Gendhis

Gendhis

Bab 1 Aku Teraniaya

Teriknya Mentari tak membuat aku berhenti melangkah. Tas ransel di pundak yang sudah beberapa kali ku jahit masih cukup kuat menahan isi buku-buku pelajaran di dalamnya. Tenggorokan rasanya tercekat karena haus. Sudah hampir satu minggu ini aku tidak di beri uang saku oleh Ayah karena ayah belum gajian. Botol minum telah habis isi nya, tadi ku minum saat di sekolah untuk mengganjal lapar. Saat aku mendekat kea rah rumah, aku melihat pintu rumah terbuka. Aku berlari menuju rumah.

‘Ayah sudah pulang.’ Batin ku.

Namun saat aku sudah berada di ambang pintu, terlihat seorang perempuan yang menggendong bayi, sedangkan ayah di sebelahnya. Ayah juga memangku seorang bayi. Aku termenung di depan pintu. Tampak perempuan itu tersenyum ke arah ku.

“Ayah… ayah sudah pulang?” Tanya ku yang duduk di depan pintu seraya membuka sepatu dan menenteng nya yang hampir mangap di bagian depan karena jahitan atau lem pada telapak nya telah mengelupas. Aku menaruh sepatu itu di tempat biasa. Saat aku mendekat menyalami ayah ku. Ada kebahagian saat ayah mengatakan jika perempuan yang tadi tersenyum adalah ibu ku. Dia akan tinggal disini bersama aku.

“Dhis…. Ini ibu kamu yang baru. Panggil Bunda ya. Ini adik-adik kamu, mereka kembar,” Ucap Ayah.

Usia ku terlalu muda untuk memahami kenapa ayah menikah. Yang aku pikirkan adalah suatu kebahagian karena semenjak ibu dititipkan di rumah nenek karena sakit, aku mengerjakan semuanya sendiri. Aku bahkan sudah bosan makan telur goreng dan kerupuk atau mie instant setiap hari.

“Oh ini jadi yang namanya Gendhis? Wah cantik sekali ya… kamu pasti anak baik. Panggil Bunda ya...” Sapa ibu tiri ku yang meminta agar aku memanggilnya dengan Bunda.

Satu lambaian tangannya memanggil aku, aku menyalami dirinya dan satu pelukan hangat aku dapatkan. Aku Bahagia karena semenjak itu, aku mendapatkan uang jajan, setiap pagi ada sarapan dan aku tak pernah lagi mencuci baju sendiri. Aku seperti menemukan ibu lagi. Namun seiring waktu, semua adalah fatamorgana. Ibu tiri ku yang bernama Lilik menunjukkan watak aslinya saat Ayah harus pergi ke tempat baru karena ditugaskan perusahaan. Ayah akan pulang kerumah dua bulan sekali. Aku baru mengerti kenapa teman ku berkata bahwa tidak enak punya ibu tiri. Itu yang kini aku rasakan. Pagi hari saat aku akan berangkat sekolah, aku tak boleh sarapan.

“Eh…eh.. eh! Siapa suruh sarapan?! Enak saja!” Bentak Bunda.

“Aku mau berangkat sekolah Bun…” Ucap ku sopan.

“Ya berangkat kalau mau sekolah, mulai hari ini jatah makan kamu di kurangi karena ibu mu akan tinggal disini. Jadi kamu harus makan sehari dua kali. Dan ingat mulai hari ini cuci pakaian kamu sendiri. Aku bukan babu mu!” Bentak Bunda.

Aku yang tak pernah di bentak menangis di hadapan istri baru ayah. Sejak hari itu, hari-hari ku lalui tanpa suara tangis namun penuh dengan linangan air mata. Aku bahkan harus mengerjakan pekerjaan rumah, dengan tubuh mungil yang masih kelas 3 SD, aku harus merawat ibu yang seperti mayat hidup. Ibu hanya diam dan kadang sesekali tertawa atau tiba-tiba menangis. Ayah bilang ibu sakit gangguan jiwa karena setelah melahirkan adik ku, nyawa adik ku tak bisa diselamatkan karena meninggal dunia dalam kandungan.

Siang itu aku merasa lelah sekali karena baru saja ada ujian sekolah mata pelajaran olahraga, aku merasa letih karena mengelilingi lapangan sebanyak 5 putaran. Tubuh yang lemah dan lapar. Aku bahkan belum boleh makan sebelum mencuci piring. Saat aku akan Menyusun piring yang baru saja ku basuh, tangan kiri ku gemetar karena rasa lapar dari perut.

“Praaang!”

Seketika tubuh ku bertambah gemetar, aku takut Bunda akan memarahi aku. Betul saja berselang suara tangisan si kembar yang terjaga karena suara berisik. Teriakan Bunda dari arah kamar membuat aku semakin ketakutan. Ujung jari ku bahkan terluka karena mendengar teriakan Bunda.

“Apa itu Gendhis!” Teriak Bunda dari dalam kamar.

Air mata sudah membanjiri pipi ku, aku cepat membersihkan pecahan piring tersebut. Dan saat aku akan membuang ke halaman belakang rumah, ibu tiri ku sudah berdiri di depan ku. Matanya seperti seekor singa yang siap menerkam. Aku menundukkan kepala, tak berani menatap wajah Bunda.

“Kamu pecahkan piring lagi?! Baik, siang dan mala mini, kamu dan ibu mu tidak dapat jatah makan!!” Teriak Bunda dengan wajah merah.

Aku hanya mampu sesenggukan menangis, tubuh yang kecil karena masih duduk di bangku SD membuat aku hanya pasrah dengan setiap hukuman yang diberikan. Dan malam itu aku kembali harus menahan perihnya diperlakukan tak manusiawi oleh Bunda. Malam hari tepat sebelum hujan deras, ibu ku yang sedari siang tak diberi makan selalu berteriak-teriak. Aku mencoba menenangkan ibu di kamar.

“Lapar…. Lapar… lapar… makan… makan Yah… Ayah makan Yah…” Teriak ibu ku memanggil ayah ku.

“Bu, tidur saja. Ini minum ini bu… besok kita makan ya bu.” Ucap ku seraya menyerahkan satu botol air putih. Perut ku bahkan sudah terasa perih dan kembung karena satu hari ini hanya diisi oleh air putih.

Tiba-tiba pintu kamar di buka.

“Braak!”

“Berisik!! Saya mau tidur! Kamu, bawa ibu kamu ke teras belakang rumah! Saya dan anak saya mau tidur!” Titah Bunda dengan nada penuh emosi.

“Tapi Bun, ibu lapar Bund.. mungkin kalau di beri makan ibu akan diam.” Pinta ku seraya menghibah di kaki ibu tiri ku.

“Makan? Kamu bilang makan?! Kamu harus belajar untuk tidak kembali memecahkan piring kalau mau makan setiap hari, paham kamu!” Ucap Bunda seraya menarik tangan aku dan Ibu kea rah belakang rumah.

Saat tiba di teras belakang rumah, bunda menutup pintu dapur. Kilat tampak menyala-nyala. Tak butuh waktu lama, hujan deras pun membasahi bumi. Ibu masih berteriak ‘lapar’, ‘makan’. Aku hanya memeluk ibu ku dan meratapi nasib ku. Aku memandang kilat yang menyambar. Aku merutuki nasib ku seraya mendengar suara teriakan ibu yang terus menyanyikan kata ‘lapar’.

“Lapar… Yah lapar Yah… lapar.. lapar…” Suara ibu masih menyanyi kata lapar dengan irama lagu bang Rhoma irama.

‘Ya Tuhan… kenapa nasib ku begini… wahai petir, sambar lah aku dan ibu ku agar kami tidak lagi menderita di dunia ini…’ batin ku seraya memandangi langit, keputusasaan dalam diri ku membuat aku berharap segera mati.

Terpopuler

Comments

💗vanilla💗🎶

💗vanilla💗🎶

br mampir thor .. dan udh nyesekk..tp menarik

2024-06-27

0

fa _azzahra

fa _azzahra

assalamualaikum,ktm lg sama novel keren nya author sebutir debu.smg sehat sll

2024-03-10

1

♕👋ค๓๒ꌦคคคггггг

♕👋ค๓๒ꌦคคคггггг

ibu tiri yg kejam

2024-02-15

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Aku Teraniaya
2 Bab 2 Demi Ibu, Aku Bertahan
3 Bab 3 Aku Putus Asa
4 Bab 4 "Allah sayang kamu, Ndis" Ucap Vya
5 Bab 5 Aku Terbiasa
6 Bab 6 Riyadhoh
7 Bab 7 Tak Kasat Mata
8 Bab 8 Rencana Allah untuk Ku
9 Bab 9 Pasrah
10 Bab 10 Kepercayaan dari Uni Desi
11 Bab 11 Ibu Ku
12 Bab 12 Mencari Ibu
13 Bab 13 Allah kembali menguji ku
14 Bab 14 Bertemu keluarga Bu Sekar
15 Bab 15 Kelembutan hati Bu Sekar
16 Bab 16 Meninggalkan indahnya Dunia
17 Bab 17 Berbuah manis
18 Bab 18 Bagai Kepompong, Aku harus Kuat
19 Bab 19 Kebersamaan Aku dan Vya
20 Bab 20 Bertemu Kak Gaffi
21 Bab 21 Nama Yang Berbeda
22 Bab 22 Siapa Perempuan bercadar itu?
23 Bab 23 Pekerjaan Baru
24 Bab 24 Sawang Sinawang
25 Bab 25 Menghibur Uni Desi dan Talita
26 Bab 26 Ibu Kak Gaffi
27 Bab 27 Riyadhoh Ku
28 Bab 28 Perjalanan Umroh Ku
29 Bab 29 Petuah Menantu Bramantyo
30 Bab 30 Kepulangan Kami ke Indonesia
31 Bab 31 Flashback
32 Bab 32 Kabar Buruk dari Cika
33 Bab 33 Setan
34 Bab 34 Harapan Ku
35 Bab 35 Terlambat
36 Bab 36 Siapa Dia.
37 Bab 37 Jantung ku Kenapa
38 Bab 38 Zia dan Ksk Gaffi
39 Bab 39 Magang
40 Bab 40 Bertemu Mas Halim
41 Bab 41 Klien Ku
42 Bab 42 anxiety disorder atau PTSD?
43 Bab 43 Sesi ke 2 Mbak Zia
44 Bab 44 Apa Hubungannya dengan Aku
45 Bab 45 Nomor Baru
46 Bab 46 Rahasia Klien ku
47 Bab 47 Kesalahpahaman
48 Bab 48 Air mata dan Doa
49 Bab 49 Sahabat Sejati
50 Bab 50 Banyak Alasan dan Satu Cinta
51 Bab 51 Lidah Tak Bertulang
52 Bab 52 Satu Rindu untuk Satu Nama
53 Bab 53 Bahagia ku
54 Bab 54 Kehadiran Ibu
55 Bab 55 Kenangan Seorang Ibu
56 Bab 56 Permohonan Talita
57 Bab 57 Bertemu Mas Halim dan Keluarga
58 Bab 58 Cinta mu Tak Direstui
59 Bab 59 Melamar kerja
60 Bab 60 Kabar Bahagia
61 Bab 61 Aku Sayang Ibu
62 Bab 62. Membesuk Vya
63 Bab 63 Orang Dalam
64 Bab 64 Hantu Perasaan
65 Bab 65 Kejelasan
66 Bab 66 Pertemuan
67 Bab 67 Pertemuan ke 2
68 Bab 68 Maaf
69 Bab 69 Kedatangan Tamu Uni Desi
70 Bab 70 Mas Halim
71 Bab 71 Cinta Mas Halim
72 Bab 72 Sejarah Buku Siklus Haid Mak E
73 Bab 73 Kesempurnaan Cinta.
74 74 Rasa Kesal ku
75 Bab 75 Keluarga Luar Biasa
76 Bab 76 Jawaban Telak
77 Bab 77 Pernikahanku
78 Bab 78 Gara-gara Pelakor
79 Bab 79 Sama-sama Bening
80 Bab 80 Pesan Mak
81 NOVEL BARU 2024 (CUCU AYRA, GENRE FIKSI MODERN)
82 Bab 82 Rencana Ku
83 Bab 83 Kejutan
84 Bab 84 Prasangka Kita
85 NOVEL BARU "RUBIYATI" (SEBUTIR DEBU)
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Bab 1 Aku Teraniaya
2
Bab 2 Demi Ibu, Aku Bertahan
3
Bab 3 Aku Putus Asa
4
Bab 4 "Allah sayang kamu, Ndis" Ucap Vya
5
Bab 5 Aku Terbiasa
6
Bab 6 Riyadhoh
7
Bab 7 Tak Kasat Mata
8
Bab 8 Rencana Allah untuk Ku
9
Bab 9 Pasrah
10
Bab 10 Kepercayaan dari Uni Desi
11
Bab 11 Ibu Ku
12
Bab 12 Mencari Ibu
13
Bab 13 Allah kembali menguji ku
14
Bab 14 Bertemu keluarga Bu Sekar
15
Bab 15 Kelembutan hati Bu Sekar
16
Bab 16 Meninggalkan indahnya Dunia
17
Bab 17 Berbuah manis
18
Bab 18 Bagai Kepompong, Aku harus Kuat
19
Bab 19 Kebersamaan Aku dan Vya
20
Bab 20 Bertemu Kak Gaffi
21
Bab 21 Nama Yang Berbeda
22
Bab 22 Siapa Perempuan bercadar itu?
23
Bab 23 Pekerjaan Baru
24
Bab 24 Sawang Sinawang
25
Bab 25 Menghibur Uni Desi dan Talita
26
Bab 26 Ibu Kak Gaffi
27
Bab 27 Riyadhoh Ku
28
Bab 28 Perjalanan Umroh Ku
29
Bab 29 Petuah Menantu Bramantyo
30
Bab 30 Kepulangan Kami ke Indonesia
31
Bab 31 Flashback
32
Bab 32 Kabar Buruk dari Cika
33
Bab 33 Setan
34
Bab 34 Harapan Ku
35
Bab 35 Terlambat
36
Bab 36 Siapa Dia.
37
Bab 37 Jantung ku Kenapa
38
Bab 38 Zia dan Ksk Gaffi
39
Bab 39 Magang
40
Bab 40 Bertemu Mas Halim
41
Bab 41 Klien Ku
42
Bab 42 anxiety disorder atau PTSD?
43
Bab 43 Sesi ke 2 Mbak Zia
44
Bab 44 Apa Hubungannya dengan Aku
45
Bab 45 Nomor Baru
46
Bab 46 Rahasia Klien ku
47
Bab 47 Kesalahpahaman
48
Bab 48 Air mata dan Doa
49
Bab 49 Sahabat Sejati
50
Bab 50 Banyak Alasan dan Satu Cinta
51
Bab 51 Lidah Tak Bertulang
52
Bab 52 Satu Rindu untuk Satu Nama
53
Bab 53 Bahagia ku
54
Bab 54 Kehadiran Ibu
55
Bab 55 Kenangan Seorang Ibu
56
Bab 56 Permohonan Talita
57
Bab 57 Bertemu Mas Halim dan Keluarga
58
Bab 58 Cinta mu Tak Direstui
59
Bab 59 Melamar kerja
60
Bab 60 Kabar Bahagia
61
Bab 61 Aku Sayang Ibu
62
Bab 62. Membesuk Vya
63
Bab 63 Orang Dalam
64
Bab 64 Hantu Perasaan
65
Bab 65 Kejelasan
66
Bab 66 Pertemuan
67
Bab 67 Pertemuan ke 2
68
Bab 68 Maaf
69
Bab 69 Kedatangan Tamu Uni Desi
70
Bab 70 Mas Halim
71
Bab 71 Cinta Mas Halim
72
Bab 72 Sejarah Buku Siklus Haid Mak E
73
Bab 73 Kesempurnaan Cinta.
74
74 Rasa Kesal ku
75
Bab 75 Keluarga Luar Biasa
76
Bab 76 Jawaban Telak
77
Bab 77 Pernikahanku
78
Bab 78 Gara-gara Pelakor
79
Bab 79 Sama-sama Bening
80
Bab 80 Pesan Mak
81
NOVEL BARU 2024 (CUCU AYRA, GENRE FIKSI MODERN)
82
Bab 82 Rencana Ku
83
Bab 83 Kejutan
84
Bab 84 Prasangka Kita
85
NOVEL BARU "RUBIYATI" (SEBUTIR DEBU)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!