Seorang gadis melihat sang kekasih bertukar peluh dengan sang sahabat. seketika membuat dia hancur. karena merasa di tusuk dari belakang oleh pengkhianatan sang kekasih dan sang sahabat.
maka misi balas dendam pun di mulai, sang gadis ingin mendekati ayah sang kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan pena R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
Aku menyentak keras mejaku.Tiga temanku terlonjak kaget. Begitu pun Om Jo.
"Mari, Pak, mau bicara di mana??" Aku mengulas senyum penuh kepalsuan ku. Geregetan. Bisa bisanya Om Jo menyebut nama CEO KRZ Grups segampang itu di depan teman-temanku.
Om Jo mencebikkan bibirnya. Meremehkan aku yang plin-plan. Sungguh, Dia sangat menjengkelkan.
"Pak, " desis ku makin gregetan melihat Om Jo bukannya langsung menjawab pertanyaanku, dia malah sibuk mengejekku melalui tatapannya.
Dasar tua bangka sialan!!!
"Di ruangan manager kamu saja.Malas naik aku. CEO lagi mode singa, dari tadi marah-marah nggak jelas," dumel Om Jo sembari menuju ke ruangan Bu Lika.
Aku hanya melongo ketika Bu Lika keluar dari ruangannya dengan membawa laptopnya.
"Astaga, buang-buang waktuku saja kamu, buru masuk!!!" Om Jo mencak-mencak di depan pintu ruangan Bu Lika.
Aku meringis, sungguh aku tak enak hati pada Bu Lika.
"Masuk, Rel. Gak apa." ujar Bu Lika.
Aku tersenyum mengangguk.
"Haish, lemot!!" dumel Om Jo.
Tahan tahan.....
Aku mengikuti langkah Om Jo memasuki ruangan Bu Lika.
"Arif bilang, kamu akan menemui Aldo? kapan, di mana, jam berapa??" tanya Om Jo sembari mendudukkan dirinya di sofa. Om Jo mengkode aku untuk ikut duduk di sofa.
Aku melirik ke arah pintu yang terbuka lebar, lalu menurut. "Ya, aku mengirim pesan singkat ke Aldo setelah jam kantor nanti. Aldo menyanggupinya. Dia sangat cepat mengabari ternyata." Ujar ku.
"Kenapa kamu berniat menemui Aldo?? Bukan kah kamu bilang, kamu dan dia sudah selesai?? Merencanakan apa lagi kamu??" Om Jo menatapku tajam penuh intimidasi.
Haish, matanya, haruskah, ku colok sekarang???
"Memang apalagi yang bisa kulakukan, Om?? Aldo tak berhenti mengusikku. Aku harus menghentikan dia kan??" Sergah ku cepat.
Om Jo tak menyahut.
"Om Arif menghubungi Om Jo kemarin kan???Dia galau. Aku tahu, Aldo sangat berarti buat dirinya. Tapi, aku juga istrinya kan??"
"Arif sudah menganggap Aldo seperti putranya sendiri, Aurel. Takdir nya sudah terhubung dengan Aldo bahkan sebelum Aldo dilahirkan. Melihat Aldo sesedih itu karena permasalahan kalian, wajar jika Arif kebingungan sekarang, Aurel. Di satu sisi ada Aldo dan di sisi lainnya ada kamu...."
" Aku memang tahu aku tidak akan menjadi pilihan Om Arif. Dia...."
"Sok tau!!! Lihat saja ke atas gimana frustasinya dia gara-gara kalimat kamu tadi pagi!! Dia sudah seperti orang gila." sergah Om Jo cepat.
Eh,
Aku mengerjap kerjap kan mata ku cengo.
"Dia mengeluh, Aurel. Katanya kamu tadi tidak berbalik lagi setelah keluar dari mobilnya. Dia bahkan menunggu kamu di tempat yang sama sangat lama, tapi kamu tidak datang lagi."
Itu benar. Setelah berganti pakaian dan selesai bersiap-siap aku memesan ojol ke KRZ Grups. Aku memang masih melihat Om Arif yang masih ada di depan gang kos-kosanku.
"Aku lelah, Om. Sekarang atau nanti, hasilnya tetap akan sama. Selama masih ada Aldo, Aku tidak akan bisa memasuki hati om Arif. Aku sudah sangat gamblang menyatakan perasaanku. Tapi, Om Arif tak meresponnya. Aku tahu alasannya. itu Aldo. Andai kamu bukanlah seseorang yang tengah ada di hati putraku, bukan mantan kekasih putraku, tak akan sulit membalas cinta kamu. Haish!! Nyatanya, Aku mantan kekasih putranya. Mantan kekasih Aldo. Akan sangat sulit kan mencintaiku???"
Om Jo mengangguk. "Ya, itu akan sulit. Dari awal, hubungan kalian sangat rumit, Aurel. Seperti sebuah benang kusut. Tapi, bukan alasan untuk kamu menyerah. Kamu yang memulai kerumitan itu dan kamu yang menyeret Arif dalam kerumitan itu. Setidaknya, bertanggung jawablah sampai akhir. Arif tidak harus menanggung semua hasil dari permainan kamu. Jangan menjadikan dia korban sekali lagi, Aurel. Hidup nya sudah sangat sulit. Itu tidak adil."
"Om Arif bahkan tidak mau mengatakan apapun tentang masa lalunya." desis ku.
"Tidak ada yang baik tentang itu." Tukas Om Jo.
Aku mengangguk saja.
"Bos ku sedang menggila, Aurel. Naiklah, kamu sekretarisnya sekarang."
Sekretaris sekarang???
Aku membulatkan mataku. "Jangan macam-macam, Om!! Om ingin aku mati lebih awal??" gerutu ku.
"Kamu pikir aku bisa hidup lebih lama. Lebih baik kamu yang mati daripada aku....."
"Sialan!!!" maki ku dan
Dug!
Kaki ku yang lincah menendang tulang kering Om Jo. Om Jo menjerit kesakitan.
"Sialan kamu, Aurel!!" umpat Om Jo kesal.
"Om yang sialan!!!" tukas ku cepat tak mau kalah.
"Hubungan ku dan om Arif masih sangat rumit, bisa-bisanya om malah menyuruhku membongkar kebohonganku yang lain. Itu namanya cari mati. Setidaknya, biarkan aku menyelesaikan urusanku dengan Aldo terlebih dahulu, baru menyerahkan diri untuk dieksekusi."
"Lebay!!!"
Aku terkekeh, mengangguk. "Benar. Tapi intinya tetap sama. Kemarahan Om Arif." tukas ku. "Aku izin pulang, Om. Aku perlu mendinginkan pikiranku sejenak sebelum janji temuku dengan Aldo. Aku yakin, b\*\*\*\*\*\*n itu akan sangat menguras emosiku.
"Hai, mana bisa kayak gitu...." Om Jo berusaha menghalangi aku menuju ke arah pintu. "Aku yang membuat peraturannya, Aurel!!!"
"Om mau aku ikutan gila juga?? Harus ada seseorang yang cukup waras di sini. Dan itu aku!!!"
"Tap-tapi...."
Aku tak menggubris Om Jo. Cepat cepat aku keluar dari ruangan Bu Lika.
Deg
Astaga, Bagaimana sekarang??? Empat orang di depanku itu pasti mendengar perdebatan ku dan Om Jo dengan jelas. Terlihat ekspresi wajah keempatnya yang menegang.
"Aurel, jangan main ma....in!!!!!" Om Jo langsung mengubah ekspresi kesal nya padaku menjadi datar dan dingin begitu menyadari 4 pasang mata itu juga tertuju padanya.
Heleh, sok jaga image!! Sudah ketahuan juga padahal.
Aku segera mengambil tasku. "Terima kasih atas izinnya Pak Jo. Saya permisi." ucapku sembari sedikit menundukkan kepalaku ke arah Bu Lika dan teman-teman sedivisiku untuk berpamitan.
Om Jo hanya menatapku datar.
Pukul 15:30, taman kota.
Aku mendudukkan diriku di sebuah bangku taman kota. Sengaja Aku pilih tempat terbuka yang tak terlalu ramai untuk bertemu dengan Aldo.
Setidaknya tidak akan terlalu memalukan jika aku meledak nanti. Tekad ku, sore ini harus sudah jelas semua. Aku harus bisa memastikan Aldo tidak akan mengusikku nanti.
Aku melirik layar ponselku. Chat dari Aldo yang mengatakan Jika dia hampir sampai membuat jantungku berdegup kencang.
Aku menari nafas dalam-dalam, berusaha mendapatkan ketenanganku. Aku harus tetap waras agar bisa bersikap sangat tegas pada Aldo.
Hati ku berdesir hebat melihat satu room chat yang menunjukkan tumpukan cat dan panggilan telepon yang sengaja ku abaikan. Itu dari Om Arif. Sudah bisa kubayangkan semarah apa nanti dia karena tindakanku yang sengaja mengabaikan pesannya.
Maaf, Om. Aku belum siap mendengar omelan kamu saat ini.