Varel adalah seorang mantan prajurit yang berhenti karena suatu insiden yang besar.
Kini dia menjadi seorang pengawal dari seorang wanita cantik yang bernama Cintia. Cintia adalah wanita yang terkenal begitu cantik bak seorang Dewi di kota itu.
Cintia selain cantik juga begitu arogan terhadap Varel. Tapi Varel juga dengan profesional menjalankan tugasnya untuk melindungi Cintia.
"Kamu jangan terlalu dekat dengan ku!" marah Cintia kepada Varel.
"Oh, baiklah," jawab Varel.
Seorang pembunuh tiba-tiba saja muncul dan langsung menembakkan pistolnya ke arah Cintia. Cintia tampak terkejut dan begitu ketakutan.
Peluru itu melesat dan akan menembus dada Cintia, akan tetapi Varel sudah lebih dulu menarik dan memeluk tubuh Cintia, lalu jatuh bersama untuk melindunginya.
"Kamu... beraninya memelukku," marah Cintia yang sedang terbaring di lantai sambil di peluk Varel.
"Eh..." Varel seolah tidak percaya dirinya baru saja menolongnya, tapi justru malah di makinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus budianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 21 MABUK
"Apa hanya ingin kamu berada di sisiku," ujar Cintia yang berbaring di samping Varel.
"Hatiku terasa sakit, ketika kamu dekat dengan wanita lain," sambung Cintia dengan ekspresi wajah bersedih.
Sesaat kemudian Cintia dalam kondisi mabuk kembali dan tertidur dengan sendirinya. Varel yang melihat Cintia seperti ini juga mulai merasa kasihan.
Varel mulai membelai rambut Cintia dan menatapnya dari samping. Cintia terlihat begitu sangat cantik dan seketika Varel merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya yang belum pernah dia rasakan.
Dengan sendirinya Varel ingin sekali untuk mencium kening dari Cintia. Tapi Varel berusaha untuk menahannya. Varel takut Cintia terbangun tiba-tiba dan akan berpikiran yang tidak-tidak.
Varel mulai bangkit dari atas ranjang dan menyelimuti tubuh dari Cintia. Varel mematikan lampu kamar Cintia dan pergi dari sana.
Pagi hari Miranda sudah terlebih dahulu terbangun dari pada Cintia. Miranda tampak bingung melihat dirinya berada di kamar tidur yang asing baginya.
Miranda segera bangun dan keluar dari kamar dan menyadari kini dirinya berada di rumah Cintia.
"Kenapa aku sudah berada di rumah Cintia, bukankah semalam aku sedang minum di bar, siapa yang membawaku?" pikir Miranda.
Miranda terus berjalan dan melihat Varel sedang duduk di ruang tamu.
"Kamu sudah bangun," ujar Varel melihat Miranda.
"Apa kamu yang membawaku ke sini?" tanya Miranda.
"Ya, semalam kalian mabuk bahkan sampai tertidur di sana," jawab Varel.
"Terima kasih kalau begitu," ujar Miranda.
"Semalam tiba-tiba saja Miranda datang menjemputmu, dia mengajakku pergi ke bar untuk minum, padahal setahuku dia belum pernah minum sama sekali," sambung Miranda.
"Dia terlihat begitu kesal terhadap seseorang, apa kamu tahu itu sapa?" tanya Miranda.
"Maksudnya, aku tidak mengerti apa yang kamu katakan," balas Varel.
"Aku sudah sangat lama berteman dengan Cintia, aku sangat memahaminya, menurutku dia mabuk semalam karena masalah hati," ujar Miranda.
"Kalau masalah itu aku juga tidak tahu," balas Varel.
"Setau ku Cintia tidak lagi dekat dengan seorang pria manapun," sambung Varel.
"Kamu bodoh sekali, tidakkah kamu berpikir bahwa pria itu adalah kamu," ujar Miranda.
"Aku?" ujar Varel.
"Pantas saja Cintia kesal, kalau begitu aku kembali dulu, ingat jaga baik-baik Cintia, kalau terjadi sesuatu padanya aku tidak akan melepaskanmu, tidak perduli kamu setampan apa," ujar Miranda.
"Ingat itu, dasar pria bodoh," Miranda berjalan pergi.
"Eh, aneh sekali, tiba-tiba memarahiku," pikir Varel.
"Mungkin efek mabuk semalam belum hilang," pikir Varel lagi.
Varel sama sekali tidak menganggap perkataan Miranda barusan.
Tidak beberapa lama, kini giliran Cintia yang tersadar. Cintia mulai terduduk sambil memegangi kepalanya yang masih sakit.
"Apa yang terjadi, kenapa aku bisa tidur di kamar dengan pakaian seperti ini?" ucap Cintia sendiri.
Cintia selalu tidur dengan menggunakan pakaian piyama, sehingga dirinya merasa aneh.
Cintia mulai mengingat apa yang terjadi dan tidak menyangka dirinya untuk pertama kalinya mabuk di bar.
"Kenapa aku sudah berada di rumah, siapa yang membawaku pulang?" pikir Cintia.
Cintia sama sekali tidak mengingat apapun setelah mabuk dari bar, walaupun dirinya sempat berkata sedikit dengan Varel.
"Sepertinya Miranda lah yang mengantarkan ku," ucap Cintia.
Cintia berpikir bahwa Miranda lah yang mengantarkannya pulang tanpa mengetahui bahwa semuanya karena Varel.
Cintia keluar dari kamarnya dan mulai menuruni tangga, lalu mendapati Varel sedang duduk.
"Kamu sudah bangun?" ujar Varel melihat Cintia.
"Ya," jawab Cintia juga duduk di dekat Varel.
"Kamu semalam mabuk, aku yang menjemput mu pulang," ujar Varel.
Cintia terlihat terkejut, ternyata yang membawanya pulang adalah Varel dan bukanlah Miranda. Yang mengherankan baginya adalah Cintia sama sekali tidak mengingatnya.
"Kalau begitu terima kasih," ujar Cintia.
Namun kemudian terdengar suara perut yang lapar dari Cintia.
"Apa kamu lapar?" tanya Varel yang mendengarnya.
"Ya, semalam aku belum makan dan hanya minum air," jawab Cintia.
"Tunggu sebentar!" ujar Varel beranjak dari tempat duduknya.
"Semua ini karena mu, pagi-pagi seperti ini ku sudah kelaparan, tidak sepertimu yang makan malam romantis dengan wanita cantik," maki Cintia dalam hati.
Sesaat kemudian Varel telah kembali dengan membawa bungkusan berwarna hitam. Bungkusan itu berisi makanan yang di berikan oleh Ranti semalam.
"Makanlah, ini agak dingin, tapi masih enak," Varel mengeluarkan isi bungkusan yang berisi makanan dalam wadah kotak.
Cintia juga mulai memakannya secara perlahan.
"Enak, rasanya enak," ujar Cintia sambil mengunyah.
"Baguslah, jika kamu suka," balas Varel.
"Seleramu cukup aneh juga, menggoreng telur dan membentuknya seperti hati," ujar Cintia sambil mengigit telurnya.
Cintia agak aneh dengan telur yang berbentuk hati, apa Varel ingin mengungkapkan perasaannya lewat makanan pikirnya.
"Kamu jangan berpikir sembarangan, bukan aku yang memasaknya," balas Varel.
"Lalu?" Cintia tampak bingung.
"Itu pemberian dari Ranti sebelum aku pulang," jelas Varel.
"Apa?" Cintia tampak terkejut.
Cintia tidak menyangka makanan yang dia makan ini adalah pemberian dari Ranti untuk varel. Bahkan Ranti sengaja membuat telur berbentuk hati untuk Varel.
"Sepertinya lidahku sedang bermasalah, makanan ini hambar dan sangat tidak enak," ujar Cintia meletakkan makanannya.
"Masak tidak enak, padahal makanan semalam sangat enak dan dia sendiri yang memasaknya," ujar Varel.
Varel mengambil sisa makanan itu dan mengambil telurnya lalu memakannya.
"Eh," Cintia seketika terkejut.
"Enak kok, dan tidak hambar," ujar Varel.
"Bukankah dia baru saja memakan bekas gigitan ku, apa dia sengaja melakukannya?" pikir Cintia.
"Em, apakah kamu menyukai wanita yang pintar memasak?" tanya Cintia.
"Kenapa emangnya?" tanya balik Varel.
"Tidak apa, aku hanya ingin tahu saja," jelas Cintia.
"Aku rasa akan sangat enak bisa makan makanan enak setiap hari," ujar Varel.
Cintia yang mendengarnya merasa sedikit kecewa karena dia tidak terlalu pintar dalam memasak. Jika di bandingkan dengan Ranti tentu dirinya sangat tertinggal, apa lagi dia baru saja mencicipi masakan Ranti, dan ternyata memang enak.
"Hari ini aku tidak ke perusahaan, aku merasa tidak enak badan, terserah kamu mau ngapain," ujar Cintia pergi begitu saja.
Siang hari Varel sedang keluar dengan menggunakan sepeda motornya, tiba-tiba saja muncul seorang pria kelar dan sangat tegap berdiri menghalangi jalannya.
Pria tegap itu adalah Riyan yang dapat untuk menghabisi Varel karena telah menyinggung keluarga Saputra.
Varel menghentikan kendaraannya dan turun dari motornya.
"Kalau boleh aku tebak, kamu pasti utusan dari keluarga Saputra," ujar Varel.
"Bagus, jika kamu tahu, karena kamu sudah berani menyinggung kami, maka pilihannya hanya satu, yaitu kematian," balas Riyan.
Riyan langsung melesat ke arah Varel dan melompat ke udara. Dari udara Riyan langsung menerjang tajam ke arah Varel.
"Brak," suara keras hantaman terjangan Riyan menghantam jalan.
Sedangkan Varel berhasil menghindarinya dengan melompat ke belakang.
"Teknik ini berasal dari pelatihan prajurit khusus, ini sedikit menarik," pikir Varel dengan sedikit senyum di bibirnya.
"Aku tidak menyangka kamu bisa menghindari serangan mematikan ku barusan, Ternyata kamu cukup hebat," ujar Riyan.
"Tapi itu baru permulaan," sambung Riyan.
Kembali Riyan melesat dan melayangkan tinjunya secara bertubi-tubi dan terus menerus. Namun setiap tinju dari Riyan berhasil di tangkis oleh Varel.
"Apa?" Riyan menjadi kaget, serangannya tidak dapat mengenai Varel.
"Buk," sebuah tinju dari Varel justru menghantam dada Riya.
Seketika Riyan terpental mundur beberapa meter kebelakang. Riyan mulai memegangi dadanya yang sakit.
"Uhuk," seteguk darah segar keluar dari mulut Riyan.
"Ini... bagaiman bisa?" ujar Riyan.
"Kamu hanya mengikuti pelatihan khusus beberapa tahun saja ingin sombong di hadapanku," ujar Varel.
gk ad next??
kita temukan jawabannya pada chapter2 yg akan datang