Love You More, Husband

"Asalamualaikum aunty...." Sofia tersenyum lebar saat sosok tinggi semampai dalam balutan busana muslimah dengan hijab biru muda melangkah masuk ke rumah besar keluarga Hutama. Sang dokter segera merentangkan tangannya dan memeluk si wanita muda yang terlihat amat bahagia bertemu dengannya.

"Walaikumsalam sayang...bagaimana kabarmu?" mereka berpelukan dengan hebohnya juga tertawa berderai bersama.

"Aku baik, aunty sehatkan?"

"Seperti yang kau lihat. Apa mama dan papamu baik? Helen baru saja telepon aunty tadi." dan cerita panjangpun terucap dari bibir si wanita. Rena segera menghidangkan minuman lalu membawa koper si wanita ke kamar tamu. Sedang Milly? gadis itu hanya mengamati mertua dan tamu cantik itu dari arah dapur sembari menata martabak bikinan Sofia ke atas piring lalu membawanya mendekat.

"Ohh ya Nau...ini Milea, istri Rafa." kata Sofia saat melihatnya muncul dari arah belakang. Milea segera mengangguk sopan, meletakkan piringnya ke meja lalu mengulurkan tangannya pada si gadis yang tersenyum ramah padanya.

"Milea." katanya memperkenalkan diri dengan rasa camggung dan tak percaya diri. Bagaimana dia bisa percaya diri? gadis dihadapannya ini terlihat sangat cantik, smart dan elegan. Dia bahkan sangat ramah dan supel.

"Hai...aku Naura, senang berjumpa denganmu Milea." balas Naura riang. Sesaat kemudian Richard ikut bergabung bersama mereka. Sebagai menantu yang baik Milly tak mungkin pergi dari sana bukan? Maka itu dia memilih menyimak dan jadi pendengar saja sambil sesekali memainkan ponselnya. Setidaknya dia menghormati tamu mereka.

"Aunty, ini titipan mama untukmu." Naura menyerahkan sebuah kotak cantik pada Sofia dan memberi isyarat agar Sofia membukannya. Iris kecoklatan Sofia melebar saat tau jika kotak ditangannya itu berisi gelang cantik bertahtakan berlian yang entah berapa harganya.

"Waah..terimakasih sayang. Nanti aunty telepon mama kamu ya." Sofia terlihat bahagia menerima kotak itu, dan semua tak lepas dari pandangan Milea yang lagi dan lagu dibuat berkecil hati. Apalah dirinya yang sama sekali tak bisa memberi apa-apa pada sang mertua.

"Rich, jam berapa Rafa dan uncle pulang?" tanya Naura yang seketika membuat Milly mendongakkan kepalanya, sedikit terkejut. Naura juga menanyakan suaminya?

"Kenapa kau tak tanya istrinya? aku mana tau kakak pulang jam berapa." jawab Richard tenang sambil mengunyah puding coklat mamanya yang tak pernah gagal rasanya.

"Ohh...hampir saja aku lupa. Jam berapa Rafa pulang Mill?" Naura mengalihkan pertanyaannnya pada Milea yang tentu saja amat kaget dan dibuat gugup kerenanya. Pulang? dia bahkan tak tau kapan suaminya pulang, beraktivitas apa atau bersama siapa karena selama ini dia memang tak mau tau. Nomer ponselnya saja dia tidak tau. Apakah dia layak disebut istri??

"Ehhmm...itu..."

"Rafa akan pulang jam 5 sore bersama dadynya nanti Nau. Satu jam lagilah. Pasti mereka sedang terjebak macet sekarang. Dia baru telepon Milly tadi." potong Sofia cepat kala melihat ekspresi bingung di wajah Milea. Milly segera mengangguk sambil tersenyum.

"Ehmm... Nau, sebaiknya kau bersih-bersih dulu. Pasti nanti uncel dan Rafa akan menyuruhmu banyak bercerita." Naura langsung tertawa berderai dan berdiri diikuti Richard yang mengantarnya ke kamarnya.

"Milly, apa kau tak ingin mandi nak? Sebentar lagi suamimu pulang. Ohh..maafkan momy...sepertinya kalian tak sedekat itu." Kali ini wajah ayu Sofia dipenuhi sesal yang nyatanya malah membuat dada Milly sesak. Dia mengaku salah. Hampir dua minggu lebih jadi menantu keluarga mereka bahkan tak membuatnya berubah. Dia terus menempati kamar Rafa seolah pemilik aslinya dan membiarkan Rafael tidur di ruang kerjanya tanpa peduli padanya.

"Maafkan Milly momy. Milly akan segera mandi dan menyambut kak Rafa." ucap Milly lirih. Lihatlah wajah Sofia. Dokter cantik itu tertawa kecil lalu mengelus lengan menantunya penuh kasih sayang.

"Milly, momy sangat bahagia mendenganya. Teruslah belajar menjadi istri yang baik nak."

"Mom...bisakah momy membantuku melakukan semuanya?" sangat polos hingga Sofia gemas dan mencubit pipi Milea ringan.

"Tentu..tanya momy jika kau menginginkan belajar sesuatu." ucap Sofia mantab. Namun sebentar kemudian wajah bahagia itu luruh dan berganti dengan kabut yang tak bisa dia sembunyikan kala mendengar perkataan Milly.

"Aku akan bersungguh-sungguh belajar jadi istri yang baik momy. Juga belajar hemat seperti momy karena aku tau gaji seorang pegawai tak berapa banyak. Terimakasih mom." Sofia menggelengkan kepalanya. Ekspektasinya terlalu tinggi pada Milea. Baru saja sedetik lalu dia bahagia dan amat berharap Milea mau membuka hati untuk putra sulungnya, sekarang kebahagiaan itu sirna. Salahkah dirinya jika sebagai seorang ibu dirinya kecewa? Tidakkah kegigihan Milea itu akan jadi bumerang dalam rumah tangga anak-anaknya nanti jika Richard tak cukup punya iman untuk menolak kenekatan Milea?

"Aku pergi ke kamarku dulu mom. Permisi." lanjut Milly dengan senyum terkembang. Kebahagiaan itu membuat sudut hati Sofia tersayat. Rafael adalah putra kesayangannya meski dia tak pernah berkata atau berlaku membedakan anak-anaknya. Tapi baik dia maupun Nando seperti punya kesepakatan jika si sulung adalah anak emas keluarga mereka. Bukan berarti mengabaikan Richard, tapi sungguh, Richardpun bersikap sama. Kebahagiaan si baik hati Rafael seperti kebahagiaannya. Rafa amat menyayangi Richard sejak kelahiran adiknya. Dia bahkan selalu mengalah juga melakukan apapun untuk adiknya tanpa diminta.

"Raf...kami pasti akan membuatmu bahagia, ada atau tidak Milea disampingmu." gumam Sofia penuh penyesalan. Bagaimanana tak menyesal...keputusan menjodohkan mereka sama sekali tak diketahui oleh Rafa yang mau tak mau melakukannya karena sebuah pertanggung jawaban. Dan anak sulungnya itu tak pernah mengeluh atau menyalahkan siapapun pada nasibnya. Sekarang baik Sofia atau Nando harus mengakui bahwa tak semua orang tua itu benar meski menginginkan yang terbaik untuk putranya.