Selesai membaca biasakan tekan LIKE ya.
Seorang perempuan cantik bernama Nindi harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya yang tak lain adalah seorang pengusaha muda yang sukses.
Nindi tak bisa menolak permintaan sang papa dengan alasan balas budi, dia dengan terpaksa menerima pernikahan itu karena tak ingin membuat kedua orang tuanya bersedih.
Akankah hidup Nindi bahagia dengan pria pilihan orang tuanya itu atau justru berakhir dengan kesedihan??
Yuk simak kelanjutan kisah mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ismiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Malam telah berlalu berganti dengan pagi, matahari masih belum menampakkan sinarnya.
Di dalam kamar Tristan dan Nindi masih tertidur lelap di atas kasur mungkin karena rasa lelah membuat mereka belum bangun juga.
Jam masih menunjukkan pukul 04.00 ini hari masih terlalu pagi untuk mereka bangun. Udara masih terasa dingin, suhu di dalam kamar semakin terasa dingin karena AC masih menyala.
Nindi merasa kedinginan, dia menarik selimut untuk menutup tubuhnya agar lebih terasa hangat. Tanpa sengaja tangannya menyenggol sesuatu di sebelahnya. "Hmmm..... Guling," guman Nindi dengan tersenyum masih dengan mata terpejam.
"Eghhhhh....." Nindi menggeliat tanpa sadar memeluk Tristan semakin erat dan memposisikan tubuhnya senyaman mungkin, ya Nindi mengira dia sedang tidur seperti biasanya sambil memeluk guling, Nindi mungkin berfikir dirinya masih berada di rumahnya.
Sedangkan Tristan mengerutkan keningnya gelisah, tidurnya terasa tak nyaman tubuhnya terasa sesak, Tristan pun mencoba membuka matanya. Dan betapa kagetnya dia saat membuka matanya saat ini.
Deg
Deg
Deg
Wajah sang istri nampak begitu dekat, terlihat jelas di depan mata Tristan saat ini.
Tristan yang masih tertegun dan berdebar itu tak menyangka bisa melihat wajah Nindi dari jarak begitu dekat bahkan hembusan nafas Nindi terasa di wajah Tristan.
Tanpa sadar sudut bibir Tristan mengembang dengan sendirinya tanpa di minta. Namun itu hanya sesaat, karena saat ini dia tengah gelisah gara-gara ulah sang istri.
"Sial....." Umpat Tristan dengan pelan.
Sebagai pria normal Tristan tentu saja dia merasa kan ada sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya namun sekuat tenaga Tristan harus menahannya. Tristan tak ingin melakukannya tanpa persetujuan dari Nindi, dia tak ingin di cap sebagai lelaki egois. Dia ingin Nindi sama-sama melakukannya dengan ikhlas bukan terpaksa.
"Kamu begitu menggemaskan, ingin rasanya aku menerkam mu sekarang," batin Tristan.
"Sadar Tristan, dia masih tidur nanti dia marah saat tahu kamu mengeksekusi dia tanpa permisi," guman Tristan dalam hati mencoba mengingatkan dirinya sendiri agar tak bertindak gegabah dan justru membuatnya rugi sendiri.
Tristan mencoba melepaskan diri dari pelukan hangat Nindi. "Duh lama-lama posisi begini bisa buat aku tak tahan," gerutu Tristan di dalam hatinya.
Sedangkan Nindi masih tak mau melepaskan pelukannya dari Tristan, setiap kali Tristan menyingkirkan tangan sang istri akan kembali lagi memeluknya. Tristan menghela nafas panjang, dia harus bagaimana lagi.
"Bagaimana ini?" Kata Tristan binggung sendiri harus bagaimana.
Tristan menarik tubuhnya untuk kesekian kalinya namun sia-sia saja.
Nindi merasa terusik tidurnya, dia membuka matanya dengan malas namun dia tertegun sejenak melihat tangannya di pegang oleh seorang pria.
"Aaaaaaaa...." Nindi berteriak kencang antara kaget dan takut.
Tristan terkejut mendengar teriakkan sang istri. "Hei ini aku...." Sahut Tristan cepat karena tak tahan mendengar suara nyaring istrinya.
"Dasar pria mesum," kata Nindi masih linglung tanpa tahu kalau pria di depannya adalah suaminya.
Bugh.... Nindi langsung mengerakkan kakinya menendang-nendang pria yang berada di dekatnya saat ini.
"Auhhh...." Tristan merintih kesakitan, dia langsung terjatuh dari tempat tidur. Berkali-kali tangannya mengusap pinggang dan pantat nya yang terasa sakit akibat ulah bar-bar sang istri.
Nindi langsung mendekat saat mendengar pria itu mengerang kesakitan.
"Suaranya seperti tak asing," guman Nindi yang baru sadar.
"Sabar Tristan...." Kata Tristan di dalam hati menguatkan hatinya agar tak terbawa emosi dan melepaskan kata-kata kasar karena amarah menguasai hati nya.
Nindi pun menoleh ke segala arah, pikirannya mencoba mengingat keping-keping potongan ingatan kemarin malam.
"Astagfirullah....." Lirih Nindi menutup mulutnya kaget bercampur malu dan binggung, semua bercampur menjadi satu saat ingat pria yang dia tendang tadi ternyata adalah pria yang resmi menjadi suaminya.
"Tristan...." Teriak Nindi, dia cepat turun dan menghampiri Tristan.
"Maaf...." Kata Nindi dengan menunduk malu, dia merasa bersalah karena menendang suaminya itu sampai jatuh dari tempat tidur.
Nindi membantu Tristan berdiri dengan hati-hati. Tristan menerimanya saja meskipun sedikit kesal. Bisa-bisa dia di tendang seperti ini. "Nasib-nasib malam pertama gagal, pagi nya dapat hadiah tambahan dari sang istri.
Tristan masih terdiam, dia mencoba untuk tak marah dan memilih diam saja. Nindi melihat suaminya itu terdiam pun merasa tak enak.
Nindi tanpa sengaja melihat ke arah jam dinding.
"Emm ayo sholat,'' ajak Nindi dengan pelan takut suaminya itu masih marah.
"Kamu duluan saja," jawab Tristan.
Nindi masih bergeming mengira suaminya itu marah.
"Apa kamu masih marah? Sampai tak mau menjadi imam ku?" Tanya Nindi pelan.
Melihat istrinya seperti itu membuat sudut bibir Tristan tersenyum tipis, istrinya terlihat begitu menggemaskan.
"Bukan marah, aku hanya meminta mu untuk mandi duluan. Kalau kamu mau mandi bersama juga tidak apa-apa, aku tak masalah," jawab Tristan.
"Tidak.... Aku mandi duluan saja," jawabnya cepat, Nindi tak ingin mandi berdua dengan Tristan, dia merasa malu membayangkan saja membuat pipinya bersemu merah.
Nindi pun berlari cepat, dia harus kabur secepatnya dari suaminya itu kalau tidak Nindi takut pria itu benar-benar mandi bersamanya mengingat mereka sudah halal.
Tristan terkekeh melihat kelakuan istrinya itu. "He he he he ......"
10 menit Nindi keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk kimono seperti Tristan.
"Emm apa kemarin malam, tidak ada yang datang ke sini mengantarkan baju ganti atau koper milik ku?" Tanya Nindi dengan malu-malu, tangannya mendekap erat handuk miliknya.
"Tidak ada, sebentar aku hubungi asisten ku dulu dan meminta dia mengantarkan baju untuk kita berdua."
Tristan pun menghubungi asistennya dan meminta baju untuk perempuan, Tristan menoleh ke arah Nindi menanyakan ukuran bajunya.
"Kamu tunggu saja dulu," kata Tristan, nindi mengangguk saja.
Melihat tampilan istrinya itu membuat Tristan ragu. "Kamu tunggu saja di dalam, kalau asisten ku datang jangan buka pintu, tunggu aku selesai mandi," pinta Tristan.
Jujur Tristan tak ingin siapapun melihat Nindi hanya menggunakan handuk meskipun berbentuk kimono seperti ini, dia tak rela.
Kini giliran Tristan masuk kedalam kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya.
Tak butuh waktu lama, Tristan pun keluar dari kamar mandi bertepatan dengan ketukan yang terdengar dari arah pintu.
Tristan pun berjalan dengan santai menuju ke arah pintu dan membukanya namun Tristan tak membiarkan asistennya itu masuk, cukup di luar saja.
"Bos ini bajunya," kata sang asisten menyerahkan baju yang di minta atasannya. Asistennya itu clingak-clinguk ingin melihat ke dalam namun bos nya itu malah menatap dirinya tajam.
"Kamu lihat apa?" Tanyanya garang.
"Sudah pergi sana," Tristan mengusir orang kepercayaan itu agar cepat pergi.
Tristan pun masuk dan menyerahkan baju itu kepada Nindi, mengingat waktu yang mepet. Tristan segera mengajak Nindi melakukan kewajibannya. Kini nindi berdiri di belakang dengan imam sang suami.
Bersambung....