pada putri bungsunya. Dengan malas, Ineisha mengangguk padahal sebenarnya ia tidak terlalu peduli dengan sang Kakak.
Setelah memastikan tamu yang tidak diundang itu sudah pergi dari rumahnya, Javas langsung buru-buru ke kamarnya untuk menyusul Isvara. Ia yakin, gadis itu sekarang menangis di kamar.
Javas mengetuk pintu kamarnya dengan pelan, kamarnya memang sengaja dikunci oleh Isvara. "Isvara ini saya tolong buka pintunya, saya ingin masuk ke kamar saya sendiri."
Di dalam kamar, Isvara berjalan dengan pelan-pelan agar sampainya sedikit lebih lama. Akhirnya sampai juga di depan pintu, ia langsung memutar kuncinya tidak lama kemudian pintunya terbuka juga.
"Kamu habis menangis, Isvara?" tanya Javas ketika melihat wajah sembab Isvara, gadis itu sejak tadi sudah lebih dari dua kali menangis. Padahal Javas juga sudah menduganya, tetapi ia malah sengaja bertanya pada istri mudanya itu.
"Seperti yang kamu liat, jadi masuk nggak ini. Kalo nggak aku bakal kunci lagi kamarnya," jawab Isvara santai, tetapi sedikit galak. Javas langsung masuk ke kamarnya, diikuti oleh Isvara yang berjalan di belakangnya.
mampir juga dikaryaku yuk/Smile/