NovelToon NovelToon
MAN FROM THE ABYSS

MAN FROM THE ABYSS

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nur

Seorang pembunuh yang dapat menerima konsekuensinya atas seluruh tindakannya adalah suatu keberadaan yang paling berbahaya.

Di antara seluruh sejarah umat manusia di muka bumi terdapat beberapa orang yang mendominasi kejahatan dalam setiap era sejarah, dengan tujuan menyebarkan ideologi gila mereka untuk melahirkan generasi kejam yang tak mengenal rasa takut.

Di tahun 2017 sedikit banyaknya dari mereka yang telah menanamkan jiwa seorang pembunuh berakhir di era teknologi sehingga angka kejahatan semakin menurun. Namun hal itu tidak mengungkit fakta bahwa masih ada satu orang yang bekerja secara indepent di balik bayang-bayang hanya untuk sekedar menjadikannya kesenangan dengan meninggalkan kasus paling banyak dalam sejarah umat manusia.

Kisah ini menceritakan seorang pembunuh profesional yang terjebak dalam permainan Dewa setelah kematiannya telah di tetapkan, jauh dari surga maupun neraka di dalam dunia tersebut hanya ada keajaiban sihir dan segala kemungkinannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 21:Bentuk Keputusasaan

Di sebuah tempat dimana hanya berisikan kegelapan tanpa setitik pencahayaan, menjadi latar belakang dari tempat Dewi Gabriel sekarang.

Selama bayangan yang membawanya pergi, Dewi Gabriel tak pernah lagi membuka matanya, seolah ia tengah kehilangan kesadaran dan tidak mengetahui apa yang sedang menimpanya.

"Di ... Dimana aku?."

Beberapa saat kemudian Dewi Gabriel memperlihatkan kesadarannya yang mulai kembali, ia secara perlahan membuka matanya lalu memperhatikan situasi yang ada di sekelilingnya.

"He?."

Sorot matanya langsung terubah menjadi terkejut, ketika Dewi Gabriel menyadari hampir seluruh raganya di kekang oleh kegelapan.

Dimana itu menyatu menjadi satu unsur dari tempat tersebut dan hanya menyisakan ujung kepala hingga perut tidak terkecuali kedua tangannya.

Lebih dari itu Dewi Gabriel merasakan dirinya seolah sedang di perlemah oleh kondisi kegelapan yang melilitinya.

"Aku ... Merasa lelah? Tempat apa ini?."

Semua titik buta telah terblokir, Dewi Gabriel hanya mampu membaca situasi yang di alaminya tanpa bisa melakukan sedikit tindakan.

*klap-klap-klap-klap*

Terdengar suatu kehadiran sangat dekat dari seseorang yang sedang mengarah menghampiri Dewi Gabriel.

Entah siapapun itu yang membuat harga diri Dewi Gabriel di permainkan, ia tak segan akan membalas dua kali lipat atas perlakuan memalukan yang di alaminya.

Pada langkahan kaki yang semakin menggeming berjarak beberapa meter ke depan dari tempat Dewi Gabriel, tertampil sesosok pria muda berkulit cerah serta berambut merah tertata rapi dengan pakaian kemeja putih layaknya seorang bos mafia. Selain itu kedua bola mata pada bagian pupil hitam yang di milikinya seolah tergambar tidak memiliki rasa emosi sama sekali.

"Yo. Mana mungkin kau lupa denganku kan?"

Sembari terus berjalan pria tersebut juga memberikan sapaan manis kepada Dewi Gabriel lewat gestur tangan yang terangkat sambil menunjukan sedikit senyuman.

"Huh?."

Sebaliknya saat itu, Dewi Gabriel hanya membatu dalam waktu yang cukup lama begitu wajahnya memperlihatkan ekspresi terkejut dengan mulut melanga.

"Tidak mungkin. Mustahil ... Bagaimana bisa ... Kau ada di sini .... Raja iblis!!."

Spontan Dewi Gabriel meneriaki pria tersebut dengan perasaan yang kacau, seakan itu bercampur aduk bersama kegelisahan.

Air keringat membasahi wajahnya, kedua matanya terbuka lebar serta mulut yang terdengar menahan gertakan gigi menjadi suatu ke khawatirannya saat memperhatikan sosok pria tersebut.

"Tidak perlu sampai meneriakiku tau, jika kau mengingatku ... Artinya kau memahami makna dari kedatanganku membawamu kemari, yang mana bukan hanya untuk melakukan hal-hal gila denganmu."

Tatapan penuh kekosongan tanpa perasaan semua terdapat di dalam sorotan mata pria tersebut, seolah membawa tekanan psiki bagi lawan bicaranya.

"Bajingan, enyahlah!. Aku tidak akan pernah memaafkanmu!."

Dewi Gabriel meluapkan rasa kekesalannya melalui pandangan mata penuh kebencian terhadap pria yang ada di depannya.

"Hoi, siapa juga yang menginginkan permohonan maaf. Jangan membawa-bawa hal yang tidak ada kaitannya dengan pertemuan kita, atau perlakuankulah yang mengganggumu?. Asal kau tau, kau bukanlah satu-satunya orang mengakui dirinya adalah yang terkuat. Apa lagi kau hanyalah seorang wanita yang dulunya seorang manusia, sesosok Dewa di mataku bukanlah seperti ini, walau harus ku akui kau memang salah satu yang terkuat di antara semuanya. Tapi ... "

Langkahan pria tersebut semakin dekat dengan Dewi Gabriel hingga secara sengaja mendekatkan diri lebih dekat ke arah wajah Dewi Gabriel.

"Itu hanya masalah waktu, sampai kalian hancur di tangan kami. Jika aku berkeinginan bisa saja kalian punah hari ini. Sayangnya ... Itu terlalu membosankan, ku yakin dirimu yang memiliki ego yang sama denganku jauh lebih memahami lebih dari siapapun. Langsung saja ke inti pertemuan kita, aku membuatmu seperti ini hanya untuk satu hal. Ya, aku ingin merebut kembali sesuatu yang seharusnya bukan milikmu."

"Apa ... Yang kau inginkan dariku?"

Dewi Gabriel dengan serius mengatakannya namun juga sedikit merasa ragu.

"Sudah jelas bukan, bahwa aku ingin mengambil kedua mata itu. Mana mungkin aku menahanmu dengan cara yang begitu ketat hanya untuk tujuan sepele, aku menggunakan cara ini agar kau tetap lemah jauh sebelum kondisimu prima sekaligus mencegah agar kau tidak dapat menggunakan mata itu. Bisa di katakan tempat ini adalah bagian dari keberadaanku sendiri, dimana kekosongan tidak dapat kau singkirkan selain kehendak dariku."

Di saat yang sama juga Dewi Gabriel menyadari, kegelapan yang menggerogotinya telah menenggelamkannya dalam  genggaman kontrol pria tersebut secara penuh.

"Bajingannn ... Kauuu .... Kau akan menyesalinya!."

Dewi Gabriel berteriak mengerangkan emosinya tepat di wajah pria yang sedang berdiri di hadapannya.

"Mulut kotormu tidak ada manis-manisnya sama sekali, apakah kau masih belum sadar posisimu sekarang? Apapun yang kau lakukan itu tidak ada gunanya. Bahkan saat ini kau masih belum layak menerima keseriusanku, jadi sadarilah posisimu."

Seketika Dewi Gabriel terdiam dengan memendam rasa kebenciannya saat pernyataan tersebut menyadarkan kondisinya yang tak dapat ia hindari.

"Namun, sedikit keberuntungan berpihak kepadamu. Aku tidak bisa langsung membunuhmu kau tau? Aku akan kehilangan kesempatanku jika itu terjadi. Mata itu walau hancur keberadaannya masih bisa kau regenerasikan, sebaliknya bila kau mati ... Aku akan kehilangan mata itu untuk selamanya. Pemiliknya pasti lebih memahami kan? Telah tertanam konsep pengikat penggunanya yang tidak bisa kuhancurkan karena pemilik sebelumnya. Jadi perlu ku rebut terlebih dahulu setelah itu menyingkirkanmu."

Ucapan terakhir dari kalimat pria tersebut, sesaat menunjukan pandangan mata yang tidak bisa di deskripsikan sebagai suatu wujud perasaan, seolah hanya ada kekosongan di balik matanya.

Dewi Gabriel yang sejak awal memperhatikan sejujurnya mengalami tekanan luar biasa dari kedekatannya dengan pria tersebut, namun kebencian yang di rasakannya jauh lebih mengangkat keberanian untuk menaruh dendam yang mendalam.

"Aku memiliki alasan kuat untuk selalu membencimu. Jauh sebelum diriku berevolusi menjadi sesosok Dewi, kalian para iblis merenggut segala yang kumiliki dan sesuatu yang ingin kulindungi. Padahal kami tidak ada kaitannya dengan kalian, semua orang yang kusayangi, mereka hancur secara mental karena perlakuan iblis-iblismu yang melakukan hal tak lazim dan menjijikan terhadap mereka, termasuk diriku yang hampir mengalaminya. Bajingan sepertimu sampai kapanpun ... Aku-Hmmpp!."

Dewi Gabriel di kejutkan oleh sebuah objek yang tiba-tiba menghentikan perkataannya. Di kondisinya saat ini dengan perasaan mengejutkan ia menyadari sebuah bayangan tangan muncul dari arah belakang yang langsung menerkam mulutnya.

"Ya sudah cukup, aku harus memaksamu menutup mulutmu, kau memang tidak ada rasa feminimnya sama sekali, mungkin sebagian besar ada pada harga dirimu."

Tanpa bergerak sedikit pun maupun berkata sesosok pria tersebut dalam melakukan tindakannya sangat bertentangan dengan sihir, dimana secara instan tangan tersebut hadir dan langsung melakukan tugasnya sendiri.

"Hmmmpp!!."

Sebuah percobaan pemberontakan Dewi Gabriel lakukan dalam tengah keadaan tangan bayangan tersebut menutupi mulutnya, begitu keras kepala tanpa menerima kenyataan Dewi Gabriel menunjukan perilaku penuh emosional.

"Tak perlu terburu-buru, orang angkuh sepertimu di hadapkan dengan situasi seperti ini pastinya mengganggumu. Ngomong-ngomong, jauh sebelum dirimu pun aku telah menemui banyak orang-orang kuat dan di antara mereka tidak ada yang lebih percaya diri terhadap kekuatannya melebihi dirimu. Dan tidak ada yang lebih membosankan selain keegoisanmu memainkan rakyatmu sendiri, aku mengamati kalian para Dewa yang tersisa di masa lalu, aib-aib yang kalian lakukan di balik otoritas kalian aku memahami semuanya. Namun hanya kepadamu perkataan seperti ini sama sekali belum menunjukan rasa ketakutanmu, kau memang layak di juluki Dewi Bar-bar Mirage."

"Hmmppp!!."

"Sepertinya kau tidak menyukai nama manusiamu ya. Cukup sudah basa-basinya, aku sebenarnya tidak ingin berlarut lama terlebih terhadap orang yang tidak ada feminimnya sepertimu. Sekarang ... Mari mulai."

Segeranya kedua tangan pria tersebut mulai bergerak mengarah ke arah kedua bola mata Dewi Gabriel yang tidak dapat lagi di hindari.

"Hmmmpp!!!."

Dewi Gabriel merasa panik melihat tindakan pria tersebut, saat kedua tangannya menyentuh area mata yang berniat memaksa untuk membuka kelopak mata Dewi Gabriel selebar mungkin.

Perlahan semakin perlahan jari-jarinya mulai memasuki sela mata dan semakin dalam untuk mencongkel bola mata Dewi Gabriel.

"HMMMmmpppp!!."

Merasa sangat tak terima, Dewi Gabriel menggerutu berusaha menghentikan tindakan pria tersebut dengan melakukan pertentangan keras terhadap kondisinya sendiri.

"Apa yang kau sedihkan? Ini bukan milikmu, cobalah lakukan apapun dengan posisimu .... Kau hanya sedikit mengganggu prosesnya saja."

Ketika tangan telah menggenggam bola mata Dewi Gabriel dan hanya perlu menariknya kembali, tanpa sebab pria tersebut mendadak tak bergerak.

"Huh?"

Sesuatu menarik perhatiannya dari arah samping kiri.

Lalu sesosok entitas tak di kenal muncul menyerupai manusia dalam tengah kegelapan. Yang perlahan berjalan mendekati pria tersebut.

*Tik-Tik-Tik-Tik*

Suara langkahan yang menggeming dalam kegelapan menampilkan wujudnya sebagai seorang nenek-nenek memakai jubah menutupi penampilannya.

Ia sangat begitu tenang dari cara berjalannya yang seolah tidak ragu untuk menemui sosok pria tersebut.

"Sedikit saja tanganmu bergerak, akan kukirimkan kutukan kuat yang akan membuatmu menderita."

Kehadiran nenek tersebut menjadi sorotan Dewi Gabriel walau ia tidak mampu melihatnya dengan seksama karena kondisi yang sedang di laluinya, namun pendengarannya tidak berbohong soal kedatangan orang terdekatnya.

"Hmmpp!! ..."

"Huh? Kau ingin berkata sesuatu? Baiklah, tetapi kuperingatkan segala usaha apapun takkan mengubah nasibmu sekarang."

Melihat Dewi Gabriel yang jauh lebih responsif saat mendengar ucapan nenek tersebut, membuat pria tersebut tertarik untuk mendengar hal apa yang akan Dewi Gabriel sampaikan. Tanpa perlu mempermasalahkannya ia sedikit memberikan celah kecil untuk membuat Dewi Gabriel berbicara.

"Ne ... Nek. Ti ... Dak seharusnya .. K  .. Au ada di sini. Da ... Sar bodoh."

Tidak semudah itu pria tersebut memberikan kesempatan berbicara dengan mulus, terdengar Dewi Gabriel yang memaksa pita suaranya hanya untuk beberapa kata seolah gelombang suara dari mulutnya tidak dapat ia kendalikan.

"Simpan saja ucapanmu untuk nanti, aku kemari bukan karenamu, sebentar lagi juga pahlawan akan datang menolongmu. Sebaliknya aku memiliki beberapa urusan dengan pria ini yang harus kuselesaikan sebagai tugas terakhirku. Walau sebagian besar niatanku ingin menolongmu, Mirage."

"Huh?."

Spontan Dewi Gabriel tersentak saat mendengar namanya terpanggil dengan serius, seakan nenek tersebut ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting.

"Kau tidak seharusnya menjadi sesosok Dewi seperti ini, karena kau adalah bentuk manifestasi dari kami kaum wanita yang paling sempurna. Tidak ada yang mampu menandingi otoritas yang kau pegang dan tidak ada yang seberani dirimu. Namun ... Semua itu adalah karena salahku yang tidak bisa selalu ada di sampingmu untuk membimbingmu. Seandainya aku lebih memahami perasaan yang kau rasakan dan menindakimu lebih keras, mungkin aku bisa mencegah agar kau tidak berada di jalan yang salah. Tapi kau sekarang adalah Dewa, sudah sewajarnya kau akan terlena oleh kekuatanmu sendiri. Kita itu sama namun jalan pandang kita sangatlah berbeda, mungkin itu yang membuatku tidak dapat memahamimu lebih dalam."

Ucapan yang terdengar lirih sesaat menyeduhkan suasana hati Dewi Gabriel, ia tidak menyangka selama ini orang terdekatnya terus memperhatikan setiap perubahan yang terjadi kepada dirinya, keterusterangan dari perkataan nenek tersebut sedikit menyadarkan hati Dewi Gabriel.

"Hen ... Tikan tua bangka. Cepatlah kembali! Aku ... Aku tidak ingin ... Kau terlibat oleh masalahku sendiri."

Perasaan khawatir Dewi Gabriel mulai tumbuh, namun sayangnya rasa simpati tidak lagi di dengarkan oleh nenek tersebut.

"Tutup mulutmu. Sudah cukup, aku ingin kau menutup mulutnya."

Dengan menunjukan keegoisan terhadap lawannya, nenek tersebut sepenuhnya menutup diri atas semua ucapan Dewi Gabriel.

"Oh?."

Mendengar permintaan dari orang yang paling berpengaruh dengan korban saat ini, tidak akan menghambat rencananya maupun menjadikanya sebagai suatu masalah, justru keinginan tersebutlah yang berjalan sesuai perkiraan pria tersebut, lalu tanpa perlu mempertimbangkannya, ia segera memilih sedikit mundur dari hadapan Dewi Gabriel.

"Tidak. Ak-Hmmpp!."

Tak sempat Dewi Gabriel menyampaikan perkataannya, sebuah bayangan yang mampu di rasakan oleh fisik muncul tepat searah pandangan mata ke depan dan secara agresif bergerak memaksa masuk ke dalam mulut Dewi Gabriel.

"Sialan, aku memintamu untuk sekedar menutup mulutnya!."

Melihat Dewi Gabriel yang di perlakukan buruk membawa perasaan geram yang tak dapat di terima oleh nenek tersebut.

"Huh? Aku sangat yakin aku tidak melakukan kesalahan, bukankah dengan begini dia benar-benar tidak mampu untuk berbicara? Ngomong-ngomong ... Bagaimana kau bisa memasuki duniaku?."

Menghiraukan emosi nenek tersebut dengan logat bicara yang santai, pria itu langsung memberikan beberapa pertanyaan.

"Aku yang pernah melawanmu apakah itu sudah cukup membuktikan?."

Nenek tersebut menjawab dengan menunjukan tatapan serius.

"Ya aku merasa juga begitu. Kuyakin kaulah orangnya, namun di lihat dari penampilanmu sekarang ... Sepertinya kau tidak lagi sekuat yang dulu."

Obrolan membawa mereka ke arah pandang yang sama, dan nenek tersebut terlihat masih belum menunjukan jati dirinya di balik jubah.

"Urusan kita belum selesai dan kau tidak akan pernah mendapatkan mata itu bahkan setelah diriku mati."

Perkataan nenek tersebut seolah ingin mengundang nyali bertarung.

"Oh? Menarik."

Merasa terprovokasi pria tersebut segera memutar badan mengarah sepenuhnya ke arah nenek tersebut.

Dan hal itu membuat keberadaan Dewi Gabriel terasa terabaikan dengan perhatian mereka berdua yang saling memandang.

"......"

Untuk sesaat nenek tersebut memalingkan wajah ke arah Dewi Gabriel.

"(Aku membenci pria ini. Aku tidak yakin bisa menang, tapi setidaknya aku dapat mengulur-)"

Jika di perhatikan dari gerak bibirnya secara spontan terlihat nenek tersebut seolah memasang raut wajah terkejut di saat gumamnya terhentikan oleh suatu keadaan, dimana seluruh reflek tubuhnya terasa mati dan tak dapat di gerakan.

Ia berdiam diri di tempat sambil memperhatikan langkahan kaki pria tersebut yang perlahan berjalan mendekati.

"Ini adalah duniaku aku bebas melakukan segalanya, semua dosa pribadiku semuanya ada di sini. Kau yang mampu berinteraksi dengan duniaku hanyalah sebagian kecil dari dosaku, entah kau sadari ataupun tidak ... Keberadaanmu yang bisa sampai kemari adalah bukti bahwa kau memiliki kendali sebagai salah satu dosa yang kumiliki, dan sepatutnya aku harus segera menghapus dirimu sebelum tindakanmu membawa kesialan bagiku."

"Huh?"

Di waktu yang sama nenek tersebut melihat beberapa hal yang membuatnya sangat terkejut. Ia memang menutupi identitasnya namun gerak mulutnya tidak dapat berbohong soal rasa tercegang ketika perhatiannya terpusat di balik bayangan pria tersebut.

Dimana secara samar-samar tidak di ketahui lagi seberapa banyak gambaran penampakan wajah manusia hingga hal absurd lainnya dari orang dewasa hingga anak-anak dalam tengah kegelapan yang sekarang menyelimuti mereka, namun satu keyakinan yang menjadi kebenaran dari keberadaan tersebut adalah wujud realitas yang sebenarnya berasal dari korban-korban sosok pria yang saat ini mendominasi situasi.

"Ke arah mana perhatianmu pergi, apa kau sedang melihat hal aneh di sekitarku? Jika benar maka selamat ... Kau telah kembali pulang."

Sembari pria tersebut berbicara langkahannya juga semakin dekat membuat nenek tersebut merasa terdesak.

"Kau gila, kau memanglah yang terburuk, tidak heran para Dewa dari manapun mengincar kepalamu!."

*Tak*

Itu adalah langkahan kaki terakhir yang terdengar menjadi pertanda kehadiran pria tersebut yang telah sampai di depan pandangan lawan bicaranya.

"Tidak ada gunanya mereka menyimpan dendam kepadaku, jika pada akhirnya mereka tidak bisa memberikan perlawanan. Dewa-Dewa di zaman sekarang sangat lemah di bandingkan eramu dulu, tapi itu tidak secara keseluruhan bila di bandingkan dengan generasi pemenang perang antar Dewa ... Salah satunya sandra yang kubawa saat ini. Benar begitu ... Wanita terkuat di masa lalu."

Bersamaan secara paksa, pria tersebut menarik jubah wanita tua yang berdiri di hadapannya hingga memperlihatkan keseluruhan identitasnya.

Hal pertama yang paling menonjol dalam penampilannya adalah pakaian sederhana seorang prajurit tanpa sedikit menunjukan barang kekayaannya, lalu rambut panjang yang sangat dominan oleh warna putih dengan jenis mata yang sama seperti manusia pada umumnya, serta wajah keriput yang sewajarnya di miliki oleh mereka berusia lanjut.

Nenek tersebut hanya mampu meresapi emosinya sendiri ketika perlakuan pria tersebut memaksanya tak berkutik.

"Melanjutkan hal sebelumnya ... Jika kau dapat melihatnya artinya sebentar lagi kau akan menjadi salah satunya, dan jika tidak segera kutangani orang sepertimu pasti menggunakan otaknya untuk merencanakan sesuatu. Jangan pernah mencoba membohongiku, ingatlah siapapun yang pernah bersangkutan denganku akan menjadi bagian dari dosaku, rekan-rekanmu di masa lalu pun sekarang berada di dekatmu namun ku tak yakin kau akan menetaskan kesedihanmu kepada mereka. Aku dengan sengaja menutup sebagian pengetahuanku tentang segalanya agar ini menjadi lebih menarik."

Selama pria tersebut berbicara dengan santai, wanita tua yang ia anggap sebagai lawan tersebut hanya mendengarkan sambil memperlihatkan tatapan pandangan mata penuh kebencian.

*Krek*

Terdengar suara remukan berasal dari tangan kanan pria tersebut yang secara langsung mencekik leher lawannya.

Tanpa ada siapapun yang dapat menghentikan tindakannya, situasi yang terus berlanjut tersebut memberikan perasaan mengejutkan bagi Dewi Gabriel yang sejak awal memperhatikan mereka berdua dengan kondisi kacau.

"(Ma ... Maaf Dewi kecilku. Sepertinya kematianku telah tiba, namun kau tak perlu khawatir ... Sebentar lagi sang pangeran akan datang menjemputmu. Kuharap kau terus berkembang dengan kekuatanmu dan temuilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Aku ... benar-benar tidak menyesal sekarang.)"

Perlahan semakin pelan nenek tersebut mulai menutup matanya sebagai mana ia kehilangan kesadaran.

"Sayonara .... "

Dan itu menjadi terakhir kalinya bagi sosok nenek tersebut bergumam dengan perasaan bahagia, ketika seluruh raganya dalam waktu singkat terhapus dan menghilang begitu saja.

"Hama telah pergi. Sekarang aku heran kenapa diriku merasa sulit mengatasi kemampuannya padahal sebenarnya dia selemah itu, entah di masa lalu maupun masa kini sampai kapanpun dia tetaplah yang merepotkan. Sekarang ... Kita kembali ke jalan yang sebe-"

Ketika perhatian pria tersebut kembali ke arah Dewi Gabriel ia sedikit di kejutkan dengan reaksi frustasinya setelah menyaksikan orang terdekatnya tewas tepat di depan matanya.

Berlinang air mata kesedihan terus menetes tak kunjung terhenti membasahi wajah Dewi Gabriel yang hanya memperlihatkan tatapan kosong dengan mata terbuka lebar.

Saat ini hanya keputusasaan yang mengisi pikiran kosong Dewi Gabriel, ia bahkan tidak memberikan respon gerak tubuh sedikit pun selain keadaan yang memaksanya tetap diam.

Melihat kondisi terpuruk yang di alaminya, pria tersebut perlahan berjalan mendekatkan diri di hadapan Dewi Gabriel yang hanya termerenungi.

"Apa sekarang keputusasaan menyulutkan keberanianmu? Ini pertama kalinya aku melihatmu sekacau ini dengan situasi yang tidak mengenakan, maksudku ... Apa yang kau deritai saat ini sangatlah pas dengan momen yang kau lihat. Namun bagiku sendiri cukup biasa saja, aku sudah terbiasa melihat berbagai macam penderitaan makhluk hidup dan ini sangatlah normal. Sekarang tidak ada siapapun lagi yang akan ikut campur dengan kita."

Uluran kedua tangan pria tersebut mulai bergerak mengarah ke kedua bola mata Dewi Gabriel untuk sekali lagi, namun untuk kali ini ia dengan sengaja mempercepat prosesnya.

"Oh? Aku baru menyadari rambutmu berlawanan dengan wanita tua tadi, apa karena kau belum serius menggunakan matamu? Memang sepatutnya rambut hitam itu di miliki oleh manusia yang berevolusi sepertimu. Dan sekarang pada akhirnya ........... Inilah akhirmu."

*Blarrrr!!*

".....!"

Sejengkal ketika pria tersebut hampir merenggut bola mata Dewi Gabriel, secara mengejutkan tanpa sebab kedua lengannya hancur tak bersisa.

"Huh? ... Energi sihir ini ... "

Pria tersebut hanya sedikit menegakan alisnya dan tetap tenang karena sesungguhnya ia benar-benar tidak memiliki perasaan emosional selain ekspresi wajah datarnya.

*Tik-Tik-Tik*

Lalu sebuah kedatangan dari langkahan kaki seseorang menggemah ke arah belakang Dewi Gabriel yang masih terjerat oleh kegelapan.

"Tempat ini sungguh mengerikan aku ingin segera pergi dari tempat ini. Tentunya ... Itu setelah aku mengambil hakku kembali. Jangan perlihatkan air matamu ketika otoritasmu sedang di permainkan. Dewi Gabriel."

"He?"

Kedatangan Xiao yang sangat misterius tersebut sangat mengejutkan Dewi Gabriel.

Ia berjalan dalam tengah kegelapan sambil memijat bahunya sendiri seakan ketenangan hatinya tak dapat di goyahkan meski ia telah memahami situasi di sekitarnya.

"(Jadi orang inikah yang di maksud?)"

Gumama pria tersebut sembari sorot mata memandangi setiap langkahan kaki Xiao yang berjalan menghampiri Dewi Gabriel.

*Tak!*

Waktu terus berjalan hingga akhirnya langkah kaki Xiao berhenti tepat di samping Dewi Gabriel, di satu lain sisi pria tersebut juga sedang berdiri berada di depan Dewi Gabriel dan itu menjadi awal perjumpaan mereka dalam jarak pandang yang dekat.

Ketika mereka berdua saling memandang dengan n4fsu membunuh, sesaat Xiao mengubah arah lirikan matanya mengarah ke Dewi Gabriel yang berada di sampingnya.

"Ini sungguh buruk. Kondisi yang kau alami saat ini mungkin akan menjadi aib terbesarmu. Kuyakin kau ingin mengatakan sesuatu kepadaku bukan? Entah itu baik atau buruknya yang jelas kau sangat membenci bila harus menerima kenyataan bahwa aku datang sebagai pangeran yang ingin membawamu."

Mendengar semua perkataan Xiao yang tak dapat di pungkiri, respon Dewi Gabriel hanya membuang muka di hadapan Xiao seolah ia tidak ingin melihat kondisi yang sedang di alaminya.

"Jujur saja aku juga tidak ingin ikut campur dengan masalahmu, namun ... Seseorang memintaku datang untuk menolongmu, lagi pun ... Ini juga membuatku sedikit tertarik setelah melihat harga dirimu di rendahkan oleh orang yang ingin aku temui. Jadi ... Harus dari manakah kita memulai?."

Sambung Xiao dan sekali lagi sorot mata mereka berdua saling memandang.

Namun di waktu yang sama, tanpa alasan sosok pria tersebut secara aneh menunjukan sedikit senyumannya, seolah ia baru saja menyadari sesuatu.

"Begitu ya. Bisakah kau sebutkan namamu? Aku merasa tidak asing dengan kepemilikan energi sihirmu."

"Xiao ... Dari ucapanmu ... Sepertinya kau tidak hanya ingin sekedar mengetahui namaku. Dan dari pengamatanku sekaligus pengetahuanku. Tidak salah lagi, kaulah salah satu sosok yang paling ingin aku temui yaitu ... Raja iblis."

Pada kalimat terakhir cara bicara Xiao berganti menjadi lebih serius.

"Oh? Lantas apa yang kau lakukan setelah menemuiku? Apakah ingin membalas dendam atas leluhurmu?."

Jarak mereka cukup dekat sebagai lawan dan hal itu memicu adanya aura yang saling menggugah perasaan haus membunuh mereka.

"Tidak juga, aku mencoba tidak berpikir naif. Ini waktu yang kurang tepat untuk bisa mengalahkanmu, jadi saat itu tiba kita akan bertarung sekuat tenaga. Namun ... Jika memang kondisi memaksa, maka tidak ada cara lain selain melawanmu."

Xiao memberikan keseriusan dalam perkataannya melalui tatapan mata.

"Sekarang aku jadi tertarik, aku ingin memastikan siapa leluhurmu sebelumnya. Aku ingin mendengarnya langsung dari generasi yang seharusnya telah lama punah karena zaman."

Kehadiran Xiao membuat pria tersebut memikirkan hal lain yang menarik perhatiannya, bahkan ia tak mempedulikan sama sekali kesan awal saat mereka bertemu.

"....... Aku yakin kau tak asing dengan nama ini karena menurut sejarah ... Dialah yang mampu merobohkanmu. Dia adalah .... Lily."

1
LFT_IQ
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!