Bertahan Sakit Berpisah Sulit

Saddam pergi dari Perusahan milik Agra dengan perasaan tidak rela, dia masih ingin melihat wajah Alina meski hanya sekedar mencuri-curi pandang.

"Lepaskan Alina, Dam... selalu percaya pada jodoh kita. Jika Alina jodoh mu, dia akan menjadi pasangan mu." Gumam Saddam menenangkan hatinya sendiri agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan.

Saddam membawa mobilnya menuju rumah sakit, dia ingin menjenguk sang Nenek. Sesampainya di rumah sakit, Saddam masuk ke kamar rawat VIP neneknya.

"Assalamualaikum, Nek."

Nenek Saddam menolehkan kepala, wanita sepuh dengan mata teduh itu tersenyum melihat cucunya. "Dam..."

"Mba, Nenek udah makan?" tanya Saddam pada careworker atau perawat neneknya.

"Udah, Tuan. Alhamdulillah agak banyakan hari ini makan bubur nya."

"Istirahat aja Mba, biar saya jagain Nenek."

Wanita perawat berusia 40 tahun itu mengangguk lantas keluar kamar rawat.

Saddam duduk di kursi di samping brankar sang Nenek.

"Kamu udah bertemu wanita jahat itu? Wanita yang melahirkan mu tetapi malah meninggalkan Ayahmu disaat Ayah mu sakit dan malah berselingkuh dengan lelaki kaya."

"Saddam melihatnya tadi, tapi dari jarak jauh. Saddam belum siap ketemu wanita kejam itu, Nek."

"Apa namanya masih Elsa? Dia benar-benar menikah dengan lelaki itu, Agra Bagasditya?"

Saddam mengangguk. "Kenapa wanita itu tega membuang ku dan Ayah demi hidup kaya, Nek? Saddam benar-benar membenci nya!"

Nenek Saddam mengelus kepala cucunya. "Itu lah manusia, Nak. Segampang itu membuang hal berharga hanya demi keserakahan duniawi, manusia yang tak mampu bersyukur."

"Kalau aja Nenek nggak pernah lihat wajah wanita itu dalam berkas Saddam di meja kerja, mungkin sampai saat ini Saddam enggak akan bisa menemukan dia dan membalas dendam padanya!" geram Saddam.

Sepulang dari Bali beberapa hari lalu, Saddam ingin mengetahui segalanya tentang Alina. Selama ini dia hanya mendengar tanpa melihat keluarga Alina secara langsung, dia pun akhirnya memerintah seseorang untuk mencaritahu informasi.

Orang suruhan Saddam mengirim fail tentang keluarga Alina, termasuk foto-foto. Disitulah, Nenek Saddam bisa mengenali wajah Ibu tiri Alina yakni Nyonya Elsa.

Sang Nenek langsung drop dan dilarikan ke rumah sakit setelah melihat wajah Nyonya Elsa, mantan menantunya yang kabur dengan lelaki lain.

"Dam, kamu udah hidup dengan baik. Untuk apa membalas dendam, lupakan Nak." Nenek Saddam menasehati cucunya.

"Enggak, Nek! Saddam harus membalas sakit hati Ayah saat ditinggal wanita itu setelah Ayah mengalami kecelakaan dan nggak bisa kerja mencari nafkah. Lalu wanita itu begitu saja membuang ku dan Ayah... hanya demi hidup mewah! Apapun alasannya, wanita itu harus aku balas!"

"Apa yang kamu ingin lakukan, Nak?"

"Akan Saddam bikin melarat keluarga mereka! Sampai wanita itu menyembah kakiku hanya untuk sesuap nasi...!!!"

"Damm...."

Saddam memejamkan mata sekilas untuk meredakan kemarahan nya, "Nek, ada seseorang yang harus Saddam lindungi dari keluarga toxic itu. Perempuan itu bahkan sudah tersiksa hidup bersama mereka, tetapi untuk melakukan nya... Saddam harus menyakiti Ayahnya, bukankah itu artinya Saddam menyakiti dia?"

"Apa maksudmu, Dam?"

"Perempuan yang ingin Saddam lindungi adalah putri kandung dari Pria yang berselingkuh dengan wanita kejam itu, Nek! Wanita itu merebut Ayahnya dari Ibunya, sebenarnya Tuan Agra adalah seorang pria beristri. Dulu, mereka sama-sama selingkuh dari pasangan nya."

"Astaghfirullah, Nenek nggak nyangka sampai seperti itu. Lalu bagaimana nasib istri pertama dan anaknya?"

"Nasib mereka buruk, Nek. Pernikahan poligami yang dilakukan Tuan Agra tidak pernah adil, Alina bercerita sejak Papanya membawa wanita itu ke rumah dengan membawa seorang adik perempuan untuknya, apapun milik Alina selalu direbut sejak kecil. Alina harus selalu mengalah... Ibunya yang memendam luka batin, akhirnya meninggal dunia disaat usia Alina 17 tahun."

"Jadi, namanya Alina. Cantik sekali namanya, apa kamu menyukai nya Nak?"

Saddam terdiam dan hanya mengangguk. "Sayangnya, Alina sudah menikah. Dia istri pria lain, Saddam sedang berusaha menghilangkan rasa tak pantas ini."

"Dam... tak baik memendam perasaan seperti itu."

"Saddam tau, Nek. Makanya Saddam mulai menjauh dan berusaha menjaga jarak dengan nya."

"Anak baik, ingatlah Nak. Jodoh adalah salah satu rahasia Allah, jangan menjadi buruk hanya untuk mendapat apa yang ingin kamu inginkan."

"Terimakasih nasehat nya, Nek. Sekarang ayo jalan-jalan, Saddam yang dorong kursi rodanya."

"Tunggu, jadi wanita itu punya anak dari pria selingkuhannya?"

"Iya, Nek. Anak perempuan, berbeda 3 tahun dengan Alina."

"Berarti dia adikmu, Dam. Adik satu Ibu..."

Saddam baru sadar, jika Calista adalah adik tirinya satu Ibu. Apa dia tega menyakiti adik nya itu?

Melihat kegamangan Saddam, sang Nenek sekali lagi mengelus kepala cucunya dengan sayang. Cucu yang dia besarkan sendiri sejak berusia 5 tahun sampai umur 10 tahun, sebelum Saddam di adopsi dan tinggal di Belanda. Sementara Ayah Saddam meninggal tak lama setelah digugat cerai oleh Elsa. Waktu itu... tiba-tiba tubuh Ayah Saddam drop setelah mendengar tentang Elsa yang akan menikah bersama Agra Bagasditya, lelaki selingkuhan Elsa.

.

.

Di rumahnya, Alina menatap kecewa ke arah darah di CD nya. Ternyata tamu bulanannya datang, itu artinya dia belum hamil.

Dengan wajah lesu Alina keluar untuk meminta ART membelikan pembalut dan juga obat untuk pereda sakit saat menstruasi.

"Mas aja yang beli, Lin. Mas kan udah tahu merk dan ukuran kamu, dulu Mas yang sering beliin pas kamu PMS dan datangnya disaat kamu lagi di sekolah. Jadi waktu itu... Mas lah yang beliin, masih inget?"

Blush!

Wajah Alina memerah malu, tanpa di ingatkan pun tentu saja dia tahu.

"Enggak usah, Mas. Takut ngerepotin, biar Bik Tuti yang beli..."

"Siapa yang ngerepotin, apa sejak dulu Mas sering ngeluh?"

Alina menggeleng, "Enggak pernah sih."

"Nah! Jadi tunggu ya, Mas beli di toko depan. Obatnya seperti merk biasa, kan?"

"Ya."

"Mas pergi bentar, mau nitip beli apa lagi? Mau beli Mixue Boba Sundae atau sweet potato mochi bread mungkin? Itu cemilan favorit kamu..."

Mata Alina sontak berbinar, "Mas mau beliin? Tapi kok Mas masih inget cemilan kesukaan aku?"

"Semua tentangmu masih tersimpan disini, Lin." Adrian menarik tangan Alina meletakan di dadanya sendiri, jantung lelaki itu berdetak begitu cepat.

Alina pun mengerti, dia menarik kembali tangan dari suaminya. Tidak ingin terlalu terbawa perasaan, dia masih takut akan kembali dilukai oleh Adrian.

Tapi dia belum berhasil hamil, jadi... haruskah dia meminta nafkah batin pada suaminya itu?