Tangan kanan kelvin kemudian masuk ke dalam Dress ,dan mulai membelai lembut.
"Mhhh," Tubuh brianna menggeliat ke kanan kiri, tiap kali merasakan tekanan pada area sensitif nya .
"Heh, apa itu nikmat," Ledek kelvin sembari menghentikan permainan tangan nya, membuat Brianna benar benar malu sekaligus Geram .
"Fuck you bastard," Umpat nya .
Kelvin hanya tersenyum kemudian bangkit dan mencuci tangan nya di westafel.
Membuat Brianna benar benar tersiksa antara ingin dan malu .
Kelvin kemudian menghampiri brianna yang kacau di sofa.
"Kamu butuh aku Marya,"
"Cih jangan merasa bangga bung, aku bahkan bisa melakukan nya sendiri untuk ku,"
"Oh ya,"
"Ya,"
"Baiklah ...kalau begitu lakukan sendiri sisanya," Kelvin kemudian bangkit dan keluar dari hotel Brianna,
Brianna benar benar geram dan mengutuk nya dengan sumpah serapah. Kemudian ia bangkit mengunci pintu nya dan masuk ke kamar menuntaskan hasrat nya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nickname_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nyeri
Keesokan harinya, Brianna terbangun dengan rasa nyeri yang menusuk-nusuk seluruh tubuhnya. Seketika itu juga, terkejut bukan kepalang ia mendapati dirinya terbaring dalam pelukan seorang pria yang tak dikenalnya, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Mata Brianna tersesat memandang pria di sampingnya, yang tangannya erat memeluk perutnya. Flashback peristiwa semalam terputar kembali dalam ingatannya, meninggalkan rasa hangat namun sekaligus panas yang menyengat. Dengan perihnya yang menusuk, Brianna mencoba untuk bangkit. Setiap gerakan terasa seperti luka yang menganga, tetapi ia tahu ia harus melarikan diri. Dengan langkah yang gemetar, ia turun dari ranjang yang telah menjadi saksi bisu kenistaan itu, meraih pakaian yang berserakan, dan berusaha membungkus tubuhnya yang terasa begitu rapuh. Brianna mengendap-endap meninggalkan kamar, sementara Kelvin masih terlelap tanpa sadar akan kepergian dirinya. Langkahnya di koridor penuh dengan pandangan mata para pelayan yang menusuk tanpa sepatah kata pun—tapi itu bukan prioritas Brianna. Ia ingin keluar dari neraka ini. Ia melangkah serba salah, menahan sakit yang teramat sangat di selangkangan nya setiap kali kakinya menapak. Setibanya di halaman yang luas, terasa seperti belantara yang tak berujung. Ia tersandung-sandung, dengan perih yang semakin menjadi setiap langkahnya, mencapai gerbang yang tampak seperti pintu kebebasan. Hembusan angin pagi tidak mampu menyejukkan bara api dalam hatinya, sembari setiap jengkal tubuhnya menjerit menginginkan keadilan atas apa yang telah hilang dari dirinya semalam.
"Tolong buka segera," ujar Brianna dengan tegas pada penjaga rumah Kelvin. "Baik, tapi apakah tuan tahu jika Anda pergi, Nona?" Balas sang penjaga dengan hati-hati. "Pertama, aku bukan nyonya-mu. Kedua, dia tidak peduli dengan kepergianku. Cepat buka!" desak Brianna semakin tidak sabar. Tanpa menunggu lebih lama, satpam itu akhirnya membuka pintu untuknya. Brianna segera menyita sebuah taksi yang lewat dan bergegas pergi menuju hotelnya. Sampai di hotel, dia langsung menghilangkan kelelahan dengan mandi yang menyegarkan sebelum merebahkan diri di kasur yang empuk. Setiap otot di tubuhnya terasa lenguh dan lelah, mendorongnya untuk memesan layanan spa yang bisa memanjakan dirinya. Sementara itu, Kelvin terbangun dari tidurnya dan mendapati ranjangnya kosong tanpa kehadiran wanitanya. Dengan rasa cemas bercampur penasaran, ia berpikir bahwa mungkin wanitanya menunggu di bawah. Dia pun segera mandi dan bergegas turun untuk menemui wanitanya, namun betapa kecewanya, dia tak juga menemukan sosok wanitanya di mana pun.
"Kalian, kemari sekarang!" teriak Kelvin, matanya menyala-nyala memerintah setiap pelayan yang berada di rumah. "Di mana wanitaku? Jawab!" Tapi, semua pelayan menggeleng tanpa suara. "Di mana wanitaku?!" bentaknya lebih keras, napasnya memburu. Kepala pelayan gemetar, "Ti-tidak tahu, tuan. Nona tadi pergi keluar." "Oh sialan, kenapa kalian tidak menahannya, ha?!" marahnya semakin menjadi-jadi. "Kelvin, cukup!" teriak seorang wanita dari arah pintu. Regina, ibu Kelvin, baru saja tiba, dan dia geram melihat putra keduanya membentak para pelayan. "Berhenti bersikap kasar pada pelayanmu, atau momy yang akan mengirim kamu ke neraka." Kelvin mendengus kesal, tatapan tajam ibunya membuatnya merasa kecil. "Kembali ke dapur," perintah Regina pada para pelayan dengan suara yang lebih tenang namun tetap tegas. "Baik, Nyonya," ucap mereka serentak, lega bisa meninggalkan ruangan. Regina kemudian mengambil tempat duduk di bangku yang berhadapan dengan Kelvin. "Duduk, kamu!" ujarnya. Kelvin, meski dengan malas, menurut dan duduk, menatap ibunya dengan pandangan yang sulit diuraikan.
"Sejak kapan kamu membawa pelacur mu masuk kerumah ini,"
"Oh stop mommy,dia bukan pelacur,"
"Lalu apa jika bukan pelacur!! wanita yang mau kau tiduri dan bawa masuk kerumah ini,"
"Mom stop, jangan ikut campur urusan pergaulan kelvin oke,"
"Kamu pikir kamu siapa berani memberi perintah pada mommy, kamu cuma anak kemarin sore yang hoby berfoya foya ngerti!!
"Kelvin besar mommy, kelvin sudah besar momy tahu itu,"
"Mommy tidak mau lihat lagi kamu membawa perempuan ke rumah ini, dan ingat nanti malam kamu harus ikut mommy untuk makan malam bersama sahabat mommy,
Mommy akan mengenalkan kamu dengan putri sahabat mommy,"
"Now mom, Kelvin sibuk,"
Kelvin yang malas mengikuti acara pertemuan orang orang tua pun menolak dengan seribu alasan.
"Mommy bilang datang ya datang!" "tidak ada alasan untuk tidak ikut,atau mommy akan memaksamu untuk menikah dengan gadis pilihan momy,"
Kelvin pun mengacak rambut nya dengan kasar dan kemudian pergi ke kamar nya.
Di tempat lain brianna yang tengah menikmati pijatan, di kejutkan dengan kehadiran ibunya,
Ya, Bernada mengunjungi putri semata wayang nya itu.
"Oh honey sweety mommy, sepertinya kamu kelelahan sayang," Ucapnya seraya mengecupi pipi sang anak
"Are you oke baby," tanya sang ayah
Brianna pun dengan malas bangkit .
"Oke dad," jawab Brianna singkat.
"Punggung nya mbak,"
Ucap nya pada pelayan spa yang tengah memijit nya .
"Sayang, sepertinya kamu tidak bahagia dengan kepulangan kami,"
"Happy mom," Jawab Brianna dengan malas.
"Oh ya, momy punya sesuatu untuk kamu, nanti malam kamu pakai ya,"
Bernada dengan lembut menyodorkan paper bag yang berisi baju pesta kepada putrinya. Brianna tahu, seperti biasanya, ibunya akan menghabiskan malam itu dengan para sahabat sosialitanya. Sebuah ritual yang selalu membuat Brianna muak, harus tersenyum dan menyapa para ibu yang bangga menampilkan anaknya, namun nyatanya tak lebih tahu soal kehidupan buah hati mereka sendiri. "Brian capek mom, aku tak ingin ikut malam ini," keluh Brianna dengan suara serak. "Oh sayang kamu harus ikut, malam ini spesial, Momy ingin kamu bertemu dengan anak dari teman Momy saat SMA, bukan rekan bisnis," desak sang Ibu, mata berbinar penuh harap. "Momy, sungguh, Brian lelah," ucapnya lagi, suara menggantung lelah. Sementara itu, sang ayah hanya diam, matanya tak lepas dari layar laptop, seolah larut dalam dunia digitalnya, abai pada perdebatan yang memecah keheningan antara sang Ibu dan putri tercintanya.
"Bentar saja sayang, setelah bertemu dan berkenalan dengan teman teman momy kamu boleh pulang oke,"
Brianna malas menjawab dan memilih untuk tidur dengan menikmati pijatan di tubuh nya. Sedang Bernada segera meraih ponselnya yang berdering.
"Iya jadi ya pokok nya nanti malam jangan lupa anak anak diajak, biar mereka saling kenal dan menerus kan pertemanan kita,"
Terdengar Bernada dengan semangat ingin mengenal kan Brianna pada teman teman nya.