Meidina kini telah resmi menjadi istri seorang Kapolsek, Nyonya Radit Al Farizi. Pria yang mencintai nya tulus tanpa, memandang status masa lalunya.
Derajat Meidina, kini terangkat setelah menikah dengan Radit. Pria yang mampu menutupi masa lalunya sebagai wanita malam, dan memberikan sebuah kebahagiaan yang selama ini dia cari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Herliyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keabadian
Meidina memindahkan tubun Radit di samping nya, selimut pun menutupi tubuh nya yang kini tidak bergerak lagi. Ciuman, Meidina daratkan di kening, kedua matanya, pipi, hidung hingga bibir.
Berusaha untuk tetap tegar, dan tidak mengeluarkan air mata lagi. Seperti yang di minta Radit, dengan tenang Meidina menatap suami nya kini telah pergi untuk selama nya.
"Tidurlah sayang, dengan tidur Abang tidak lagi merasakan sakit. Saya akan mengantarkan Abang, sampai tempat keabadian. Sesuai permintaan Abang, air mata tidak akan saya keluarkan, saya harus ikhlas. " ucap Meidina sambil membelai wajah Radit.
"Terima kasih sayang, cinta yang Abang berikan, walau hanya sebentar. Memberikan sebuah kebahagiaan, dan harta yang tidak bisa ternilai harga nya."
Meidina pun berdiri, dan langsung mengambil ponsel nya, menghubungi Pak Halim. Panggilan pun, langsung tersambung.
"Assalamu'alaikum Mei." sapa Pak Halim dari seberang.
"Walaikumsalam, Ayah. "
"Ada apa nak?"
"Bang Radit, sudah pulang."
"Pulang kemana?"
"Keabadian."
Suara telepon pun terputus, Meidina pun menghubungi keluarga nya, untuk memberikan kabar, bahwa suami nya telah meninggal dunia.
Meidina tersenyum, tapi hati nya menangis. Melihat wajah suami nya, tersenyum dengan wajah yang putih berseri.
"Saya akan temani Abang disini, sampai semua nya siapa membawa Abang, ke tempat ke abadi an. Abang minta, saya tidak boleh pergi kan, untuk tetap tangan saya berada di atas tangan Abang. Saya tidak akan jauh dari Abang, karena malam ini, malam panjang buat saya, malam yang akan saya ingat selamanya. Malam terakhir kita, esok tidak ada lagi tubuh Abang, yang berbaring di samping saya. Malam ini, saya akan tidur sambil memeluk jasad nya Abang."
*****
Semua pun tiba, Ibu Mira langsung menangis di depan jasad Radit, dimana Meidina menutup ke dua mata nya sambil memeluk tubuh nya. Abi Mulia, Mami Rosa, dan mantan anak buah nya, pun datang.
Bahkan Bagas, bersama Anisah pun sudah datang.Semua meneteskan air mata, kecuali Meidina yang berusaha untuk tidak menangis.
"Ya Allah Mei, nggak menyatakan suami kamu pergi untuk selama nya." ugak Mami Rosa, sambil mengusap air mata nya.
"Radit, baru sore dia teleponan sama Ibu, sekarang sudah nggak ada. Hiks.. hiks.., begitu cepat Ayah, anak kita belum melihat anak nya lahir."ucap Ibu Mira menangis sambil memeluk Pak Halim.
"Mei, bangun. Jenazah Radit mau di pindahkan ke ruang tengah." ucap Abi Mulia.
Kedua mata Meidina terbuka, namun tangan nya masih tetap memeluk tubuh Radit. Meliat semua nya, menatap ke arah dirinya. Terlihat ibu mertua nya, tidak berhenti menangis.
"Ijinkan sampai fajar, saya memeluk untuk terakhir kalinya , dengan jasad suami saya. Besok malam, saya tidak akan bisa lagi, memeluk nya. Hanya sampai fajar, tolong jangan dulu di pindahkan."
Semua nya mengabulkan permintaan Meidina, jenazah Radit tetap di atas tempat tidur. Meidina, membelai wajah suami nya, dan terus mengecup pipi nya.
*****
Meidina hanya bisa diam, disaat jasad Radit,kini tertutup rapat oleh kain kafan. Sambil mengusap perut nya, Meidina tampak begitu tegar, namun hati nya menangis.
"Mei." ucap Anisah, sambil mengusap punggung nya.
"Ikhlas ya Mei."ucap Anisah kembali.
" Ikhlas, saya ikhlas." ucap Meidina.
"Ibu, jenasah Pak Radit, siap di bawa ke pemakaman. Dan nanti, proses pemakaman secara kepolisian." ucap Bayu.
"Iya, sudah saat nya Pak Radit kita bawa."
Didalam mobil jenazah, Meidina terus memegang peti mayat, dimana jasad suami nya ada di dalam nya. Hanya bisa menatap peti tersebut, tanpa air mata.
"Kamu begitu tegar sekali Mei." ucap Ibu Mira.
"Abang bilang, jangan menangis disaat Abang sudah tidak ada lagi di dunia ini. Abang minta, itu disaat menit - menit terakhir sebelum mereka meninggal dunia."
"Ibu jujur, nggak menyangka saja. Padahal baru sore kemarin, kita teleponan."
"Abang, semua merasakan kehilangan. Semua sayang sama Abang, sampai berjumpa di kehidupan yang akan datang."
*****
Bagas menatap Meidina, yang berdiri di tepi makam. Tubuh Radit, kini telah tertutup rapat oleh tanah. Anisah menatap saudara nya, yang begitu tegar.
"Kalau saya jadi Meidina, tidak akan bisa tegar seperti itu. Dia hebat, tidak menjatuhkan air matanya." ucap Anisah.
Meidina mengusap nisan yang bertuliskan, nama suami nya. Di kecupnya nisan tersebut, dan menatap photo Radit yang menggunakan seragam kepolisian nya.
"Abang, sekarang sudah tenang, sudah tidak merasakan sakit lagi. Tidur panjang ini, semoga saat nanti bangun, Abang membuka mata bertemu dengan kita berdua. Tunggu kami, di depan pintu surga."
Meidina memeluk nisan tersebut, membuat yang melihat nya menangis. Tapi tidak bagi Meidina, hanya memiliki rasa berat untuk meninggal kan makam nya.
"Mei,kita pulang yuk." ajak Mami Rosa.
"Kalian pulang saja, Abang pasti kedinginan di tinggal sendirian." ucap Meidina, dan membuat Mami Rosa meneteskan air matanya.
"Mei, hari sudah mau sore. Kita Pulang yuk, nanti besok kesini lagi." ucap Ilham.
"Benar Mei, kamu sedang hamil. Kasihan calon bayi kamu, dari semalam kan belum istirahat." ucap Lastri.
Anisah mendekati, dan memeluk tubuh saudara nya dari belakang. Terlihat jelas, kedua mata Meidina memerah.
"Mei, pulang yuk. Besok kita kesini lagi, kalau kamu seperti ini terus, suami kamu bakalan sedih."
"Anisah, kamu lihat. Kebahagiaan yang di berikan nya hanya hitungan hari, tapi dia meninggalkan harta yang tidak ternilai. Seorang anak, yang saya kandung. Pesan nya, membuat seakan dia tahu ajal nya sidak di depan mata. Kata tidur, dia lelah, tidur berbantal dada saya. Hembusan nafas nya, masih terasa sampai sekarang, tapi dia pergi untuk selama - lamanya saat tangan nya terjatuh di samping saya. Sekarang, Abang sudah berada di tempat peristirahatan nya. Sendirian, panas hujan, sekarang saya ingin menemani Abang, dia minta saya jangan pergi jauh, jadi saya temani dia."
"Istighfar Mei, suami kamu sudah tenang, cukup dengan kirim doa, suami kamu sudah bahagia. Dan ingat kamu sedang hamil, jangan sampai terjadi sesuatu pada kehamilan kamu."
"Nggak, saya akan disini." ucap Meidina terus memeluk erat nisan suami nya.
Bagas berjongkok di samping Meidina, berusaha agar mau untuk pulang. Terlihat satu persatu, penziarah pun sudah pulang.
"Mei, pulang yuk. Nanti malam kan, ada acara doa bersama untuk Almarhum. "
"Abang pulang saja."
.
.
.
7 bln & 8bln sudh dlam kandungan ku bawa kmna2 tp dia lbh senang memilih Allah,.
tunggu mamah disana ya 2bidadari kecilku
perempuan itu tipe nya setia jika di tinggal meninggal suaminya. Jika di sakiti lelaki jangan memikirkan cari pasangan baru. karena anak lebih penting dari cari suami baru.