“Jangan dulu makan! Cuci piring dan sapu halaman belakang, baru makan!” Bentak Bunda.
Bentakan, hardikan dan cacian sudah kenyang aku terima setiap hari. Perlakuan tak adil dari dua saudara tiri ku pun sering aku dapatkan. Aku hanya bisa pasrah, hanya ada satu kekuatan untuk ku masih bertahan tinggal dengan ibu tiri ku, semua karena demi ibu ku!
Ya, ibu yang mengalami Gangguan Jiwa sehingga harus di rawat dirumah. Maka aku hanya bisa bersabar menerima semua kondisi ini. Kemana akan berlari sedangkan ibu ku butuh di rawat, namun setiap hari perlakuan ibu tiri pada ibu membuat aku tak dapat menerimanya. Puncaknya saat aku mengutarakan pada ayah ku jika aku ingin kuliah.
“Tidak! Anak perempuan untuk apa kuliah! Kamu hanya akan di dapur! Buang-buang biaya!” Tolak ibu tiri ku dengan keras. Ayah pun hanya mengikuti keinginan istri mudanya.
‘Aku harus menjadi perempuan kuat dan aku harus bisa merubah takdir ku!’ Tekad ku sudah bulat, aku akan merubah takdirku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebutir Debu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Nama Yang Berbeda
Pagi hari setelah membuka warung makan, aku sudah duduk di bagian kasir seraya mengupas bawang. Mungkin ini yang dikatakan Uni Desi bahwa aku loyal pada tempat bekerja. Aku memang di minta bekerja di kasir, gaji ku sebulan 1.6 juta. Itu pun diberikan oleh Uni Desi lebih dari pada umumnya karena aku libur dua hari dalam seminggu. Karena biasanya yang full saja mendapatkan gaji 1.8. Itu kata teman yang resign dari tempat uni Desi dan bekerja di tempat lain. Saat aku mulai sibuk dengan bawang putih yang ku congkel menggunakan ujung pisau sehingga tak perlu mengupas kulitnya seperti mengupas kulit bawang merah. Ini diajarkan oleh Uni Desi pada semua karyawan yang baru masuk dulu. Tentunya mereka yang bekerja di bagian dapur. Maka kini aku terbiasa. bahkan sangat cepat jika hanya mengupas 2 Kg bawang putih. Tiba-tiba ponsel ku berdenting tanda ada pesan masuk.
Ku baca pesan yang masuk ternyata dari nomor baru. Saat aku membuka pesan tersebut ternyata dari bagian administrasi Universitas ku. Disana tertulis jika data ku ada yang tidaj sinkron. Aku diminta ke kampus. Aku pun membalas pesan tersebut apakah bisa jika aku ke kampus sore nanti. Dan jawabannya 'bisa'. Maka sore hari saat aku sudah melihat suami Uni Desi datang, aku pun berpamitan. Rumah makan ini buka sampai jam 9 malam. Maka saat jam 5- jam 9 malam suami Uni Desi yang akan menggantikan aku. Aku berpamitan pada Uda Johan.
"Da, saya pulang." Pamit ku.
"Hati-hati tas mu itu. Nanti di jambret. Besok kalau kuliah pakai yang ransel biar lebih aman." Ucap Uda Johan seraya mencongkel giginya menggunakan tusuk gigi. Satu kebiasaan suami Uni Desi itu setelah makan.
"Iya Da," Ucap ku singkat.
Aku pun mencari angkot yang ke arah kampus. Saat tiba di kampus ku lihat cafe Kak Gaffi begitu ramai. Namun kedua netra ku tak melihat sosok lelaki yang merupakan ketua Osis kala aku SMA. Aku segera berlalu meninggalkan area depan kampus menuju ruangan administrasi pendaftaran mahasiswa baru. Tiba disana aku bertemu petugas yang ternyata memberikan informasi kepada ku pagi tadi.
"Ini Mbak, coba lihat nama Mbak di Ijazah itu pakai H. Sedangkan di akte dan KTP tidak pakai H. Ini sebenarnya tidak terlalu fatal. Tapi khawatir nanti mbak kalau sudah lulus mau ikut tes CPNs atau yang lainnya akan bermasalah. Belum lagi ini data mbak kan saya lihat masuk jalur beasiswa. Takutnya nanti ganti kepengurusan yang di bagian beasiswa, mbak nya bermasalah saat sudah semester atas." Ucap perempuan berambut keriting itu pada ku. Ia menyerahkan berkas yang ia maksud tadi.
Aku membaca nama ku di akte, KTP dan ijazah SMA memang berbeda. Perempuan itu memberikan saran padaku untuk ke Disdukcapil guna mengurus data ku bermasalah.
"Nanti ikut kata Disdukcapil saja mbak, tapi menurut saya ganti KTP dan akte saja seandainya semua Ijazah mbak namanya pakai H. Kan repot kalau ganti ijazah." Ucap perempuan itu. Aku pun mengucapkan terimakasih. Ia mengatakan jika untuk sekarang tidak bermasalah tapi ia khawatir jika bukan dirinya yang bagian administrasi keuangan untuk urusan mahasiswa yang masuk jalur beasiswa. Aku pun dengan patuh segera memperbaiki berkas ku yang bermasalah. Lagi dan lagi aku minta izin pada Uni Desi. Sepertinya memang tabiat Uni Desi kalau tidak suka langsung bicara pada orangnya.
"Kamu izin terus, apa tidak bisa lain hari pas kamu libur?" Tanya Uni Desi di balik telepon. Karena aku menelpon beliau, esok pagi aku ingin segera mengurus berkas ku yang tadi bermasalah.
"Kantornya kalau sabtu minggu libur Ni." Uca ku.
"Ya sudah. Nanti kalau selesai kamu ke warung Uni." Titahnya. Aku pun mengangguk seraya menjawab 'ya'. Padahal Uni Desi tak melihat aku. Percakapan kami melalui telepon.
Keesokan pagi, aku pergi ke Kantor Disdukcapil karena menemukan perbedaan data antara KTP dan ijazah. Nama yang tertera di ijazah ku adalah "Gendhis", sedangkan di KTP nama ku tercatat sebagai "Gendis". Aku ingin merubah data agar sesuai dengan nama yang benar. Setelah mengantri cukup lama aku akhirnya mendapatkan giliran untuk maju kebagian loker pelayanan.
"Selamat siang, Pak. Saya ingin mengurus perubahan data KTP dan akte saya." Ucap ku sopan.
"Selamat siang, Silahkan duduk. Apa yang bisa saya bantu?" Tanya petugas itu ramah.
"Saya menemukan perbedaan antara nama di ijazah saya dengan data yang tertera di KTP saya. Nama saya seharusnya "Gendhis" seperti yang tertera di ijazah, bukan "Gendis" seperti di KTP." Ujar ku pada petugas tersebut.
"Baik, saya akan membantu Anda. Silakan tunjukkan KTP dan ijazah Anda." pintanya pada ku.
Aku menyerahkan KTP asli dan fotokopi ijazah.
"Terima kasih. Saya akan memeriksa dokumen-dokumen ini terlebih dahulu. Tunggu sebentar ya." Pintanya pada ku.
Beberapa saat kemudian, petugas Disdukcapil memeriksa dokumen-dokumen yang diberikan oleh ku tadi.
"Setelah memeriksa kedua dokumen ini, memang terdapat perbedaan nama yang cukup signifikan antara KTP dan ijazah Anda. Namun, untuk mengubah data di KTP dan akte, Anda perlu mengikuti prosedur dan syarat nya." Ucapnya tanpa menatap ku. Kedua netra nya fokus pada layar komputer.
"Apa prosedur yang harus saya ikuti?" Tanya ku.
"Pertama, mbak perlu membuat surat permohonan yang berisi penjelasan mengenai perbedaan nama dan alasan mengapa Anda ingin mengubahnya. Surat ini harus ditujukan kepada Kepala Kantor Catatan Sipil setempat. Atau mbak bisa ambil di sebelah sana." Tunjuk nya pada sebuah meja panjang dan banyak yang sedang duduk disana sibuk dengan kertas yang mereka tulis atau isi.
"Baik, saya akan segera menyiapkan surat permohonan tersebut. Apa lagi yang harus saya persiapkan Pak?" Tanya ku lagi agar tak bolak balik."
"Selain surat permohonan, Anda juga perlu melampirkan fotokopi KTP yang masih berlaku, ijazah yang asli, dan akta kelahiran. Jangan lupa juga membawa fotokopi KK dan surat keterangan dari RT/RW setempat." Ucap nya lagi. Aku pun kembali harus ke kantor Kelurahan untuk surat keterangan ini.
"Baik, saya akan segera menyiapkan dokumen-dokumen tersebut. Berapa lama proses perubahan data ini akan memakan waktu?" Tanya ku.
"Proses perubahan data biasanya memakan waktu kurang lebih 14 hari kerja. Namun, terkadang bisa lebih lama tergantung dari banyaknya pengajuan yang harus kami proses. Nanti mbak bisa kami hubungi melalui email atau nomor Wa." Ucapnya.
Aku pun bergegas ke arah meja yang terdapat surat permohonan perubahan data dan segera ke kantor lurah untuk meminta surat keterangan domisili dan keterangan dari kelurahan. Setelah semua selesai aku menemui Uni Desi. Ternyata Uni Desi memanggil ku perihal permohonan ku untuk meminjam uang.
"Kalau kamu kuliah berarti kamu kerjanya kan tidak full seperti biasa. Ada jadwal kuliah kamu. Nah Uni Sudah bicara sama suami Uni. Kamu tidak usah bekerja di warung makan. Uni sudah bawa saudara dari kampung kemarin untuk jadi kasir. Kamu Uni Pekerjakan di rumah Uni. Tugas kamu antar anak Uni Sekolah dan beres-beres dirumah. Sama menemani anak Uni dirumah selama Uni kerja. Anak Uni pengasuh nya menikah." Jelas Uni Desi.
Aku diam dan tertegun. Aku justru mikir soal gaji. Menjadi pembantu dan mengasuh anak TK tentu gajinya lebih kecil. Belum lagi akan di potong pinjaman ku yang sebanyak 3 juta. Aku hanya ada uang tabungan 2 juta jadi kurang 3 juta untuk mendaftar kuliah kemarin maka aku mencoba meminjam dengan Uni Desi.
"Kamu mikir apa?" Tanya Uni Desi melihat aku termenung.
"Maaf Uni, saya kemungkinan kedepan masih butuh biaya. Khawatir tidak cukup Ni. Jika saya tidak bekerja sebagai kasir disini. Karena ayah saya sudah mengajukan permohonan cerai di pengadilan. Maka saya tidak mendapatkan apapun lagi dari ayah untuk kedepannya." Ucap ku dengan menunduk. Entahlah kenapa aku selalu tak berani menatap lawan bicara ku. Hanya Vya satu-satunya orang yang berani kutatap wajahnya saat sedang berbicara.
"Gendhis.... Gendhis .. Kamu itu katanya siswa berprestasi dulu." pungkas Uni Desi
"Gaji kamu tetap. Justru saya yang untung karena Pembantu saya gajinya itu kemarin 2 juta. Nah kamu saya minta antar anak saya sekolah. Kalau kamu tidak ada jadwal kuliah nanti kamu dirumah menemani anak saya. Tapi kamu harus setor ke saya jadwal kuliah kamu. Jadi kamu ga alasan kuliah tapi kelayapan. Saya niat nolong tapi tidak mau kecolongan." Ucap Uni Desi.
Aku reflek mendongak dan menatap wajah bos ku yang hampir setahun aku bekerja dengan beliau. Aku tarik tangan beliau yang berjejer cincin emas serta gelang emas entah berapa gram jika di total semuanya. Ku cium ujung tangannya berkali-kali seraya mengucapkan terimakasih. Bos ku itu justru tertawa karena melihat reaksiku.
"Gendhis.... Gendhis... kamu itu.. Hahaha... Ada manusia seperti kamu ya.. Hahaha..." Tawa Uni Desi terdengar begitu kuat sampai beberapa pekerja dan pengunjung rumah makan itu menatap ke arah kami.
Entah apa yang lucu bagi Uni Desi. Perempuan yang suka ceplas ceplos itu tampaknya betul-betul menaruh kepercayaan padaku semenjak aku pernah membersihkan kotoran manusia di depan warung maakn saat semua pekerja pura-pura tidak tahu dan segera bergegas pulang. Sungguh jika kita melakukan apapun termasuk bekerja dengan tulus. Maka itu justru membawa kita pada kebaikan. Seperti saat ini, Uni Desi sudah percaya pada ku. Karena kata teman yang sudah lama bekerja dengan nya, Uni Desi tak muda percaya apalagi mencari orang yang bekerja di rumah nya. Aku tak akan menyia-nyiakan kebaikan Uni Desi. Jadi pembantu dan penjaga anak tak apa. Asal aku bisa tetap kuliah dan ada biaya untuk meneruskan hidup. Saat pulang aku di dalam angkot, aku melihat status WA dari Vya disana tertulis sebuah qoutes yang mengingatkan aku tentang kuasa Allah.
"Maafkan aku ya Allah. Kemarin aku sempat khawatir bagaimana nanti jika ayah menceraikan ibu. Bagaimana untuk aku makan dan kuliah. Sungguh hati ini begitu kerdil. Aku lupa kalau Allah yang beri aku makan bukan Ayah. Sepertinya Vya betul aku harus sering-sering kasih vitamin hati," gumam ku.
Ya Vya sering menasehati aku untuk sering ikut majelis bukan hanya sibuk berorganisasi. Tapi mau dikata apa waktu ku sudah tersita. Namun nyatanya hati paling mudah rapuh. Maka hadir di sebuah majelis ilmu atau pengajian mungkin memang bisa menambah ilmu atau vitamin hati yang mudah sakit dan kotor.