Rasa sakit yang Maura rasakan saat mengetahui Rafa menikah dengan wanita lain tidak sebanding dengan rasa sakit yang kini dia rasakan saat tahu dirinya tengah hamil tanpa tahu siapa lelaki yang sudah membuatnya hamil.
Kejadian malam dimana dia mabuk adalah awal mula kehancuran hidupnya.
Hingga akhirnya dia tahu, lelaki yang sudah merenggut kesuciannya dan membuatnya hamil adalah suami orang dan juga sudah memiliki seorang anak.
Apa yang akan Maura lakukan? Apakah dia akan pergi jauh untuk menyembunyikan kehamilannya? Atau dia justru meminta pertanggung jawaban kepada lelaki itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Semenjak Maura mengijinkannya untuk memberikan perhatian pada debay yang masih ada di dalam perut Maura, Fabian selalu menanyakan kabar debay. Dia bahkan rela mencarikan makanan yang debay inginkan. Salah, bukan debay, melainkan keinginan Maura yang tengah ngidam.
Fabian bahkan rela sepulang dari rumah sakit langsung mencarikan makanan keinginan Maura dan mengantar sampai depan rumah Maura. Tidak perduli pulang saat malam maupun tengah malam, Fabian tetap mencarikan dan membeli makanan keinginan Maura. Tidak hanya untuk rasa tanggung jawabnya, melainkan juga untuk menebus kesalahannya pada Maura juga calon anak mereka yang harus hadir dalam proses kecelakaan yang tidak disengaja.
Maura sendiri yang keinginannya selalu dipenuhi sama Fabian merasa senang. Dia bahkan terlihat begitu bergantung pada Fabian. Setiap ingin makan sesuatu, dia selalu mengirim pesan pada Fabian. Tidak perduli Fabian akan membaca pesannya kapan, yang terpenting Fabian akan memberikan apa yang dia inginkan. Untung saja debay tidak begitu rewel bila keinginan sang Mama belum terpenuhi. Sepertinya debay nya paham kalau sang Papa tengah sibuk.
Seperti pagi tadi saat Fabian memberi tahunya kalau mau pergi ke Kota Gudeg, Maura langsung memesan Gudeg yang ada di jalan x nomor xy. Tidak lupa dia juga memesan dibawakan Bakpia dari toko y yang ada di dekat tugu Jogja.
"Baiklah! Apa masih ada lagi?" Tanya Fabian di seberang sana yang saat ini sudah ada di dalam pesawat dan sebentar lagi akan melakukan take off.
"Nggak ada. Tapi kalau nanti debay nya ingin yang lain, aku akan chat aja." Ucap Maura yang menggunakan anak yang masih ada didalam kandungannya sebagai alasan. Padahal jelas-jelas kalau dia yang ingin makan Gudeg juga Bakpia. Sudah lama dia tidak makan makanan itu langsung dari Kota Gudeg.
"Siap!! Aku tutup dulu, ini sudah mau take off." Pamit Fabian karena dirinya sudah ditegur sama pramugari untuk segera menonaktifkan ponsel.
"Hmmm." Maura hanya berdehem dan langsung memutuskan sambungan telepon dari Fabian.
Fabian tertawa kecil saat hanya mendapat deheman dari Maura di seberang sana. Wanita itu masih saja gengsi bahkan masih cuek saat berbicara pada dirinya. Meski sudah hampir setengah bulan lebih ini Maura selalu mengirim pesan ingin makan ini itu, tapi bila bertemu maupun teleponan, Maura terkesan cuek dan gengsi.
🌷🌷🌷
Tepat jam sepuluh malam Fabian sudah sampai di depan rumah Maura. Dia langsung menuju rumah Maura sesampainya di Jakarta. Tidak lupa dia juga membawa beberapa paper bag di kedua tangannya. Semua itu pesanan Maura yang katanya debay ingin makan ini itu.
"Kak Bian!" Sapa Attar saat membuka pintu ternyata tamu yang datang adalah Fabian. Dia pikir Ayah sama Bundanya yang pulang, ternyata bukan. Attar juga sudah mengenal Fabian karena sering datang ke rumah.
Attar melihat apa yang Fabian bawa, "Pasti itu buat Kak Maura?" Tebak Attar yang hafal betul kebiasaan Maura yang selalu menyusahkan Fabian.
"Seratus buat kamu. Ini semua pesanan Kakak kamu." Fabian mengangkat kedua tangannya yang memegang beberapa paper bag berisi makanan.
Attar hanya geleng kepala melihat Fabian yang rela melakukan apapun untuk menebus kesalahannya sendiri. Dia bahkan sampai berpikir, apa Fabian memiliki perasaan sama kakaknya. Karena menurut dia, lelaki tidak akan sampai berbuat seperti itu kalau tidak memiliki perasaan lebih pada seorang wanita.
"Masuklah, Kak!" Attar mempersilahkan Fabian masuk dan diajaknya duduk di ruang keluarga.
"Aku panggilkan Kak Maura sebentar." Pamit Attar dan pergi memanggil Maura yang setahu dia ada didalam kamar.
"Kak!!" Panggil Attar sambil mengetuk pintu kamar Maura. Bisa saja sebenarnya dia langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Tapi Bundanya sudah mengajarinya dari dulu kalau kamar itu ruangan pribadi, tempat privasi sang pemilik kamar. Jadi tidak boleh asal masuk bila tidak darurat.
"Kak Maura sudah tidur?" Tanya Attar karena tidak ada sahutan dari dalam kamar. "Ada Kak Fabian dibawah." Attar memberitahu Maura, entah didengar apa tidak sama kakaknya itu.
"Dia sudah sampai."
Attar kaget saat tiba-tiba pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Maura yang memakai masker wajah warna hitam. Sambil mengelus dadanya, Attar menganggukkan kepalanya.
"Oke!! Bilangin, sebentar lagi Kakak turun."
Attar hanya melongo saja melihat Maura yang kembali menutup pintu kamar dengan sedikit kasar. "Apa Kak Maura juga memiliki perasaan sama Kak Fabian?" Tebak Attar karena melihat se-eksaited itu Maura mau bertemu dengan Fabian. "Mau bertemu harus maskeran dulu." Attar geleng kepala melihat kelakuan kakaknya.
"Tunggu sebentar Kak. Kak Maura masih dandan dulu." Attar yang sudah kembali, memberi tahu Fabian.
Fabian mengangguk, dia melihat Attar yang tengah main game di ponsel. "Suka main game?" Tanya Fabian yang hanya diangguki sama Attar.
"Mobile Legenda ya?" Lagi-lagi Attar hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Fabian. Dia terlihat fokus pada permainan game online tersebut.
"Sudah dari tadi?" Tanya Maura yang baru saja turun dan bergabung di ruang keluarga.
"Belum sampai setengah jam." Jawab Fabian dengan tersenyum.
Maura mengangguk. "Ku kira besok pulangnya, ternyata langsung." Ujar Maura yang berpikir Fabian akan bermalam di Kota Gudeg, ternyata langsung kembali pulang.
"Rencana memang besok, mengingat pesanan debay yang banyak banget, jadi langsung kembali. Biar debay nya tidak ngeces nantinya."
Attar yang mendengar perkataan Fabian hanya mencibir dalam hati. "Lebay." Pikirannya.
Sedangkan Maura dia hanya tersenyum saja. Dia senang karena bisa makan keinginannya itu malam ini juga. Tidak harus menunggu keesokan harinya.
"Bukalah! Untuk kamu semua." Fabian mendorong pelan paper bag yang dia letakkan di atas meja mendekat pada Maura.
Maura melihat semua isi yang ada di dalam paper bag. Semua yang dia pesan ada, bahkan yang tidak dia pesan pun juga dibelikan sama Fabian. "Ini buat aku semua?" Tanya Maura memastikan.
"Iya, buat kamu sama debay. Kamu bisa membagi sama yang lain juga." Fabian senang melihat Maura yang terlihat antusias membuka oleh-oleh yang dia belikan kepadanya.
Plakk
"Main comot aja." Sungut Maura saat Attar langsung mengambil kue Bakpia yang baru saja dia buka.
"Cih!! Pelit. Sama Kak Fabian aja boleh dibagikan sama yang lain." Ucap Attar yang langsung pergi dengan membawa sekotak Bakpia yang belum dibuka.
"Attar!!" Geram Maura tertahan. Tidak mungkin dia akan berteriak pada Attar yang membawa kabur sekotak Bakpia miliknya. Apalagi disini sekarang ada Fabian, dikiranya nanti dirinya itu rakus dan serakah.
"Nggak usah sedih. Kan itu masih banyak." Hibur Fabian yang mengira Maura sedih karena Attar membawa kabur sekotak Bakpia.
"Ini ada Buntil daun talas juga pesanan kamu." Fabian membuka paper bag satunya lagi yang berisi Buntil daun talas. Menu makanan tambahan yang Maura pesan siang tadi.
"Kamu sempat ke Magelang?" Maura tidak menyangka kalau Fabian yang tengah ada tugas di Kota Gudeg sampai pergi ke Magelang hanya untuk membelikan dirinya Buntil daun talas.
Fabian menggeleng kepala pelan. "Maaf! Aku belinya nggak di Magelang, tapi di Jogja. Kebetulan saat beli Gudeg, warung itu juga jual Buntil. Jadi aku beli sekalian." Fabian merasa bersalah pada Maura karen tidak membelikan makanan di tempat yang sudah ditentukan.
Maura tersenyum dan menggeleng. "Nggak apa kok. Ini juga sama-sama Buntil. Apalagi belinya di warung langganan ku dulu sama Bunda. Pasti ini juga tidak kalah enaknya."
Fabian bersyukur Maura mau tidak mempermasalahkan dimana dia beli. "Aku langsung pulang." Pamit Fabian saat jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Nggak enak sama orang tua kamu." Fabian juga merasa tidak pantas berkunjung terlalu lama dan apalagi ini juga sudah terlalu malam.
Maura mengantar Fabian sampai teras rumah. "Terima kasih makanannya. Maaf sudah merepotkan." Ucap Maura tulus.
"Nggak repot kok. Aku justru senang karena bisa menuruti keinginan debaynya." Balas Fabian dengan tersenyum pada Maura. "Cepat istirahat, ini sudah malam. Kasihan debay nya. Aku pulang dulu." Fabian segera pergi dan masuk ke dalam mobilnya.
"Jadi selama ini perhatian yang kamu berikan padaku hanya untuk debay saja."