NovelToon NovelToon
To Be Your Mistress

To Be Your Mistress

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Angst / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: moonwul

Ketika ketertarikan yang dihiasi kebencian meledak menjadi satu malam yang tak terlupakan, sang duke mengusulkan solusi kepada seorang gadis yang pastinya tidak akan direstui untuk ia jadikan istri itu, menjadi wanita simpanannya.

Tampan, dingin, dan cerdas dalam melakukan tugasnya sebagai penerus gelar Duke of Ainsworth juga grup perusahaan keluarganya, Simon Dominic-Ainsworth belum pernah bertemu dengan seorang wanita yang tidak mengaguminya–kecuali Olivia Poetri Aditomo.

Si cantik berambut coklat itu telah menjadi duri di sisinya sejak mereka bertemu, tetapi hanya dia yang dapat mengonsumsi pikirannya, yang tidak pernah dilakukan seorang wanita pun sebelumnya.

Jika Duke Simon membuat perasaannya salah diungkapkan menjadi sebuah obsesi dan hanya membuat Olivia menderita. Apakah pada akhirnya sang duke akan belajar cara mencinta atau sebelum datangnya saat itu, akankah Olivia melarikan diri darinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonwul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21: Aku Takut Kamu Menjauhiku

Olivia telah kehilangan dirinya di depan Paul.

Ia tidak ingin membahas tentang pesta kemarin malam. Tentang bagaimana Simon memeluk mesra Charlotte yang tengah menunggu dirinya untuk mengucapkan selamat, tentang pria itu yang mencuri tatap kepadanya saat melakukan itu, atau tentang ia yang memutuskan pergi begitu saja tanpa menjalankan rencana yang telah ia siapkan.

Paul pun kebingungan kemarin malam. Sejak membantu Olivia keluar dari mansion keluarga Ainsworth, tawaran menyediakan tempat tinggal ditolak oleh gadis itu dan sebagai gantinya ia malah meminta diajarkan gerakan slow dance dan akan melakukannya berdua di pesta ulang tahun Charlotte.

Itu semua yang hanya diminta Olivia, tapi gadis itu malah membatalkannya. Paul telah menahan diri sangat keras untuk tidak mempertanyakan alasan dibalik berubahnya pikiran gadis itu.

Pagi ini pun, saat cuaca musim gugur semakin terasa dan dengan begitu indahnya lingkungan dibuat karena kedatangan musim itu, ia datang ke toko Olivia. Sesederhana sebagaimana yang ia biasa lakukan, ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama gadis itu, karena hal itulah salah satu kegiatan yang paling membuatnya bahagia.

Namun lagi, bahkan saat ini pun, ia menemukan sikap tidak biasa dari sang sahabat yang telah mendapatkan hatinya itu.

“Olivia?” panggil Paul.

“H-hng? Ah, maaf. Apa tadi yang kamu bilang?” Olivia tersadar dari rumit pikiran yang ia miliki. Ia menatap wajah Paul dengan kedua bahu turun melemas. “Maaf banget, Paul.”

Pria itu memberi satu anggukan penuh arti. “Aku yang seharusnya minta maaf.”

Alis Olivia terangkat kecil dan ia tersenyum samar. “Aku yang buat salah, tapi kamu yang minta maaf.” Ia berjalan menjauhi rak etalase yang telah diisi rapi deretan roti.

Paul meletakkan sisa beberapa roti lagi di nampannya ke etalase lalu mengikuti langkah gadis itu ke arah meja kasir.

“Benar kok, aku minta maaf karena memang aku melakukan kesalahan sama kamu.” Paul berdiri di depan meja kasir, membuat benda panjang terbuat dari kayu itu menjadi satu-satunya batas di antara mereka.

Olivia menarik bibirnya tersenyum tipis sebelum mengatur mesin kasir. “Apa memangnya kesalahanmu itu?”

Paul mengerjap. Ia membutuhkan beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan itu. “Aku... tidak menceritakan semuanya kepadamu. Kisah keluargaku yang mungkin saja membuatmu menjauh dariku.”

Olivia tertawa kecil. Ia menganggap sepele hal yang dimaksudkan pria itu dengan semua sejarah di antara mereka bahwa pada akhirnya setiap perkataan serius yang keluar dari bibirnya akan berakhir pada candaan.

Melihat reaksi itu membuat Paul menahan napasnya untuk beberapa detik. Tujuannya mencoba dengan susah payah untuk menceritakan kisah hidupnya yang ia sembunyikan adalah ia ingin semua tentangnya menjadi jelas bagi gadis itu sebelum ia menyatakan perasaan padanya.

Olivia mengangkat wajahnya dan menatap kedua mata cokelat Paul. “Ada apa, Paul? Kamu jadi diam itu sangat aneh, tahu.”

Paul mencoba menggerakkan kedua bibirnya. “Aku...”

“Iya, kamu?” Olivia mengangguk pelan, kedua matanya menatap dengan kerlipan polos menunggu penjelasan penuh dari sang sahabat.

Paul menggelengkan kepalanya. Ia menunduk dan tersenyum pahit. “Sebenarnya hatiku gelisah banget malam tadi.”

Olivia tertegun. Ketakutan menjalar di tubuhnya bahwa Paul mungkin menyadari sesuatu yang terjadi terhadap dirinya dan Simon.

Gadis itu meneguk ludah menunggu kelanjutan kalimat yang akan keluar dari bibir tipis Paul.

“Gelisah hati ini gelisah. Gadis-gadis di pesta mengejar-ngejarku tanpa lelah.”

“Ha?”

Paul mengangkat kepalanya dan kembali menatap Olivia. “Kamu tahu, ketampananku membuat mereka lupa diri. Pas kamu pergi ke kamar kecil saja, tidak sedikit dari mereka mengelilingiku. Susah banget buat melarikan diri dari mereka.”

Olivia menunduk, ia menarik panjang napasnya. “Paul. Jangan buat aku melemparkan buku besar ini kepadamu, ya.”

Paul mundur satu langkah dan tertawa ngeri. Ukuran buku besar berisi semua urusan toko yang berada di dekat Olivia cukup untuk membuatnya memar. “Jangan dong.”

“Makanya jangan mengomong kosong setelah membukanya dengan begitu serius.” Olivia mendelik pada Paul dengan kedua lengan berkacak pinggang.

Paul tertawa meringis sembari menggaruk belakang lehernya. “Sudah kebiasaan, Liv. Susah buat dihilangkan.”

Olivia menyipitkan matanya dan menggeram kesal. “Daripada kamu cengengesan terus begitu, lebih baik bantu aku mengurus toko.”

“Iya, iya.” Paul mengangguk cepat. “Apa yang perlu aku bantu?”

Olivia tertawa pelan. Tingkah kekanakan Paul selalu bisa membuatnya terhibur. “Sana, tolong pasangkan tanda buka di pintu depan.”

Paul mengangkat satu lengannya ke dekat dahi, memberi hormat layaknya seorang tentara. “Siap, Kapten!”

"Ada-ada saja." Olivia menggeleng dengan tertawa sangat renyah. Ia mengalihkan pandangan dari Paul yang berjalan ke pintu depan menjadi ke arah ponselnya yang bergetar karena sebuah panggilan masuk.

Ia meraih ponsel itu, mengangkatnya dan meletakkan ke dekat telinga. Dapat ia lihat, Paul pun seperti tengah menerima ponsel di depan sana. Namun, ia tidak ambil pusing akan hal itu dan mulai bersuara.

"Dengan Liv's Bakery di sini. Ada yang bisa saya bantu?"

Hening yang terjadi untuk beberapa saat kemudian membawa hal mencekam kepada pendengaran Olivia.

"Olivia." Suara Simon terdengar begitu halus di telinga Olivia, namun gadis itu seakan mendengar hal horor sampai buru-buru menjauhkannya.

Saat Olivia tampak mengatur napas dan degupan jantungnya lantaran sangat terkejut, Paul tampak sudah selesai dengan panggilan di ponselnya.

Pria itu berjalan ke arah meja kasir, berniat pamit pada Olivia.

"Sepertinya aku harus pergi, Olivia," ucap Paul. Olivia membelalak dan segera menutup speaker ponselnya.

"Lagi menerima panggilan dari pelanggan?" tanya Paul berbisik. Olivia terlihat meragu, namun kemudian mengangguk.

Paul menggulung bibirnya dan mengangguk-angguk. "Baiklah. Aku pergi kalau begitu. Maaf, ya, nanti aku pasti akan bantu-bantu lagi."

"Tidak apa, Paul. Kamu sudah membantu banyak." Olivia juga berbisik untuk berbicara pada pria itu.

Paul memberi satu senyuman hangatnya untuk terakhir kali sebelum berbalik meninggalkan Olivia.

Gadis itu di lain sisi, langsung mendekatkan ponsel ke telinganya begitu Paul keluar dari toko.

"Halo?"

Simon terkekeh di seberang sambungan. "Kamu bisa saja mengakhiri panggilan saya. Kenapa repot-repot hanya menutup pengeras suara saja?"

Sial.

Olivia mengernyit, ia lantas mematikan panggilan itu sepihak.

"Duke gila itu makin jadi saja, kan," sadarnya. Ia memegangi dahi dengan tangannya dan memejamkan kedua mata.

Paul tidak segera masuk ke mobilnya. Ia berdiri di sisi kendaraan berwarna putih itu dan melihat ke arah toko Olivia.

Ia harus pergi karena panggilan paling tak diinginkannya dan dengan menelan semua pengakuan yang jauh lebih baik jika ia utarakan kepada gadis itu.

Ini adalah rahasia yang tak bisa kukatakan, Olivia. Sebenarnya nenekku membayar seseorang untuk membunuh ayahku sendiri. Dia menyembunyikan semua itu sangat lihai seakan kematiannya hanya sebuah insiden kecelakaan tak terelakkan. Aku mengetahuinya dua tahun lalu dan memberontak dengan meninggalkan karier pengacara yang telah disiapkan untukku dan menjadi musisi sebagaimana ayahku dahulunya. Aku takut kamu menjauhiku karena takut akan hal itu.

...♧♧♧...

^^^*** the picture belongs to the rightful owner, I do not own it except for the editing.^^^

1
agnesia brigerton
Jadi duke nih lagi nunggu sampe Olivia lebih dewasa aja?? Setidaknya dia gak pedofil deh :)
agnesia brigerton
Gilakkkkk
agnesia brigerton
Udah manggil ayah mertua ajaa
agnesia brigerton
Aku padamu Olivia 😭😭😭
agnesia brigerton
😭😭😭
agnesia brigerton
Duh pulang kampung nih??😥
agnesia brigerton
Hubungan mereka kerasa sensual banget tapi menegangkan juga duh panas dingin jadinya 🙃
agnesia brigerton
Iya iya pergi aja dari duke obses ituu
agnesia brigerton
Gue tereak terus woiii
agnesia brigerton
What?????? Merk gaunnya terus lagu yang diputar????
agnesia brigerton
Tunangan asli kayak nyadar deh
agnesia brigerton
Benedict selama kerja sama duke gak kepikiran buat resign kah??
agnesia brigerton
Oke... oke... si duke obses nih parah
agnesia brigerton
Kamu kuat bangettt
agnesia brigerton
S-SIAP YANG MULIA!!
agnesia brigerton
UPSS 🤭🤭
agnesia brigerton
Lo kayaknya masih bingung deh sama perasaan sendiri 🙃🙃
agnesia brigerton
AAAA 😚😚😚
agnesia brigerton
Apa? Mau ngapain emangnya🤭
agnesia brigerton
AAAA GUE DUGUN DUGUN
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!