Victoria Baserra seorang siswi SMA High school tak sengaja bertemu dengan El Ganendra, putra tunggal keluarga Eros, salah satu keluarga ternama dan memiliki impact yang besar. Seiring berjalannya waktu sesuatu hal gelap mulai terkuak.
Sebuah rahasia kelam, terkubur dalam dalam. tak ada yang tahu. hari ini dia berakhir atau justru baru memulai. Apa yang terjadi sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Putu Widia Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Pagi yang cerah menyelimuti halaman sekolah SMA High school. Dengan sinar matahari yang mulai menebus celah celah pepohonan yang rindang. Para siswa dan siswi mulai berdatangan memenuhi halaman sekolah. Dari arah gerbang Vicky baru melangkah pelan memasuki halaman sekolah .
Langkah pasti dengan raut wajah ceria, semangat baru dan motivasi baru. "Vicky...." Ya, suara yang selalu terdengar disetiap pagi. Suara khas yang hanya dimiliki oleh Serra.
Vicky menoleh ke belakang, dibalik kerumuman sorot matanya tertuju pada Serra yang berdiri di dekat gerbang sekolah. Ia melambaikan tangannya beberapa kali.
Serra segera melangkah menghampiri nya, tetapi tunggu. Ada yang aneh, langkah gadis ini terlihat lambat dan terbata bata . Vicky jelas memperhatikan nya, ia mengarah pada barang bawaan yang ada di tangannya. Totebag sebesar tas ransel terlihat jelas sedang ia bawa.
Ia begitu kesulitan dalam membawa nya, Vicky menggaruk dahi nya yang tak gatal, hampir 10 menit waktu yang dibutuhkan untuk berjalan , dan untuk apa gadis ini membawa totebag sebesar itu?.
Akhirnya Serra tiba di hadapan Vicky, ia segera meletakkan tas nya . Mengatur nafas nya berkali kali " Huhhhhhh, " Hela Serra membenahi rambutnya.
"Lo bawa apa?, gede banget," Tanya Vicky sedikit penasaran, ya meskipun itu tidak terlalu penting.
Serra meluruskan bahu, dan kedua tangannya sekejap. Ia merasa tubuhnya pegal pegal membawa tas sebesar ini. " Ini, buku yang gue pinjem waktu itu. Kan Lo yang nyuruh pulangin," Jelas nya kelelahan.
Vicky melebarkan kedua matanya, ini sangat mengejutkan. Buku yang ia bawa berubah berlipat ganda dari yang sebelumnya. " Lo serius?, bukannya kemarin cuma ada beberapa buku," Jelas nya.
Serra tersenyum polos, " Heheheh... Itu baru separo nya Vic, dan sisa nya dirumah,"
Vicky menghela berat, Ia bahkan tak sampai berpikir kesana. " Tapi Lo bantuin gue kan buat bawain nih buku?, kalo gue sendiri nanti, habis dari perpustakaan pasti tangan gue langsung memar ," jelas nya lebay.
"Serra,,," Tegur Vicky kesal.
"Heheheheh,, sorry . Becanda dikit, Lo mau kan Vicky. Please." Gumam nya dengan kedua mata yang berbinar binar.
Vicky terdiam, ia mempertimbangkan jawaban apa yang akan dikatakan nya. Sedangkan gadis ini tak henti memperlihatkan mata nya yang berkaca kaca, dan wajah polos nya. Vicky menghela nafas dalam, kemudian menjawab. " Iyaaa,,, "
Wajah Serra berubah drastis, seketika mata yang berkaca kaca berubah menjadi sinar yang terang. Ia begitu senang mendengar ucapan itu, saking bahagianya ia hampir kelepasan untuk memeluk Vicky . " Ser,,, " Tegur nya menggeleng perlahan. Serra menghentikan tangannya yang ingin memeluk gadis itu.
"Hemmm,, maaf lagi. Biasa rem nya belum di service. Yaudah yuk,"
Vicky dan Serra melanjutkan langkah nya menuju ruang kelas, sebelum akhirnya mereka akan pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku buku yang di pinjam Serra.
* * * *
El, Devan dan Adit tiba diruang kelas, suasana kelas terlihat lumayan ramai. Mereka meletakkan tas di tempat duduk masing masing, dimana tempat duduk Adit yang tidak paling masuk akal. Ia sendiri yang berpisah dari El dan Devan. Adit segera bergegas bergabung bersama mereka , sebelum jam pelajaran dimulai.
"El, Lo tau gue sehari ga main kerumah Lo. Rasanya udah berabad abad, dirumah gue bosen banget. Apalagi tuh sama si cowo kulkas 2 pintu," Jelas Adit mengeluh.
El tersenyum kecil, menoleh pada Devan. Ia menaikkan kedua alis nya, memberikan kode jelas mengenai pembicaraan Adit. Devan hanya membalas senyum datar, mereka tau jika Adit selalu begitu.
"Kenapa kalian berduam," Tanya Adit melihat kontak mata keduanya.
"Engga, Lo kan bisa main gitar. atau nongkrong di cafe gue," Jelas El.
"Iya seharusnya, tapi noh. Dia malah enak enakan tidur, ya kalik gue sendiri kesana ga asik lah,".
"Gue udah bilang ,gue gak tidur cuma merem buat tenangin saraf saraf," Sahut Devan.
"Ya sama aja, ujung nya Lo tidur," membuang wajah kesalnya nya.
"Oh ya,, gimana debut pertama, ngerjain tugas bareng cewe," Senggol Adit sengaja meledek El.
" Ya gitu," Sahut El spontan, El mulai mengingat momen momen belajar bersama dengan Vicky malam tadi. Senyum kecil mulai terukir indah di bibir nya, ia berusaha meyembunyikan senyum nya dari Adit dan Devan.
Tetapi semakin ia berusaha menyembunyikan nya justru semakin terlihat, Adit menajamkan pandangan nya mengamati setiap gerak gerik ekspresi yang dikeluarkan oleh El. " Hemmm,, kenapa Lo senyum senyum,"
"Engga, gue gak ada senyum," Bantah El, yakin.
"Halah. Gue perhatiin nih ya, setiap gue ngomongin tuh cewe. Ekspresi Lo keliatan bahagia, ceria dan penuh ekspresi," Jelas Adit.
El terpaku, kedua matanya membelalak mendengar ucapan Adit tentang dirinya. Ia merasa bahwa ucapan nya itu tidak lah benar, wajahnya berubah serius membantah semua perkataan itu.
El beranjak bangun , menatap keduanya sejenak kemudian bergegas segera pergi. Adit dibuat cukup bingung melihat reaksi El, " El mau kemana?, Lo belum jawab pertanyaan gue," Teriak Adit menoleh ke arah El pergi.
"Toilet, " Jelas nya singkat.
"Van, emang gue ada salah ngomong?. Perasaan gue fine fine aja ngomong nya," Tanya Adit bingung.
Devan menggidikan kedua bahu nya, ia kemudian beranjak bangun dan bergegas keluar menyusul El. Adit terperangah, melihat keduanya yang pergi meninggalkan dirinya. Adit menggaruk kepalanya, mulai berpikir keras. " Ini pada kenapa sih? Perasaan gue gak ngomong hal yang salah," Gerutu nya kebingungan.
*******
"Gue gak expect akan seberat ini, astaga melebihi beban hidup,"Ucap Serra melangkah dengan perlahan, kedua tangannya di penuhi oleh tumpukan buku. Ia bahkan menahan kedua tangannya untuk tidak jatuh.
"Ini, Vicky kemana lagi. Masak iya gue sendirian bawa nih buku, mana dikelas masih banyak," Gumam nya menuju perpustakaan sekolah.
Serra melangkah dengan terbata bata, membawa tumpukan buku yang begitu banyak. Ia tak tahu jika Vicky tengah berada di belakangnya, ia sedikit terlambat karena harus menyerahkan tugas tambahan pada Bu Rose.
"Serra pasti udah sampe di perpustakaan, gue harus buru buru sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai," Terka Vicky, membawa beberapa buku di tangannya. Ia mulai mempercepat langkah kaki nya, meskipun pandangannya terhalang oleh buku buku yang menumpuk.
Langkah nya sangat tergesa gesa, terlihat lorong menuju perpustakaan tidak begitu ramai. Saat Vicky berbelok disudut lorong tanpa sengaja gadis itu bertabrakan dengan seseorang yang juga sedang berjalan cukup cepat. Buku buku mulai berjatuhan di lantai, semua berantakan, Vicky sangat terkejut dan syok. Pandangannya tertuju pada buku buku nya yang berserakan.
Tanpa berpikir panjang ia segera mengumpulkan kembali buku buku nya, tanpa mencari tau ataupun melihat siapa yang ditabrak nya. Tangannya sibuk meraih beberapa buku, dan mengumpulkan nya. Saat tangannya ingin meraih buku terakhir, tiba tiba tangan seseorang juga membantu nya, dan meraih buku yang sama.
Dimana tangan Vicky sudah meraih buku itu, sementara tangan seseorang itu berada tepat di atas nya. Tangan keduanya saling bersentuhan, Vicky kemudian mendongakkan kepalanya. Kedua matanya tertuju pada seseorang di hadapannya, alis nya mengkerut seketika saat melihat siapa orang itu.
"Lo gak papa?," Tanya nya, suara itu familiar. Suara yang akhir akhir ini selalu membayang bayangin nya, yang tak lain adalah El Ganendra.
Vicky hanya terdiam, matanya fokus pada kedua sorot mata El. " Ouhh,, gue gak papa," Ucap nya tersadar, ia kemudian langsung menarik ulur tangan nya.Dan segera bergegas bangun.
Vicky merapikan seragamnya, menyela rambutnya dibagian kiri telinga nya. El mengambil buku itu, kemudian beranjak bangun. " Nih buku Lo," Mengulurkan buku itu pada Vicky.
"Iya, makasih," Sahut Vicky meraih nya.
El tertarik pada buku buku yang terkumpul di bawah, begitu tak biasa. " Ini buku Lo semua?,"
"Bukan, ini buku temen gue. Gue cuma bantu dia,"
El mengangguk mengerti, " Gue bantu bawa, "
"Ehhh,, gausah. Gue bisa sendiri kak,"
"Gak papa, ini terlalu banyak. Kasian tangan Lo pegel, sekalian gue juga mau ke perpustakaan," Jelas nya.
"Tapi,,,"
El segera mengambil tumpukan buku itu, tanpa mendengar lebih dulu jawaban dari Vicky. " Udah, gue aja yang bawa. Ayok," Ajak nya.
Vicky tak bisa berkata kata lagi, ia bahkan tak sempat untuk memberikan penjelasannya. Ia merasa serba salah dengan keadaan nya, mau tidak mau ia harus ikut mengikuti El dibelakangnya.