Cinta Telah Berpaling

Kilas balik...

"Sayang, " Andre hendak memegang tangan Thalia namun tangannya ditepis oleh istrinya. Masih dengan tubuh setengah polos, Andre mengekori Thalia. Menahan tangan Thalia agar berhenti melangkah, akan tetapi lagi-lagi hanya penolakan yang didapatinya.

"Lepaskan aku, brengsek!" pekik Thalia disisa kesabarannya. Seumur hidup, ia tidak pernah sekali pun berkata kasar. Karena rasa benci dan kecewa terhadap suaminya itu, akhirnya ia mengeluarkan kata-kata tersebut, menunjukan amarahnya. Dan sebutan brengsek, dirasanya sangat pantas di sematkan untuk suaminya itu.

Dengan sekali hentakan, tangan Thalia berhasil terbebas dari genggaman Andre. Thalia mempercepat langkahnya yang tegap dengan sedikit menaikan wajahnya, wanita itu menekan tombol lift.

"Thalia.. " panggil Andre.

Ting... Pintu lift terbuka. Thalia merangsek masuk ke lift yang terdapat beberapa orang di dalamnya, membuat Andre mengurungkan niat untuk mencegah istrinya. Sontak, apa yang terjadi diantara mereka menjadi pusat perhatian. Thalia tidak menghiraukan hal itu. Toh dia merasa dirinya sudah benar, memilih untuk mengabaikan Andre.

Keduanya saling melempar pandang sejenak, sebelum kontak mata mereka terputus tatkala pintu lift tertutup.

Andre berbalik. Ia kembali ke apartemen, menuju kamar melewati Mona yang masih membisu, berdiri di ambang pintu. Wajah Mona memerah masih terlihat sangat marah atas penghinaan yang diucapkan Thalia untuknya. Ia sangat sakit hati.

Andre memunguti pakaiannya yang tergolek di lantai, dengan terburu-buru memakai kemejanya lagi ke tubuh atletisnya.

"Kamu mau kemana?" Mona memeluk tubuh Andre dari samping sehingga Andre menghentikan pergerakannya yang sedang mengaitkan kancing kemejanya, dan beralih melihat Mona.

"Aku harus pulang, Sayang." Jawab Andre yang tidak bisa di terima Mona begitu saja. Mona membutuhkan Andre saat ini untuk meredam emosinya.

Mona menggelengkan kepala cepat, "nanti saja, pulangnya. Please." Mona mencoba menahan Andre berharap penuh jika Andre tetap disini, bersamanya. "Aku, dan anak kita masih membutuhkan kamu." Bujuknya yang memelas tapi tidak berhasil mengubah keinginan Andre untuk pulang.

"Maafkan aku, Sayang. Aku harus menyelesaikan masalah ini. Kamu bisa mengerti kan?" Andre berujar memberi pengertian sambil membelai rambut Mona yang sedikit berantakan.

Mona terdiam sesaat, kemudian ia terpaksa mengangguk. "Oke. Kamu berhati-hatilah berkendara." Mona memberikan kecupan di bibir calon Ayah dari anak yang dikandungnya itu.

Setelah kemejanya terpasang, Andre berpamitan kepada Mona. Seperti seorang istri yang baik, Mona mengantar Andre sampai depan unitnya.

Memakan waktu 30 menit di perjalanan, Andre sampai juga di rumah, dan alangkah terkejutnya manakala ia melihat kamar yang di tempatinya bersama Thalia, sangat berantakan.

Ia memerhatikan setiap ruangan, tidak ada satupun foto mereka yang tersisa di dinding kamar. Semua hancur dengan serpihan kaca berserakan di atas lantai. Begitu juga dengan barang-barang miliknya. Bahkan jam tangan mahalnya yang edisi terbatas itu pun ikut rusak. Pria itu mengeram kesal, sudah bisa menebak siapa yang telah melakukannya, ia berbelok ke walk in closet mendatangi istrinya.

"Apa yang kamu lakukan? " pertanyaan pertama Andre saat melihat Thalia yang sedang memindahkan pakaiannya dari lemari ke dalam koper. Amarahnya semakin mencuat karena Thalia mengabaikan pertanyaannya.

Thalia menulikan telinganya, ia fokus pada aktivitasnya agar semua selesai. Sudah cukup untuknya, bertahan dengan pria yang kerap berujar dusta kepadanya, dan mengkhianati cintanya. Keputusannya untuk berpisah dengan Andre sudah bulat.

Tidak mendapati jawaban Thalia, Andre meraih dan mencengkam kuat tangan Thalia membuat Thalia tersentak lalu berbalik. "Lepaskan tanganmu!" perintah Thalia menekan nada suaranya, berusaha melepaskan genggaman Andre. Bukannya terlepas Andre semakin mengeratkan genggamannya.

"Jawab pertanyaanku lebih dulu. Apa yang kamu lakukan?!" Andre meninggikan suaranya. Menyoroti wajahnya istrinya, sangat tajam.

Thalia memberanikan diri membalas tatapan suaminya itu. Tidak ada cinta yang di tunjukan dari sorot matanya, yang terlihat adalah tatapan kebencian dan luka.

"Kamu bertanya apa yang sedang aku lakukan?! apa kamu buta?" Thalia menjeda ucapannya, ia tersenyum namum maniknya bergetar nanar, "aku sedang membuang barang-barang yang tidak pada tempatnya. Sekarang lepaskan tanganku. Jangan menggangguku. Lebih baik kamu minta Ibumu untuk bersiap!" Thalia menyentak kasar tangan Andre lagi kemudian melanjutkan membereskan pakaian suaminya itu.

Andre mengikis jarak yang tersisa diantara mereka, "kamu telah melakukan hal yang sia-sia, Sayang," bisik Andre. Ujung hidungnya menyentuh pipi Thalia hingga Thalia bisa merasakan napas gusar Andre. "Karena, selamanya aku akan tetap tinggal disini bersamamu, begitu juga dengan kekasihku." Ucap Andre memundurkan wajahnya, selanjutnya pria itu tertawa keras memenuhi ruangan.

Thalia membalikan lagi tubuhnya menatap Andre tidak bersahabat, "dasar tidak tau diri! apa maksudmu, hah?! ini rumahku, rumah orangtuaku. kamu dan ibumu itu hanya menumpang!" seru Thalia.

Andre menarik satu sudut bibirnya, mengejek Thalia. "Oh ya.. tapi kenyataannya rumah ini adalah rumahku, Sayang." Sahut Andre tidak mengendurkan senyumannya.

Kini Thalia yang tertawa lepas, "jangan bermimpi Tuan Andre Miles. Aku adalah pemilik sah rumah ini, dan perusahaan yang kamu jalanin itu juga milikku. Kamu dan Ibumu hanyalah seonggok sampah disini, yang harus segera dibuang."

Andre membasahi bibirnya, "lalu, bagaimana jika kenyataannya, rumah dan perusahaanmu sudah jatuh atas namaku?" Andre menyeringai lagi, menunjukkan wujud aslinya kepada Thalia. Wujud yang tidak pernah Thalia ketahui sama sekali karena pria itu begitu piawai memerani sosok pria yang sangat baik dan hangat.

Karakter baik dan hangat itulah yang membuat Thalia menyukai sosok Andre hingga tidak menyadari jika pria itu mempunyai niat terselubung kepadanya. Sejak pria itu mendekati Thalia, ia sudah mempunyai rencana buruk, yakni menguasai kekayaan Thalia. Seperti mendapatkan jackpot, rencananya berjalan dengan mulus.

"Apa maksudmu, brengsek?!" Thalia mendorong keras tubuh Andre, sehingga membuat tubuh Andre mundur beberapa langkah. Pun Andre meledakkan tawanya merasa puas.

"Kenapa kamu balik bertanya, Sayang? Aku rasa kamu cukup pintar untuk memahami setiap kata-kataku. Apa aku perlu menjelaskan padamu lagi?"

Thalia membisu seraya mengatur napasnya yang tersengal.

"Diammu adalah jawaban, Sayang. Baiklah... Aku akan menjelaskan padamu." Andre berdeham pelan, "apa kamu masih ingat dua bulan yang lalu, saat kita bertemu dengan pak Heru Adinata untuk mendatangi kontrak kerjasama?"

.

.

.

Sembunyi dulu dari masa... 🏃🏼‍♀️🏃🏼‍♀️🏃🏼‍♀️