Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 - Berhasil!
Semua orang di kamar meringis geli saat menyaksikan bagaimana penampakan isi perut Rory. Isinya tentu di dominasi dengan darah yang berwarna merah pekat.
Meski semua orang tampak jijik, namun tidak untuk Rendra. Dia justru mengutak-atik isi perut Rory dan berusaha menemukan peluru. Rendra juga berusaha memeriksa organ dalam atau pembuluh darah yang robek.
Untungnya Rendra bisa menemukan peluru dengan cepat. Akan tetapi keadaan dibuat tegang saat darah menciprat kemana-mana. Darah di perut Rory tampak menggenang seperti air laut pasang.
"Ada apa?! Kenapa darahnya tambah banyak? Rendra!" ujar Susan panik.
"Rendra! Apa yang terjadi? Bang Rory baik-baik saja kan?" Endah jadi ikut panik juga.
Berbeda dengan Rendra yang tampak tenang. Sebab dia mengetahui apa yang terjadi. Rendra yakin ada kerusakan di bagian pembuluh darah. Jadi tidak heran darah menggenang sangat banyak. Yang perlu Rendra lakukan adalah menemukan kerusakan dan memperbaikinya.
"Cepat singkirkan darah ini dengan kasa!" titah Rendra. Perintahnya langsung dilakukan oleh Aji dan Endah.
Setelah darah tak lagi menggenang, Rendra akhirnya bisa menemukan titik pembuluh darah yang rusak. Tanpa pikir panjang, dia segera memperbaikinya dengan benang dan jarum khusus.
Tangan Rendra bergerak begitu cekatan hingga semuanya bisa diselesaikan dengan cepat. Setelah mensterilkan perut Rory, Rendra langsung menutup perut Rory dengan jahitan.
Keadaan Rory tampak lebih baik. Tetapi wajahnya masih begitu pucat.
Untuk menstabilkan keadaan Rory, Rendra memasang infus terlebih dahulu. Kemudian dia bergegas mengeluarkan peluru di kaki Rory. Dia bisa melakukannya dengan mudah dibanding tadi. Rendra juga memastikan tulang Rory baik-baik saja.
Kini selesai sudah proses pengeluaran peluru di tubuh Rory. Rendra langsung terduduk menyandar. Dia merasa tak percaya kalau dirinya mampu melakukan pembedahan ini dengan mulus. Keadaan Rory bahkan berangsur-angsur mulai membaik.
"Kau hebat sekali, Ren. Kau memang dokter! Kalau begini, kami akan semakin mempercayaimu," kata Endah sembari duduk ke sebelah Rendra.
"Aku masih tak percaya aku melakukan ini semua," ungkap Rendra. Semuanya terasa seperti mimpi.
"Jangan terlalu merendah. Kau memang terbukti hebat, Ren!" puji Susan.
"Terima kasih banyak karena sudah menyelamatkan Rory. Dia pasti sangat menghargaimu sekarang," ujar Aji.
Rendra mengangguk. "Sebenarnya dari mana kau mendapat semua peralatan medis ini?" tanyanya.
Aji cengengesan. "Lebih tepatnya mencurinya. Aku dan Bisma mencurinya di sebuah klinik. Tadinya kami ingin menjual semua barang itu, karena harganya pasti mahal," jelasnya.
"Jangan dijual! Berikan saja itu pada Rendra. Aku yakin pasti jasanya akan selalu dibutuhkan di sini," cetus Susan.
"Tidak perlu, Mbak. Kalau mau dijual, silahkan saja Bang Aji," tanggap Rendra.
"Kenapa berkata begitu? Kau tahu? Aku baru saja dapat ide. Bagaimana kalau kita membuka praktikmu di sini. Tapi secara rahasia dan hanya diperuntukkan pada preman atau semacamnya?" usul Susan bersemangat. Sebagai seorang mucikari, dia memang selalu memikirkan uang dan keuntungan sendiri.
"Aku rasa tidak!" Rendra tetap menolak.
"Kita akan dapat banyak uang, Ren! Pikirkanlah!" balas Susan.
Rendra lantas terdiam. Dia sedikit tergiur karena dirinya memang sedang sangat membutuhkan uang.
Ponsel Susan mendadak berdering. Ia otomatis beranjak sejenak untuk mengangkatnya.
Bersamaan dengan itu, atensi Endah tertuju ke arah Audy yang masih berdiri di ambang pintu. Dia menatap curiga.
"Eh! Audy! Kenapa kau sejak tadi berdiri di sana? Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" timpal Endah.
"Em.. Anu... Tidak ada. Aku hanya penasaran. Ya sudah, aku pergi." Barulah Audy beranjak dari sana.
"Aneh!" cibir Endah.
Rendra tak menaruh kecurigaan sedikit pun pada Audy. Dia justru terpikirkan keadaan Jeni.
"Bagaimana Mbak Jeni? Dia baik-baik saja kan?" tanya Rendra.
"Keadaan tubuhnya membaik berkat kau. Tapi dia terlihat selalu murung," jawab Endah.
Rendra mengangguk. Dia segera beranjak untuk menemui Jeni. Benar saja, wanita itu tampak murung sambil menatap keluar jendela.
...___...
*Aku mungkin mampu up 3 chapter perhari ya guys. Karena ada satu novel lain yang harus di up juga. Aku harus ngejar kata sebelum bulan april supaya bisa ikut lomba 😁
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya
kalau keluar sama aja bunuh diri... udah ikut alur aja... sekarang nurut aja . entar urusan belakang.. kalau udah jadi orang hebat, dunia bisa kamu kendalikan...