DEWI Dari LEMBAH IBLIS

Setelah mendapatkan busur panah Es Jiang He melanjutkan perjalanannya ke tempat yang kedua. Sayangnya Liong tidak mendapatkan petunjuk apapun. Jadi mereka hanya bisa bergerak sesuai dengan insting.

"Sekarang Kita kemana nih?" tanya Jiang He sambil menatap kearah Liong. Di depannya kini ada dua jalan yang berlawanan arah.

Arah yang satu merupakan jalan untuk kembali ke ibu kota dan tentu saja ke lembah iblis juga . Jalan satu lagi Jiang He belum mengetahui kemana tujuannya.

"Saya tidak tahu Nona. Tidak ada lagi petunjuk yang bisa Saya gunakan."

"Menurut Yang Mulia bagaimana?"

"Apa Kamu masih ingin melanjutkan pencarian?"

"Tentu saja. Lebih cepat lebih baik."

"Menurutku lebih baik ke arah kanan. Senjata lainnya kalau tidak salah Pedang Naga Api, Tombak Naga Laut dan cambuk Api Phoenix. Jadi tujuan Kita selanjutnya tentu saja lautan. Tapi untuk saat ini tidak mungkin Kita pergi ke laut. Pastinya air yang ada di laut saat ini sedang membeku. Meskipun seandainya tidak membeku pasti suhunya lebih dingin dari biasanya. Jadi lebih baik untuk saat ini Kita hentikan dulu pencariannya. Tunggu sampai musim dingin berlalu. Bagaimana?"

Jiang he mendengarkan penjelasan dari Raja Ji dengan seksama. Benar juga apa yang dikatakan oleh Raja. Senjata lainnya pun sepertinya akan sulit dicari saat musim dingin seperti ini. Mungkin lebih baik pencariannya memang dihentikan dulu.

"Boleh juga usul Yang Mulia. Kalau begitu mari kita lanjutkan pencarian setelah musim dingin berlalu."

"Kalau begitu apakah Kamu akan kembali ke Ibu Kota?" tanya Raja Ji dengan pandangan penuh harap. Namun Dia harus kecewa saat melihat Jiang He menggelengkan kepalanya dengan tegas.

"Hamba akan tetap pergi ke arah kanan. Mungkin ada tempat yang bisa Hamba tinggali untuk sementara waktu sampi musim dingin ini berlalu."

"Apa Kamu tidak merindukan kedua orang tuamu?"

"Rindu sih rindu. Bagaimana pun mereka kedua orang tua Hamba. Namun untuk saat ini waktunya belum tepat untuk hamba kembali. Hamba akan kembali jika aktunya sudah tepat. Sepertinya saljunya akan kembali turun. Lebih baik Kita berpisah disini. Semoga lain kali Kita bisa bertemu kembali," kata Jiang He dengan tulus. Tapi sepertinya Raja Ji merasa enggan untuk berpisah dengannya. Jadi dia mengatakan sesuatu yang membuatnya tercengang.

"Bagaimana kalau Kita menikah saja?"

"Ha??? Yang mulia sedang bercanda kan?"

"Aku tidak bercanda!" tekan Raja Ji dengan tegas. Suasanya tiba-tiba menjadi hening. Jiang He menatap Raja Ji yang juga sedang menatapnya dengan serius. Jiang He bisa merasakan keseriusan Raja Ji saat mengajaknya menikah.

Namun....Jiang He sudah tidak berniat lagi menikah dengan anggota keluarga istana. Menurutnya istana adalah tempat yang tidak cocok untuknya. Dia bukanlah orang yang suka dikekang. Apalagi dia bukanlah Jiang He yang asli.

"Aa yang Mulia setuju dengan permintaan Hamba Waktu itu?" tanya Jiang He dengan serius. Semoga saja saat Raja Ji mengingat akan permintaanya waktu itu, Dia akan membatalkan keinginannya.

"Aku setuju!" jawan Raja Ji tanpa ragu. Lagi pula Ia juga tidak pernah berniat memiliki istri lebih dari satu. Dia ingin seperti ayahnya yang hanya memiliki satu istri selama hidupnya.

Meski terkejut dengan jawaban dari Raji namun Jiang He tetap tenang.

"Bagaimana dengan keluarga Yang Mulia? Apalagi hamba sudah menyinggung mereka ," kata Jiang He . Raja Ji terdiam. Ia mengingat kembali saat Jiang he membahas masalah ini di depan keluarganya.

"Aku akan berbicara dengan mereka."

"...."

"Apalagi sekarang?" tanya Raja Ji saat Jiang he tidak merespon ucapannya. Bahkan melihat jiang He menghela nafas dengan berat saat mendengar ucapanya.

"Entahlah. Tapi....sebelum semuanya beres lebih baik hamba tetap melakukan rencana tadi. Untuk sementara Hamba akan tinggal di desa terdekat. Sampai saatnya tiba, Yang Mulia bisa datang menjemput Hamba. Bagaimana?"

Sebenarnya Jiang He ingin menolak. Namun Ia masih cukup sadar diri. Lagi pula tidak ada salahnya juga menerimanya menjadi seorang suami.Selain tampan, Raja Ji juga hebat. Untuk urusan tinggal setelah menikah, Dia bisa memintanya untuk tidak tinggal di istana.

Setelah sadar apa yang telah dipikirkan ternyata telah jauh melenceng , Ia menggelengkan kepalanya dengan kuat. Raja Ji yang sedari tadi masih menatap Jiang meringis melihatnya. Apa yang sedang dipikirkan gadis itu?

Jiang He tidak mendengar ucapan Raja Ji sama sekali.

"Jadi Kamu tidak mau?"

"Mau apa?"

"Kamu mendengar ucapanku kan?"

"He he he......"

Jiang He tertawa canggung. Raja Ji sudah menduganya.

"Aku akan mengantarmu dulu. Setelah Kamu mendapatkan tempat tinggal, maka Aku akan kembali ke istana. Bagaimana?"

"Tidak perlu repot."

"Tidak repot sama sekali. Lagi pula nanti Aku pasti mencarimu . Untuk itu Aku perlu tahu dimana tempat yang kamu tinggali," kata Raja Ji menjelasakan. Jiang he merasa itu cukup masuk akal jadi ia menyetujuinya.

"Baiklah kalau begitu. KIta langsung berangkat saja." Tiba-tiba Raja Ji teringat dengan Liong. Bukankah tadi Liong bersama mereka . Sekarang dimana Dia?"

"Mungkin kembali ke ruang dimensi."

"Oh..."

Sudah tiga kali Jiang he mengajak Raja Ji masuk kedalam ruang dimensi. Dia sangat senang setiap kali Jiang He mengajaknya kesana. Semoga saja lain kali Jiang he mau membawanya lagi.

Setelah itu Jiang He dan Raja Ji melanjutkan perjalan mereka. Seperti yang sudah dikatakan Jiang He sebelumnya. Arah yang mereka tujuh merupakan arah Kanan. Jadi Jiang He memilih arah berlawanan dari arah ke ibu kota.

Untuk sampai ke desa terdekat dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan. Desa itu termasuk salah satu Desa termiskin di kerajaan Ming. penduduk desa menggatungkan hidupnya dengan mengandalkan hasil gunung. Tanah pertanian mereka tidak subur. Entah apa sebabnya.