Setelah diperkosa beramai-ramai hingga nyaris meregang nyawa oleh Jeam dan keempat rekannya, Titi justru mendapati jiwanya menempati tubuh wanita bernama Jia. Titi terlempar ke kejadian satu tahun sebelum dirinya diperkosa!
Kejadian tersebut membuat Titi mengetahui sederet fakta mencengangkan. Beberapa di antaranya masih berkaitan dengan kasus Titi. Karena ternyata, Jia merupakan mantan kekasih Jeam, dan kini menjadi saudara tiri setelah mama Jia menikah dengan papa Jeam. Selain tengah hamil, Jia yang belum menikah juga menjadi budak nafsu orang tua mereka maupun oleh Jeam sendiri.
Awalnya, Titi hanya berniat balas dendam untuk kasusnya. Namun mengenal Jia yang rapuh, membuat Titi bertekad untuk MENGUBAH TAKDIR. Titi akan membuat takdir baru untuk dirinya tanpa membuatnya ‘dirusak’ Jeam apalagi berakhir menjadi gadis ternoda!
Mampukah Titi melakukannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Masalah Baru Bertabur Informasi
“Jalan, Pak!” tegas Syukur, tapi sopir taksinya menggeleng takut.
“Ya sudah kami turun. Saya bayar sekarang!” tegas Syukur sembari menatap kesal sang sopir.
“Beneran turun?” batin Titi mengikuti Syukur yang keluar dari pintu sebelah Syukur.
Syukur membawa Titi meninggalkan sang polisi. Mereka memasuki jalan gang, tapi polisi tadi langsung mengikuti.
“Coba berhenti, kita tanyakan apa yang dia mau, Mas!” sergah Titi yang sebenarnya sudah lelah berlari. Kedua kakinya seolah lepas dari sendi-sendinya. Selain itu, ia juga masih ngos-ngosan.
Mendengar permintaan Titi, Syukur juga refleks berhenti melangkah. Ia membiarkan polisi tadi menghentikan motor di hadapan mereka kemudian turun. Seperti sebelumnya, yang polisi itu datangi masih Titi.
Polisi bernama Suparno tersebut menatap wajah Titi dengan saksama. Ia meminta Titi melepas topinya, dan ia melakukannya dengan tampang sangat seram. Jantung Titi jadi berdekat lebih kencang, tapi mau tidak mau, Titi menuruti keinginan polisi Suparno.
“Memangnya kenapa, Pak? Asal melakukan pemeriksaan tanpa tujuan jelas, bisa kena pasal, loh!” sergah Syukur tapi langsung dibalas tatapan masam khas menyepelekan dari sang polisi.
Setelah melepas topi hitam dari kepalanya dan itu milik Syukur, Titi bertanya alasan polisi tersebut menahan langkahnya.
“Coba tunjukan kartu identitas kamu kepada saya,” tegas sang polisi sambil menyodorkan telapak tangan kanannya kepada Titi.
“Untuk?” tanya Titi tak mau langsung memberikan kartu identitasnya. Apalagi pada kenyataannya, Titi juga lupa membawa kartu identitasnya. Karena sekarang pun, sekadar membawa dompet saja, Titi tidak membawanya.
“Jangan banyak bertanya! Serahkan saja!” tegas polisi tersebut marah-marah.
Namun dalam sekejap, Syukur meninju wajah khususnya hidung sang polisi. Darah segar langsung muncrat dan Titi yang menyaksikannya benar-benar tercengang.
“Kamu lihat? Jika ada yang berani kurang ajar seperti tadi, kamu tidak perlu ragu untuk menghajarnya!” tegas Syukur sambil menggandeng sebelah tangan Titi dan membawanya lari.
“Tanganku tak sebesar tangan Mas. Yang ada tanganku patah kalau aku nekat melakukan yang Mas lakukan,” ujar Titi sambil terus berlari.
“Berarti kamu perlu senjata!” tegas Syukur masih terus berlari.
“Aku yakin kita langsung jadi incaran. Polisi tadi pasti tidak akan tinggal diam. Dia pasti akan meminta bala bantuan. Atau, ... kamu ada hubungan apa dengan si jendral bapaknya Jeam?” meski terus berlari, kali ini Syukur melakukannya sambil menatap Titi.
“Ibuku hanya ART. Dan selama ini, lingkungan kami hanya di rumah kak Bian!” tegas Titi terus berlari.
“Sebelum itu?” ucap Syukur.
“Ya enggak tahu. Dari kecil aku ingatnya ada di rumah kak Bian. Namun sebelum itu, kami sempat tinggal di kontrakan. Masalahnya aku enggak begitu ingat!” ucap Titi lagi.
“Kalau begitu, habis ini kita harus cari tahu. Aku butuh KTP ibu kamu buat cek segala sesuatunya,” ucap Syukur serius.
Melihat Syukur yang begitu serius sekaligus serba bisa, Titi jadi curiga. “Mas ... intel, ya? Atau ... sebenarnya Mas ini mata-mata? Atau malah agen rahasia?” tanya Titi yang langsung diam sebelum Syukur membalasnya. Sebab di depan mereka, beberapa polisi yang memakai motor, sudah menghadang.
“Kita benar-benar sudah jadi incaran. Kenapa kita sampai memiliki masalah baru, padahal ini bukan lingkup kehidupan kita? Harusnya adanya kita di sini hanya untuk mengetahui beberapa informasi, kan?” ucap Syukur yang perlahan berhenti melangkah.
“Sepertinya mereka memang menginginkanku. Namun, harusnya sekarang, kasusku belum ada, kan? Jadi, jika alasan mereka bukan untuk kasusku, ... terus untuk apa?” lirih Titi heran. Belum lagi, ketika ia menoleh ke belakang, polisi Suparno ada di belakang bersama dua orang polisi yang lain.
“Berarti itu yang harus kita cari tahu. Punya urusan apa kamu dengan jendral itu,” ucap Syukur yang dengan santainya menghela napas kemudian menoleh ke belakang. “Hingga mereka mengepung kita seperti ini?”
“Iya, Mas ... kita beneran dikepung!” lirih Titi sambil mengawasi depan belakang mereka dan semuanya merupakan polisi. Polisi Suparno tampak sangat marah kepada Syukur maupun Titi.
“Mas, aku punya informasi penting tentang jendral itu. Pertama, dia merebut sekaligus selingkuh dengan mamanya Jia. Karena itu juga, papa kandung Jia jadi mirip psikopat. Papanya Jia juga seorang polisi tapi kedudukannya tidak lebih tinggi dari papanya Jeam. Paling bobrok, dia sudah terbiasa meniduri Jia atas persetujuan mama Jia. Ah, coba dicek, harusnya ada kabar viralnya dari aku.n Jia!” ucap Titi yang tak mau, ada yang terlewat. Baginya, Syukur yang telanjur menolongnya juga harus tahu fakta-fakta mencengangkan di balik kehormatan polisi dan jendral yang ia ketahui.
Untuk sejenak, Syukur tak bisa berkata-kata. Ia menahan napas dan perlahan menatap Titi. Syukur tahu, Tuti merupakan murid berprestasi. Kecerdasan Titi di atas rata-rata, apalagi keluarga Bian memberi Titi sederet kesibukan bimbingan pelajaran sekaligus ilmu pengetahuan. Namun apa yang baru saja Titi katakan, bagi Syukur itu bukan bagian dari kecerdasan. Melainkan, antara fakta atau malah kabar kubur. Namun, masa iya Titi se—update itu? pikir Syukur yang langsung menghajar setiap polisi yang berusaha mengambil Titi darinya.
“Cukup!” teriak Titi. Ia tak mau Syukur mati jika terus dikeroy.ok, meski sampai detik ini, Syukur masih bisa melindunginya. Karena meski terkena bogeman, itu seolah tak berpengaruh ke Syukur.
“Apa yang kalian mau?!” tegas Titi setelah kedelapan polisi yang sempat mengeroyo.k Syukur, berhenti. Mereka sungguh mendengarkan kata-kata Titi.
“Ikut kami dan jalani pemeriksaan!” tegas polisi Suparno.
“Pemeriksaan apa?” tanya Titi tapi polisi Suparno memintanya untuk tidak banyak tanya bahkan sekadar banyak bicara.
“Aneh ... mencurigakan. Masa iya, mereka begini karena si jendral. Jangan bilang hanya karena aku ada kemiripan dengan Jia, si Jendral mau jadiin aku cabe-cabean!” pikir Titi ketar-ketir sendiri.
“Kalian boleh membawanya, tapi aku harus ikut karena aku kakaknya!” tegas Syukur.
Detik itu juga Titi berpikir. Ia kepikiran kata-kata Syukur. Karena jika adanya mereka ke sana hanya untuk mendapatkan informasi. Terlebih kini bukan waktu kehidupan mereka, kenapa mereka bisa terlibat masalah baru?
“Apa memang, masalah baru ini yang akan membuatku mendapatkan informasi penting? Masalahnya, papanya Jeam itu breng.sek. Jia yang anak tirinya saja dan posisinya terluka parah, tetap diembat. Bagaimana jika aku mengalami hal serupa?” pikir Titi memutuskan untuk mengikuti polisi meski sebenarnya ia takut.
“Daripada penasaran, dan berhubung ada yang menemani!” pikir Titi lagi.
Titi dan Syukur dibawa menggunakan sebuah mobil polisi. Di depan termasuk yang menyopir ada dua polisi. Sisanya ada dua polisi dan salah satunya pak Suparno.
“Jalan ini enggak asing ... seperti ... jalan ke rumah Jeam?” pikir Titi.
Benar, alih-alih dibawa ke kantor polisi atau setidaknya rumah sakit lagi karena katanya akan menjalani pemeriksaan, Titi dan Syukur justru dibawa ke rumah Jeam. Rumah yang sempat Titi tempati ketika jiwa Titi transmigrasi ke tubuh Jia.
“Ini rumah Jeam!” bisik Titi kepada Syukur.
“Rumah dinas? Soalnya yang aku tahu, rumah Jeam bukan ini. Mungkin mereka punya beberapa rumah?” bisik Syukur.
“Yang Mas tahu, mamanya Jeam masih hidup, enggak?” tanya Titi dan Syukur mengangguk-angguk.
“Kok kesannya aku jadi tahu banyak tentang keluarga Jeam? Terus ini aku mau diapain, kenapa aku dibawa ke sini?” pikir Titi. Ketika ia menengadah ke atas, di lantai atas sana, ada Jia yang mengintip dari jendela. Namun, Jia buru-buru bersembunyi. Seolah kemunculannya sangat dilarang.
Lanjut Mb...
semangat yuaaa...
❤️❤️❤️❤️❤️
kok ada jia di rumah jeam..
apa dia sembunyi2 atau bagaimana?
padahal pak tomy bilang ke jeam kalo jia menghilang...
lanjutttt..
❤❤❤❤❤
Lanjut kak...
Jangan sampai Titi punya darah dari Jendral Dakjal ituuuu....
Bisa jadi Titi anaknya Jendral...
Lanjut kak..
Semoga masih semangat Update terbaruu....
tambah seruuuu..
apa bu Tuti dulu mantan maid di rumah tomy?
lalu terjadi pergulatan ranjang?
atau bu tuti kekasih masa lalu pak tomy?
lanjuuutttt..
❤❤❤❤❤
lanjjuuuuttttt
wajah titi seperti bu tutikah?
kok wajah jeam bule?
apa ibu jeam bule?
gak mungkin kan kalo pak tomy yg bule jadi polisi di indo
masih hidup si jeam