Mendapatkan ancaman tentang aib keluarga yang akan terkuak membuat Leon terpaksa menerima untuk menikah dengan Moira. Gadis bisu yang selama ini selalu disembunyikan oleh keluarga besarnya.
Menurut Leon alasannya menikahi Moira karna sangat mudah untuk ia kendalikan. Tanpa tahu sebenarnya karena sering bersama membuat Leon sedikit tertarik dengan Moira.
Lalu, bagaimana dengan kelanjutan kisah mereka? Apakah Moira yang bisu bisa memenangkan hati Leon?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
•
•
"Duduklah disana, Moira!" Bentakan lantang itu membuat seorang gadis kecil berusia delapan tahun langsung berlari menuju sudut gudang.
Moira menangis kencang di saat tubuhnya terus dicambuk oleh ikat pinggang oleh Mamanya sendiri. Mentari terus memukuli tubuh Moira hingga mengeluarkan darah, barulah ia tersenyum puas melihat gadis kecil tersebut tidak berdaya.
Tangan Mentari menampar Moira yang bahkan sudah kesakitan karna cambukannya tadi. "Ampun, Ma.. Ampun.." Moira terus mengatakan itu, suaranya serak hingga tidak bisa berkata-kata lagi.
Selama kurang lebih satu minggu Mentari terus melakukan tindakan buruk itu pada Moira yang tidak bersalah. Terus-terusan Moira menjerit bahkan menangis, tapi tetap saja mentari tidak ada belas kasih sedikitpun.
"Kau hanyalah anak haram, Moira. Ayahmu berselingkuh lalu ntah apa memberikan dirimu padaku!" Teriak Mentari, ia melayangkan pukulan lagi hingga Moira menangis kencang.
"Habiskan suaramu itu, kalau bisa kau harus bisu sehingga tidak bisa melaporkan semuanya pada Ayahmu!" Teriak Mentari, ia menarik tangan Moira yang terus saja menangis dengan suara yang serak.
Mentari membawa Moira menuju bathroom, mengisi air sampai penuh lalu membawa Moira untuk berendam disana. Bagaimana Moira tidak menjerit, tubuhnya penuh luka pasti akan sangat sakit jika berendam.
"Cepat!" Secara paksa Mentari membawa kepala Moira berendam disana dengan waktu yang lama..
Merasa cukup mentari mengangkat kepala Moira. "Uhuk.. uhuh.. Ampun, Ma.. aku berjanji tidak akan mengadukan semua yang telah kau lakukan ini. Aku tidak akan_" Belum selesai Moira berkata Mentari kembali menyelupkan kepala Moira menuju bathup.
Terus melakukan itu berulang-ulang kali sampai Moira sesak napas, ia merasa puas barulah melepaskan Moira yang menggigil kedinginan.
"Aku akan terus melakukan ini sampai kau tidak bisa bicara, Moira. Terus menjerit kesakitan sekencang kencangnya hingga suaramu tidak terdengar lagi."
"Moira yang bisu, oh tidak tidak.. putri Moira Yaston yang bisu, hahaha.." Tawa mentari lepas membayangkan hal indah itu. "Semakin cepat kau bisu maka akan semakin bagus, mengerti?!" Kembali Mentari melempar Moira dengan air hingga gadis kecil itu semakin kesakitan serta mengigil.
~
"Ahhhhhhh!" Moira langsung terbangun tidurnya, ia berteriak kecil mendapatkan mimpi buruk itu. Kata Moira mengelilingi ruangan kamar, untungnya tidak ada Leon dikamar ini.
Mimpi buruk itu kembali lagi menyerang Moira mungkin efek mendapatkan kata-kata kasar kemarin malam. Moira memeluk lututnya sendiri, ia menangis tanpa suara setiap kali mimpi ini kembali datang. Rasa sakitnya masih sangat berbekas dihati Moira, perlakukan buruk Mama tiri itu tidak akan hilang dari ingatan Moira.
"Kau kenapa?" Suara itu mengejutkan Moira, ia melihat ke asal suara ternyata Leon. "Cara terkejutmu seperti habis melihat hantu saja.." Ucap Leon, ia memakai dasinya sembari menatap Moira yang pura-pura tidak memperdulikan apapun.
Moira menurunkan kedua kakinya, memakai sendal sedikit bertumit pemberian Leon. Menata bantal dan juga selimut, kegiatan rutin yang selalu dia lakukan setiap bangun tidur.
"Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu, jangan lupa habiskan semua itu nanti." Ucap Leon disaat Moira sendiri sudah selesai dengan kegiatannya.
Moira merasa sedikit aneh karena untuk apa Leon menyiapkan sarapan untuknya, kok baik hati banget mungkin itu yang membuat Moira merasa aneh.
"Jangan sok merasa aku peduli padamu, tadi aku masaknya kelebihan. Jadi, terpaksa aku memberikan sisanya padamu." Jelas Leon tanpa Moira minta.
"Dih.." Moira memutarkan bola matanya malas karena perkataan Leon tadi, sangat egois dan tidak mau kalah baginya. Tapi, Moira melihat Leon yang mendekatinya secara terus menerus hingga Moira perlahan mundur jatuh diatas tempat tidur dengan posisi terduduk.
"Nanti jangan lupa datang ke Perusahaan, pemilihan kandidat sekretaris dilakukan hari ini." Leon mengingatkan, ia memegang pipi Moira sampai wanita itu memejamkan matanya. Lalu tangan Leon ingin menyentuh bibir indah tersebut tapi ia tersadar suatu hal. Bahwa tidak pantas melakukan hal seperti itu pada Moira, ingatlah landasan pertama hubungan pernikahan mereka terjadi.
Leon berlalu pergi begitu saja meninggalkan Moira yang masih terkejut atas apa yang ia lakukan. Tangan Moira memegang erat sprei karna kegugupan yang luar biasa, disaat pintu tertutup disaat itulah Moira menghela napas sangat lega. Ia sampai mengelus dadanya yang berdebar sangat kencang, mengejutkan sekali semua tindakan tiba-tiba tadi.
"Apa itu tadi? Kenapa dia berani menyentuh pipiku, lalu tadi dia..." Omongan Moira terhenti karena mencoba mengingat hal yang dilakukan Leon tadi. Ya, Moira ingat sekali jika tadi Leon mau menyentuh bibirnya. "Astaga, ternyata dia mesum!" Moira langsung bangkit dari duduknya, ia menjadi merinding sendiri mengingat hal yang dilakukan Leon tadi.
Mengapa Moira bisa berbicara, ya sebenarnya dia hanya pura-pura selama ini. Memendam suaranya sampai seumur hidup agar Mentari tetap membiarkan dirinya hidup didunia ini. Sengaja Moira memendam suaranya bahkan jika seorang diri, ia hanya ingin membiasakan diri dengan kecacatan palsu itu.
•Setengah jam kemudian..
Moira sudah berpakaian rapi ala-ala seperti orang yang mencari kerja, ya Moira sengaja mengambil sekalian kerja karna juga kuliahnya sudah hampir selesai. Berjalan menuju meja makan untuk mengisi perutnya yang terasa lapar, terlihat ada beberapa makanan yang tersaji dimeja.
"Dia benar-benar menyiapkan sarapan pagi untukku, padahal aku berharap... agar dia berbohong saja tadi."
Moira duduk dibangku meja makan, terlihat telur omlet dengan rebusan brokoli sebagai temannya. Moira memakannya penuh takut, siapa tahu Leon yang tidak angin tidak ada hujan bisa berbuat baik menaruh racun di makanan tersebut.
"Aku rasa tidak mungkin, kalaupun dia ingin meracuni aku pasti tidak secepat ini." Moira berusaha membuang segala pikiran buruk, mulai memakan hasil masakan Leon.
Tidak merasakan ada yang aneh malah merasakan enak mak Moira menghabiskan porsi makan tersebut. Ia menyukai masakan Leon, sangat pas di lidahnya hingga tanpa terasa sudah habis makanan tersebut. Moira menenggak habis minum sambil memikirkan dia harus melamar kerja dimana.
Moira teringat dengan mimpi masa kecilnya, ia ingin menjadi penyiar berita. Tapi, tidak menjadi penerjemah bahasa isyarat. Semua tidak sesuai keinginan sebenarnya tapi Moira berusaha mengabaikan semua itu. Ia ingin tetap bekerja hasil usaha sendiri tidak dalam peraturan Leon.