Terlambat

Suara ketika mimpi buruk datang juga di hidup Xero.

Hari itu, dia berada di aula, mendiskusikan pengaturan penyambutan utusan dari negara lain bersama saudaranya dan Calista. Tanpa diduga, Naina muncul dan ekspresinya menjadi gelap. Hal itu juga seharusnya terlihat oleh Naina, tapi dia balas tersenyum padanya. Hatinya sangat lapang sehingga semua hal yang dilakukan Xero masih tidak dia perhitungkan.

Begitu Naina duduk, dia berbicara dengan ragu-ragu.

"Saya hamil."

– Tunggu, apa yang kamu katakan…?

Mengapa Anda mengatakan itu di sini?

Kenapa kamu tidak memberitahuku dulu?

…Sebenarnya, aku tahu alasannya. Aku sudah lama menghindarimu.

Itu salahnya, bahwa dia menghindari Naina. Tapi Xero tidak menyangka tindakan sembrononya bahkan bisa menjadi senjata Boomerang bagi dirinya. Dengan menyembunyikan ekspresinya, Xero berusaha untuk menjaga sikapnya. Disini ada Calista.

Merupakan berkah tersembunyi bahwa saudaranya ada di sana. Calista tidak akan pernah mengungkapkan sifat aslinya kepada Moft. Meski begitu, Xero tidak luput dari perhatiannya. Calista mengepalkan kipasnya dengan erat. Xero melihat itu.

Brengsek!

Mulai hari ini, dia harus memperketat keamanan di sekitar Naina. Dia juga harus mendatangkan lebih banyak penguji racun. Xeon tanpa sadar menatap tajam ke arah Calista.

Moft dengan senangnya memuji Naina bahwa di telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Masalah penerus tahta tidak akan di khawatirkan kembali. Calista dengan cepat harus memasang topengnya bak malaikat kembali. Tidak mungkin baginya menjadi wanita jahat di depan sang suami yang bodohbh tersebut.

Xero dari awal hingga akhir dia harus memasang sikap dinginnya. Tembok tebal itu sekali lagi menyakiti Naina. Perasaan gembira itu berubah menjadi rasa khawatir yang berlebihan. Xero tahu betul bahwa ke depannya jalan mereka akan semakin sulit .

Sejak hari itu, Calista mulai menelepon Xero tanpa alasan, sehingga menunda pekerjaannya. Lebih buruk lagi, beberapa panggilan tersebut dilakukan pada larut malam, atau dini hari.

“Hei, Xero.”

"Apa itu?"

"Apakah kamu mencintaiku?"

"Tentu saja. Apakah kamu khawatir tentang hal itu?”

"Saya. Aku tahu mau bagaimana lagi, tapi aku jadi frustasi saat mengira kita belum bercinta!” Mendengar hal itu membuat Xero merinding seketika. Dia telah menghindari hubungan intim berlebihan dengan Calista. Tidak menyangka kehamilan Naina menjadi pemicu wanita itu bertindak agresif tak mau kalah.

Xero dengan dingin menatap Calista, yang memiliki senyuman aneh di wajahnya.

“…Biarpun aku punya anak, itu tidak akan menjadi masalah. Setelah saya bercerai dan kami menikah, kami tinggal menunjuk anak kami sebagai penerusnya.”

“Tidak, bukan itu yang saya maksud. Xero, kamu benar-benar tidak memahami hati seorang wanita!”

Itu masalah datang dari Anda!

Sejak hari itu, dia harus berusaha sekuat tenaga untuk menjaga suasana hati Calista tetap baik setiap hari. Lalu suatu malam, Calista secara tidak biasa memanggilnya ke kamar tidurnya. Biasanya, dia tidak akan melakukan sesuatu yang begitu gegabah, meskipun itu hanya iseng saja.

Karena itu, Xero pergi ke kamar tidurnya, merasa gelisah sepanjang waktu. Dia menghela nafas lega ketika dia memastikan bahwa ada seorang pelayan di sisinya. Meski memanggilnya di siang hari bolong, Calista tetap sadar bahwa mereka tidak boleh berduaan saja.

"Apa masalahnya?"

“Kemarilah, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.”

"Permisi."

Xero perlahan mendekati Calista yang sedang duduk di sofa dan duduk di sebelahnya.

"Apa itu?"

“Oh, jangan terburu-buru. Mari kita bicara pelan-pelan sambil minum?”

Saat dia duduk di hadapan Xero, Calista menyuruh pembantunya menyiapkan minuman keras

Xero membenci tatapan berbisa itu darinya. Dia menjentikkan lidahnya, seperti ular yang mengincar mangsanya.

Saat dia hendak meminum minuman keras tersebut, terdengar suara keras di pintu. Pintu ke kamar tidur ratu. Kecuali jika ada situasi ekstrim, kekasaran seperti itu tidak akan dibiarkan begitu saja. Pembantu Calista membuka pintu, dan di sana berdiri pembantu Naina, ekspresinya sedih.

"Apa yang sedang terjadi!?"

“Saya sedang mencari Yang Mulia! Kita dalam masalah!”

"Aku?" Xero merasa bingung dengan hal tersebut.

Tiba-tiba, hatinya menjadi dingin saat dia menoleh ke arah Calista. Tatapannya bersinar dingin, saat mulutnya melengkung seperti bulan sabit. Xero mati-matian menguatkan dirinya dan mendesak pembantu Naina untuk melanjutkan.

“I-itu Nona Aliyah…! Dia, dia— !” Pembantu itu tergagap seperti sulit mengatakannya. Itu pasti situasi yang sangat mendesak. Hati Xero semakin was was.

“Tenang, apa yang terjadi!?” Xero sama frustasinya, tapi dengan tenang segera memberi tahu kan keadaannya.

“Bayinya, bayinya telah tiada…!! Ugh, uwaaaAAAaah …!!” Pembantu itu tidak tahan dengan Isak tangisnya.

"Apa!?"

Segera setelah pelayan itu selesai berbicara, dia jatuh di tempat dan menatap Xero, air mata mengalir di wajahnya.

“Tolong segera kembali ke rumah dan tetap di sisi Nona Naina!” Itu adalah wajah memelas nya untuk berharap bahwa Nyonya yang dia layani mendapatkan sandaran diri.

“ Xero. ”

Suara dingin wanita beracun itu menusuk punggung nya yang kekar. Xero berdiri di sana dan perlahan berbalik.

"…Ya?"

“Saya baru saja tersandung tangga dan terluka. Kamu akan menjagaku, kan?”

“…”

“Y-Yang Mulia…?”

“Seperti yang kamu dengar. Katakan pada Naina bahwa aku tidak bisa kembali hari ini.”

“I-itu…! Itu keterlaluan! Kumohon, meskipun itu hanya sesaat—” Dengan wajah menangisnya dia sekali lagi memohon .

" Diam! Apakah kamu sadar dengan siapa kamu berbicara!? Haruskah aku memotong lidahmu!?”

Mata pelayan itu berkedip-kedip karena membenci kata-katanya. Tidak mungkin Nyonya nya mendapatkan perlakuan yang seperti ini. Istana ini sungguh kejam bagi wanita yang baik hati seperti Naina.

Xero mengepalkan tangannya sekuat yang dia bisa dan mengatupkan giginya sampai dia bisa merasakan besi dari darah yang mengalir di mulutnya.

Dia benci dirinya yang tidak bisa bertindak. Dia benci dirinya yang tidak bisa melindungi istri dan calon buah hatinya. Anaknya yang tidak bisa dia lindungi, telah pergi dari sisinya. Dengan mempertahankan ekspresinya. Xero mulai melayani Calista. Dia memijat kakinya yang baik baik saja. Dia memasang senyum seperti biasanya.