Lana Croft, seorang mahasiswi biasa, tiba-tiba terbangun sebagai tokoh antagonis kaya raya dalam novel zombie apokaliptik yang baru dibacanya. Tak hanya mewarisi kekayaan dan wajah "Campus Goddess" yang mencolok, ia juga mewarisi takdir kematian mengerikan: dilempar ke gerombolan zombie oleh pemeran utama pria.
Karena itu dia membuat rencana menjauhi tokoh dalam novel. Namun, takdir mempermainkannya. Saat kabut virus menyelimuti dunia, Lana justru terjebak satu atap dengan pemeran utama pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
Penerbangan dari LAX terasa panjang, tetapi bandara Seattle-Tacoma yang ramai menyambutnya dengan suasana yang sedikit lebih segar. Lana, yang masih merasa jet lag, sedikit terhuyung saat Riley menghambur ke arahnya.
"Lana! Aku sangat merindukanmu!" Riley, dengan gaun sun dress krem dan rambut pirang diikat tinggi, tampak seperti boneka porselen yang terlalu bersemangat. Ia memeluk Lana seolah takut sahabatnya akan menghilang ditiup angin.
"Riley, aku juga... tapi tolong jangan meremukkan tulang rusukku, darling," balas Lana, membalas pelukan itu sambil tertawa kecil.
"Riley, jangan membuat Lana kesulitan bernapas. Dia pasti lelah setelah penerbangan."
Suara itu—lembut, dalam, dan membawa otoritas yang tenang—langsung menarik perhatian Lana. Ia mendongak. Di belakang Riley, berdiri seorang pria tinggi. Auranya bersih dan elegan, seperti patung marmer yang dipahat sempurna. Matanya, yang sekilas bertemu pandangan Lana, memancarkan kejutan samar.
Lana, berdiri tenang dengan wajah yang sempurna, memang selalu menjadi pusat perhatian.
"Ya, ya, Kakak! Lana, ayo kita pulang!" Riley meraih tangan Lana dan menariknya menuju mobil.
Di dalam SUV mewah, mereka secara resmi diperkenalkan. Pria itu adalah kakak Riley, Lucas Reed.
Lucas Reed.
Nama itu, yang bergema di benaknya, membuat jantung Lana berdebar tak nyaman. Ia ingat! Dalam novel, kakek Kael (sang male lead) adalah pejabat militer tinggi. Setelah kiamat, sang kakek bertanggung jawab atas "Pangkalan Barat." Kael, kapten tim khusus militer, memiliki wakil kapten bernama... Lucas Reed!
Tidak mungkin kebetulan!
Dunia ini seolah-olah berusaha sekuat tenaga untuk menariknya kembali ke orbit narasi yang telah ia hindari. Lana sama sekali tidak ingin berhubungan dengan Kael, apalagi lingkaran terdekatnya. Ekspresi di wajahnya membeku menjadi campuran cemas dan bingung.
Lucas, yang kebetulan melirik spion, menangkap perubahan raut wajah gadis itu setelah mendengar namanya. Ia spontan mengusap pangkal hidungnya. Apa aku benar-benar semenakutkan itu?
Mobil itu meluncur mulus menuju kompleks perumahan eksklusif di pinggiran Seattle. Daerah itu, dengan pemandangan pegunungan yang indah dan populasi jarang, sangat dekat dengan pangkalan militer. Lokasinya benar-benar menjamin keamanan tingkat tinggi.
Rumah keluarga Reed adalah vila tiga lantai bergaya modern-kontemporer, bahkan lebih megah dari mansion Lana di Beverly Hills. Marmer hitam, dinding kaca, dan taman yang rindang menjamin kesan mewah dan kokoh.
"Lana, anggap saja ini rumahmu. Kalau ada butuh apa-apa, jangan sungkan," kata Lucas, suaranya berusaha selembut mungkin, khawatir gadis itu masih gugup.
"Benar! Perlakukan kakakku seperti butler pribadimu, Lana!" Riley melirik kakaknya yang tiba-tiba menjadi sangat perhatian. Pasti Kakak terpesona, pikirnya licik.
"Terima kasih banyak, Lucas," balas Lana dengan senyum manis dan patuh yang ia gunakan untuk melucuti pertahanan orang.
Oh, Lana sungguh menggemaskan! Aku ingin memeluknya! Riley mewujudkan pikiran itu dengan memeluk Lana erat-erat, lagi.
Mendengar suara Lana yang lembut itu, hati Lucas terasa hangat dan sedikit terganggu. Gadis ini terlalu mematikan.
"Riley, antarkan Lana ke kamarnya untuk beristirahat. Aku ada urusan sebentar," kata Lucas, mengacak-acak rambut adiknya dengan sayang.
"Baik, Kakak. Pergilah! Jangan khawatirkan kami!" mata Riley berbinar licik.
Setelah beristirahat sejenak, Riley menyeret Lana untuk berbelanja di pusat kota Seattle.
Melihat keramaian kota, Lana merasakan gelombang kesedihan yang tak tertahankan. Dalam beberapa hari, pemandangan ini akan hilang. Kota akan lumpuh, penuh dengan mayat hidup yang menggeram, dan lingkungan hidup akan menjadi medan perang.
Keputusasaan dan rasa terisolasi yang mendalam membebani hatinya.
"Lana, toko es krim itu yang paling hits! Ayo kita coba sebelum antrean makin panjang!" Riley menarik tangan Lana dan berlari seolah hidup mereka bergantung pada es krim.
Melihat semangat membara sahabatnya, beban di hati Lana sedikit terangkat. Ya, setidaknya ada Riley. Mereka pasti bisa bertahan hidup di akhir zaman ini.
Beberapa hari berlalu dengan cepat, diisi dengan sesi mencicipi makanan dan eksplorasi kota. Sementara itu, jarum jam terus bergerak menuju Hari Kiamat.
Besok, kabut tebal yang misterius akan menyelimuti seluruh dunia. Kabut yang mengandung virus, menjatuhkan semua yang menghirupnya. Saat mereka bangun, sebagian akan menjadi zombie, sebagian tetap manusia normal, dan sebagian kecil akan diberkahi dengan kekuatan super.
Malam itu, Lana dan Riley sedang menonton berita di sofa ruang tamu. Tiba-tiba, mereka mendengar suara dari pintu masuk.
"Kak, kau sudah kembali?" tanya Riley terkejut melihat Lucas masuk.
Lana menoleh, dan dunianya seolah berhenti berputar.
Di sebelah Lucas, berdiri seorang pria asing. Tingginya sekitar 188 cm, dengan tubuh tegap yang terlatih sempurna. Wajahnya yang tampan terlihat seperti diukir dari batu, dengan hidung mancung dan bibir tipis yang sensual. Namun, yang paling menakutkan adalah mata hitamnya—begitu dalam, begitu dingin, dipenuhi aura bangsawan dan kekuatan yang tak tertandingi.
Kael Thorne.
Lana membeku di tempat, mengenali sang male lead yang akan membuangnya ke gerombolan zombie.
"Iya, aku libur dua hari. Ini adalah Kapten kami, Kael Thorne," kata Lucas, memperkenalkan mereka. "Ini adikku, Riley, dan ini Lana, teman sekamarnya di LA."
"Senang bertemu kalian," ujar Kael, suaranya rendah dan serak, tetapi tidak ada emosi yang tersembunyi di dalamnya.
Lana, yang berpakaian piyama katun abu-abu motif kelinci, terlihat polos dan menggemaskan. Kulitnya yang putih dan lembut seolah memancarkan cahaya, dan kecantikannya, bahkan dalam balutan piyama, mampu membuat siapa pun terpesona.
"Lana, apa kamu sudah nyaman di sini?" tanya Lucas dengan kelembutan yang kentara.
"Sudah, aku dan Riley sangat senang," balas Lana, memaksakan senyum manis untuk Lucas.
"Baguslah. Dalam dua hari ke depan mungkin akan ada cuaca buruk, kalian berdua sebaiknya jangan keluar rumah," ujar Lucas, ekspresinya sedikit serius.
"Cuaca buruk seperti apa, Kak?" tanya Riley penasaran.
"Kabut tebal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Visibilitasnya akan nol."
"Ooh, jadi Kakak akan di rumah selama dua hari ini?"
"Iya, aku dan Kapten akan tinggal di sini."
...Lana tidak lagi mendengarkan percakapan itu. Ia menyadari sesuatu yang mengerikan: sejak Kael masuk, pandangannya, meski hanya sesekali, tidak pernah sepenuhnya lepas dari Lana.
Ia merasa gelisah, gugup, telapak tangannya berkeringat dingin. Apa male lead sudah tidak menyukaiku dan sedang merencanakan cara untuk menyingkirkanku?
Aaaah... Apa antagonis wanita dan male lead memang ditakdirkan untuk bertentangan? Aku belum melakukan apa-apa! Aku sudah lari ke Seattle! Lana menjerit dalam hati.
Kael, mengamati ekspresi cemas dan wajah panik "si kelinci kecil" dalam piyama itu, tanpa sadar sudut bibirnya terangkat sedikit.
Ck, sangat menggemaskan.
Setelah pukul sepuluh malam, mereka semua kembali ke kamar masing-masing. Lana berbaring di tempat tidur guest suite yang nyaman, menatap langit-langit dengan cemas.
Kabut akan datang. Kiamat akan tiba. Dengan kekhawatiran dan kecemasan akan masa depan yang mengerikan, akhirnya ia tenggelam dalam tidur yang gelisah.
mendengar konpirmasi
jadi
mandengar ucapan itu