Azura adalah gadis cantik tapi menyebalkan dan sedikit bar-bar. Dia mendapatkan misi untuk menaklukkan seorang dokter tampan namun galak. Demi tujuannya tercapai, Azura bahkan sampai melakukan hal gila-gilaan sampai akhirnya mereka terpaksa terikat dalam satu hubungan pernikahan. Hingga akhirnya satu per satu rahasia kehidupan sang dokter tampan namun galak itu terkuak. Akankah benih-benih cinta itu tumbuh seiring kebersamaan mereka?
Cover by @putri_graphic
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DGGM 21. Membentengi Hati
Azura masih tertegun di tempatnya sambil menatap lekat garis rahang, bibir, hidung, mata, hingga, gerakan naik turun adam's apple yang terletak di leher Arkandra membuat pikiran Azura kosong seketika.
'Ingat Zura, ini hanya misi, jangan sampai loe jatuh hati dan berakhir patah hati. Loe harus bisa membentengi diri, Ra! Ya, harus!' Azura memperingatkan dirinya sendiri. Apalagi misi ini memiliki jangka waktu. Bila masanya telah habis, ia harus meninggalkan Arkandra. Azura meringis saat membayangkan dirinya jatuh hati tapi terpaksa pergi, tidak ... tidak ... itu tidak boleh terjadi. Ia tidak boleh sampai jatuh hati dan berakhir patah hati. Misinya adalah membuat Arkandra jatuh hati, bukan dirinya yang jatuh hati.
Azura mulai tersadar dari ketertegunannya. Ia pun mencoba melepaskan diri, namun bukannya terlepas, ia justru terpojok di dinding dengan kedua tangan Arkandra menempel di dinding, tepat di sisi kanan dan kiri kepalanya. Azura menelan ludahnya sendiri saat wajah dingin Arkandra makin dekat ke wajahnya. Bahkan deru dan aroma nafas Arkandra dapat ia rasakan hingga memenuhi indra penciumannya.
"Ap-apa yang pak dokter galak lakukan?" tanya Azura terbata. Bola matanya terlihat tak tenang, sibuk bergulir kesana-kemari, menghindari tatapan mata Arkandra yang seolah ingin membolongi wajahnya.
Tapi Arkandra justru menarik dagu Azura hingga mata mereka bersirobok. Arkandra memiringkan sedikit wajahnya dengan satu sudut bibir terangkat. Ia seolah menertawakan kegugupan Azura atas ulahnya.
"Apa yang mau saya lakukan? Bukankah itu yang seharusnya saya tanyakan?" desis Arkandra membuat kadar kegugupan Azura meningkat berkali lipat.
"A-apa? Memangnya aku mau melakukan apa?" tanya Azura bingung. Bahkan kini ia berani membalas tatapan Arkandra. Azura dapat melihat betapa indah bola mata Arkandra yang hitam bagaikan langit di malam yang kelam, begitu pula Arkandra, baru kali ini ia dapat melihat dengan jelas betapa jernih bola mata itu. Bagaimana danau yang super jernih, tenang, tapi mampu menghanyutkan.
Arkandra tersenyum sinis, "Tak perlu berbohong, pasti kau ingin mengulangi lagi apa yang kau lakukan tempo hari, bukan! Atau kau ingin melakukan hal yang lebih lagi ... " tuding Arkandra dengan satu alis terangkat.
"Mana ada. Ih, pak dokter nuduh sembarangan. Fitnah itu, fitnah. Pak dokter pasti tau kan, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan."
"Masih mau berkilah? Baiklah, kalau begitu saya yang akan memberikannya supaya kau puas." desis Arkandra sambil menyeringai membuat jantung Azura seketika berdebar kencang.
Belum sempat Azura menanyakan apa yang ingin Arkandra lakukan, mulutnya justru terlebih dahulu dibungkam oleh ciuman panas dan menuntut dari Arkandra.
"Hhhmmmph ... hmpp ... uhhmp ... "
Arkandra baru melepaskan ciumannya ketika dirasanya pasokan oksigen Azura mulai habis, tapi bukannya Arkandra menghentikan perbuatannya, ia justru kembali membungkam bibir gadis menyebalkan itu dengan lebih panas dari sebelumnya. Tangan kirinya sudah bergerak ke belakang tengkuk Azura, menekannya untuk memperdalam ciuman itu.
Arkandra menggerakkan bibirnya dengan kasar, menyesap, melu*mat, bahkan ia tak segan menggigit bibirnya agar membuka sehingga ia bisa dengan leluasa mengabsen setiap barisan gigi dan membelit lidah Azura. Bahkan Arkandra sampai memepet tubuh Azura ke dinding ruangannya untuk mempertipis jarak.
Azura berusaha mendorong dada Arkandra, tapi tangannya justru bagai tersengat listrik jutaan volt saat kulit telapak tangannya menempel di dada bidang Arkandra yang belum tertutup pakaian. Kaki Azura melemas, nafasnya tersengal, pasokan oksigen di saluran pernafasannya mulai menipis, saat itulah Arkandra baru melepaskan ciuman panasnya. Ditatapnya wajah Azura yang nampak memerah. Bahkan saliva mereka masih saling bertautan membentuk tali-tali membuat Azura seolah kehilangan mukanya. Tangannya berusaha mendorong dada bidang itu, Arkandra pun menggeser sedikit tubuhnya. Dengan tubuh lemas, Azura berusaha menyeret kakinya secepat yang ia bisa sambil menutup wajahnya yang sudah merah padam.
Seperginya Azura dari ruangan itu, Arkandra tertegun di tempatnya. Lalu ia mengusap bibirnya yang masih terasa kebas akibat ciuman panas yang baru saja ia lakukan. Bila sebelumnya, Azura-lah yang menyerangnya terlebih dahulu, namun tidak kali ini. Kini justru ia lah yang terpancing untuk membungkam bibir merah yang kadang membuatnya kesal itu.
Tapi apakah harus dengan menciumnya?
Ia pun tak mengerti dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia melakukan hal itu pada seorang gadis yang baru dikenalnya belum lama ini. Bahkan mereka belum benar-benar saling mengenal.
Ada apa dengan dirinya?
Arkandra meraup wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu menyugar rambutnya ke belakang. Kemudian ia sedikit menundukkan wajahnya ke bawah. Seketika ia membelalakkan matanya, ia lupa ... ia belum mengenakan pakaian sama sekali. Hanya selembar handuk yang melingkari pinggangnya. Bagaimana ia sampai lupa dengan keadaan dirinya sendiri.
"Astaga, ini semua gara-gara gadis menyebalkan itu. Sebenarnya apa yang dia inginkan? Mengapa ia selalu muncul di hadapanku? Apa mungkin dia ingin memata-matai ku? Tapi untuk apa dan atas perintah siapa?" monolognya sembari menuju sebuah tempat penyimpanan pakaiannya. Arkandra memang selalu menyimpan pakaian ganti untuk cadangan bila sewaktu-waktu ia tidak sempat pulang untuk membersihkan diri.
Setelah berganti pakaian, Arkandra hendak melakukan visit ke beberapa ruangan pasiennya. Seorang perawat yang biasa mendampinginya pun telah tiba, namun saat melintasi ruangan milik Azura, entah mengapa tiba-tiba saja kakinya melangkah ke depan pintu kamar Azura.
Sayup-sayup ia dapat mendengar percakapan antara gadis itu dengan seorang lelaki. Arkandra mengerutkan keningnya penasaran, lalu tanpa mengetuk lagi, Arkandra langsung saja mendorong pintu itu hingga terbuka membuat kedua orang yang ada di ruangan itu tersentak kaget. Wajah Azura tiba-tiba kembali memerah, sekelebat ingatan adegan ciuman panas yang dilakukan Arkandra kembali melintas membuat Leon yang berdiri di sampingnya terlihat cemas.
"Ra, loe kenapa? Ada yang sakit?" cecar Leon khawatir saat melihat wajah Azura yang memerah.
Azura menggeleng sambil menunduk, lalu tangan Leon memegang dahi Azura, "Nggak panas. Loe kenapa sih, Ra? Bikin gue panik aja. Wajah loe kenapa merah gitu?" cecarnya lagi.
Arkandra yang mendengar itu lantas mendekat dan menarik tangan Leon, kemudian ia mulai memeriksa keadaan Azura. Setelah dirasanya tidak ada masalah dengan tubuhnya, tanpa kata, Arkandra membalik badannya keluar dari ruangan itu membuat Azura, Leon, dan perawat yang menemani Arkandra visit melongo di tempat.
"Dokter itu kenapa sih, Ra? Kok mukanya jutek amat kayak sayur asem kebanyakan asem, kekurangan garam, kelupaan micin. " tanya Leon bingung.
Azura terkekeh mendengar perkataan Leon yang aneh, "Ssst ... sini, gue bisikin sesuatu." ujar Azura.
Leon pun menurut dan mendekatkan telinganya, sontak saja Leon membelalakkan matanya saat mendengar apa yang Azura bisikkan.
"Serius loe! Jadi dia itu ... " seru Leon yang penuh keterkejutan.
Azura mengangguk mantap sambil tersenyum miring.
"Sedikit lagi, Ra! Sedikit lagi loe pasti bisa." lirih Azura menyemangati diri.
"Ra, loe yakin loe bisa? Gimana kalau yang terjadi sebaliknya? Secara nih ya, dia itu paket komplit untuk seorang lelaki, mukanya tampan walau masih tampanan gue, karir mapan kalau yang ini gue jelas kalah, keluarganya kaya juga, nah ini apalagi, gue khawatir, bukannya dia yang loe taklukkan, justru sebaliknya, malah loe yang jatuh cinta sama dia." ujar Leon penuh kekhawatiran.
Azura menghela nafas panjang dan menoleh ke arah Leon.
"Jangan sampai deh, Yon! Gue nggak mau berakhir jadi gadis menyedihkan karena patah hati nantinya" pungkas Azura seraya tersenyum tipis.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Semangat terus author untuk karya yang lainnya 👍🥰😍
zura ng da lawan
PA lg karakter azura oce banget..