Dia Datang Kembali

Keesokan harinya Alya bersiap-siap untuk berangkat bekerja menuju proyek. Sebelum berangkat menuju proyek Alya memastikan Rangga dalam keadaan baik.

"Bang, sebaiknya untuk sarapan pagi ini abang mengkonsumsi makanan yang disediakan rumah sakit saja," kata Alya.

"Memangnya kenapa?," tanya Rangga.

"Aku harus berangkat pagi bang menuju proyek," kata Alya memberi penjelasan.

"Kamu kan bisa memesannya untuk ku," kata Rangga.

"Apa abang bisa makan sendiri?," tanya Alya.

"Bisa, tenang saja!," kata Rangga.

"Ya sudah, baik bang. Aku akan memesankan makanan untuk abang," kata Alya.

Rangga membalas Alya dengan sebuah Anggukan.

Tidak beberapa lama makanan pesan Alya pun datang. Alya segera turun menuju lobi rumah sakit untuk mengambilnya.

Setelah mengambil makanan tersebut, Alya kembali ke kamar Rangga.

"Ini bang, makanannya. Aku pergi dulu ya," kata Alya.

"Al, cepat pulang ya! aku kesepian jika kamu tidak berada disini," kata Rangga menggenggam tangan Alya.

"Iya bang, selepas dari proyek aku akan kembali pulang," kata Alya.

"Aku berangkat dulu ya bang,"

Alya meninggalkan Rangga.

Perjalanan dari rumah sakit menuju proyek tidak begitu lama. Sesampainya diproyek Alya mulai Melakukan pekerjaannya.

Disela-sela bekerja, Alya memandangi sebuah ruangan yang mengingatkan dirinya atas kejadian yang menimpa Rangga.

Meskipun aku belum bisa memaafkanmu, tapi aku sangat berhutang budi kepadamu. Batin Alya.

Selama bekerja, Alya menjadi tidak fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya banyak terarah kepada Rangga.

Terlebih saat Rangga menggenggam tangannya saat ia hendak pergi. Alya kemudian bergegas menyelesaikan pekerjaannya agar dapat kembali ke rumah sakit.

Rumah Rangga.

Disisi lain, ternyata bu Resti selalu menaruh orang kepercayaannya untuk mengawasi Rangga. Terutama karena Rangga merupakan anak semata wayang sehingga kasih sayang bu Resti kepadanya sangat besar.

Bu Resti yang sedang membaca majalah diruang santai kemudian dikejutkan oleh panggilan telepon dari seseorang. Ia pun mengangkatnya.

"Halo buk," kata orang kepercayaan bu Resti bernam Dandi.

"Halo Dan, ada apa?," tanya bu Resti.

"Begini bu, saya minta maaf sebelumnya karena telat memberi tahu," kata Dandi.

"Apa yang hendak kamu beritahu?," tanya bu Resti.

"Tuan muda sakit buk. Beliau mengalami cidera," kata bu Resti.

"Apa? sakit apa? Bagaimana bisa?," tanya bu Resti.

"Tuan muda kejatuhan sebuah papan bu," kata Dandi.

"Apakah lukanya parah? sekarang dimana dia?," tanya bu Resti.

"Saya tidak tahu persis bagaimana keadaan tuan muda. Tapi yang jelas beliau dirawat disebuah rumah sakit yang letaknya tidak jauh dari proyek yang sedang ditangani oleh tuan muda bu," kata Dandi.

"Kenapa bisa terjadi? apa kamu tidak menjaganya?," tanya bu Resti.

"Maaf bu, selama ini ibu hanya menyuruh saya untuk mengawasi tuan muda saja dan selalu menjaga jarak dengan beliau," kata Dandi memberi penjelasan.

"Baiklah, itu bukan kesalahan kamu. Sekarang kamu cari tahu dimana alamat rumah sakit tempat anak saya dirawat. Segera beritahukan saya alamatnya dimana!," kata bu Resti.

"Baik bu," kata Dandi.

"Ya sudah, saya tutup teleponnya. Saya tunggu info secepatnya dari kamu," kata bu Resti.

"Baik bu," kata Dandi menurut.

Panggilan itu pun berakhir.

"Haduh, bagaimana ini? bagaimana bisa tidak seorang pun memberitahukan kepadaku mengenai kondisi Rangga? benar-benar tidak dapat dipercaya," gumam bu Resti.

Bu Resti pun memutuskan untuk menghubungi sekretaris Rangga, yaitu Dinda untuk memastikan bahwa apa yang dikatakan oleh Dandi benar atau tidak? Ia menelpon Dinda melalui nomor pribadi.

Dinda melihat sebuah panggilan masuk dengan nama kontak 'ibu Resti'.

"Ada apa ini? kenapa bu Resti menghubungiku secara tiba-tiba?," gumam Dinda.

"Halo ibu, selamat siang," kata Dinda memulai percakapan.

"Halo Din, saya mau tanya sesuatu sama kamu," kata bu Resti dengan nada bicara yang cukup cepat.

"Iya ibu, silahkan!," kata bu Resti.

"Saya mendapat kabar dari seseorang bahwa anak saya, Rangga mengalami cidera saat menangani proyek dikota x," kata bu Resti.

Hah? bagaimana bu Resti tahu? Padahal semua staf dan bawahan pak Rangga sudah merahasiakan ini. Batin Dinda.

Dinda tidak memiliki keberanian untuk berbohong. Bu Resti bisa saja menghukumnya jika ia ketahuan mengatakan hal yang tidak benar.

"Maaf bu, saya bersalah. Saya seharusnya segera memberitahu ibu saat pak Rangga mengalam cidera," kata Dinda.

"Bagus kalau kamu mengaku bersalah. Kenapa kamu merahasiakan hal tersebut?," tanya bu Resti dengan nada tinggi.

"Saya mendapatkan perintah dari pak Rangga untuk tidak memberi tahu ibu maupun keluarga pak Rangga perihal kejadian yang menimpa beliau sebab pak Rangga takut dan tidak mau ibu menjadi khawatir dan cemas memikirkan beliau," kata Dinda memberi penjelasan.

"Hm, saya bingung mau bilang apa?," kata bu Resti setelah mendengar penjelasan dari Dinda.

"Saya minta maaf sebesar-besarnya bu," kata Dinda.

"Saya mohon Din, kedepannya kamu jangan mengikuti arahan Rangga kalau perihal begini," kata bu Resti.

"Iya bu, saya akan mengingatnya," kata Dinda.

"Apakah kamu tahu bagaimana keadaan Rangga saat ini?," tanya bu Resti.

"Menurut penjelasan dari pak Rangga, belia baik-baik saja bu," kata Dinda.

"Benarkah? Berarti dia dapat berbicara denganmu?," tanya bu Resti.

"Ia bu, pak Rangga bahkan berbicara dengan nada bicara yang jelas yang menunjukkan kalau beliau dalam keadaan yang baik-baik saja," kata Dinda.

"Baiklah Din, kalau kamu menerima informasi apapun segera beritahu saya!," kata bu Resti.

"Iya bu, saya pasti akan memberitahu ibu bagaimana keadaan pak Rangga," kata Dinda.

"Terima kasih Din untuk kerjasamanya," kata bu Resti.

"Sama-sama bu," kata Dinda.

Bu Resti kemudian mengakhiri sambungan telepon dengan Dinda.

"Aku tidak bisa percaya begitu saja dengan Dinda. Aku akan pergi kesana sendiri untuk melihat keberadaan Rangga apakah baik-baik saja," gumam bu Resti.

Sebelum memutuskan untuk menyusul Rangga ke kota x, bu Resti terlebih dahulu memberitahukan pak Setyawan mengenai kepergiannya itu.

"Halo pah, papah lagi dimana?," kata bu Resti yang telah tersambung dengan pak Setyawan.

"Lagi dikantor mah, kenapa mah?," tanya pak Airlangga.

"Begini pah, mamah dapat kabar dari Dinda, sekretaris Rangga bahwa Rangga mengalami cidera saat sedang menangani proyek dikota x itu," kata bu Resti memberi penjelasan mengapa ia menghubungi pak Setyawan.

"Apa? kenapa papah tidak diberi tahu oleh siapapun mengenai keadaan putra kita mah?," kata pak Setyawan yang merasa kesal.

"Itu permintaan dari Rangga langsung pah. Ia meminta supaya jangan ada yang memberitahu kita untuk mengenai kejadian yang menimpanya," kata bu Resti.

"Benarkah? Lalu bagaimana dengan keadaan Rangga? Apakah dia baik-baik saja?," tanya pak Setyawan yang merasa sangat khawatir.

"Menurut penjelasan Dinda Rangga baik-baik saja pah," kata bu Resti.