Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibawah Standar
"Kamu!" Geram Meira hendak menyerang. Ini sudah biasa, wanita yang bagaikan bunga Peony mendayu-dayu ini membuat keributan. Setelah orang tua mereka datang, maka dirinya akan menjadi orang yang paling tersakiti.
Tangan Meira dicengkeram. Kemudian pipinya ditampar cukup kencang. Tidak perlu menjadi anak baik lagi, toh dirinya sudah dianggap jahat oleh kedua orang tuanya.
Sekalian saja menjadi jahat agar dikeluarkan dari kartu keluarga.
"Apa yang kamu lakukan!" Bentak Meira yang terjatuh tersungkur di atas tempat tidur.
"Membuat kakak menjadi jelek. Kulitmu cukup mulus..." Tiffany tersenyum membelai pelan pipi Meira. Sejenak kemudian tersenyum menyeringai.
Plak!
Plak!
Plak!
Tiga tamparan lagi dilayangkan olehnya.
"Ibu! Ayah! Tolong aku!" Teriak Meira tidak dapat bergerak. Pasalnya Tiffany duduk di atas tubuhnya.
Benar saja kedua orang tua mereka datang dengan cepat.
"Tiffany! Hentikan!" Teriak Yahya menarik Tiffany. Menghempaskannya hingga terjatuh di lantai.
Menolong Meira yang menangis sesenggukan. Dalam pelukan Safira.
"Tiffany! Kamu pembuat masalah! Ayah menghukummu---" Kalimat sang ayah disela.
"Aku akan membunuhnya!" Teriak Tiffany semakin beringas menyalurkan emosinya. Tapi dengan cepat sang ayah memegangnya. Kemudian menamparnya.
"Ayah bukan salah kakak..." Meira yang masih menangis sesenggukan menunduk.
"Memang bukan salahku. Lebih baik kembalikan aku ke panti asuhan! Bahkan pacarku mengatakan menyukai Meira! Bertemu orang tua kandung bukannya untung malah buntung." Komat-kamit mulut Tiffany mengomel, berjalan keluar dari kamarnya.
Ayahnya yang hendak memukul untuk mendidiknya mengurungkan niatnya. Lebih baik kembali ke panti? Apa rumah ini seburuk itu untuk putri kandungnya? Sejenak terfikirkan hal tersebut.
"Ibu sakit..." Keluh Meira masih menangis.
"Meira, apa benar pacar Tiffany mengatakan menyukaimu?" Tanya Safira pelan.
Meira berfikir keras, dirinya bagaikan terjebak. Biasanya Tiffany akan menunduk kemudian memohon ampun pada kedua orang tuanya. Tidak berani menyerang seperti sekarang.
"Tidak, kakak berbohong. Kakak hanya tidak menyukaiku disini. A...aku bukan anak kandung, lebih baik aku pergi tinggal di tempat lain." Ucap Meira terbata-bata.
"Mungkin Tiffany cuma salah paham saja. Dia begitu marah." Yahya menghela napas kasar. Mengingat masa mudanya, pacar direbut tentu saja harus hajar. Apa sifatnya menurun pada putrinya?
Entahlah, tapi dari tingkat kemarahan Tiffany, mungkin memang ada kesalahan dari Meira. Walaupun itu hanya kesalahpahaman.
***
Sedangkan di tempat lain, Tiffany mengompres wajahnya. Berharap tidak bengkak, tapi berdoa dalam hati agar pipi Meira yang bengkak.
Memilih bersikap baik, mereka akan menganggap jahat. Lebih baik sekalian menjadi orang jahat.
Mengunyah buah apel yang diambilnya dari lemari es. Samar didengar olehnya beberapa pelayan berbisik-bisik.
"Nona Meira lebih pantas menjadi anak kandung ya? Sudah cantik, sopan, pintar. Tidak seperti nona Tiffany yang berandalan."
"Maklum, tinggal lama di panti asuhan."
"Benar! Lebih sempurna anak angkat. Memang pantas mereka tertukar saat bayi."
Tawa pelayan itu terdengar. Dulu dirinya menunduk tidak ingin membuat masalah. Tapi kini, dirinya harus membuat masalah agar dikeluarkan dari kartu keluarga.
"Bacot!" Ucapnya melangkah mendekat.
"Nona..." Pelayan dengan name tag nama Lisa itu menunduk.
"Tidak apa-apa! Dia juga anak tidak dianggap. Apa yang dapat dilakukan anak panti asuhan yang hanya kebetulan memiliki darah keturunan Wiratmaja." Pelayan dengan name tag Firda tertawa kecil mengejek.
Tiffany mundur tiga langkah, kemudian menunjukkan kuda-kuda."Dengan kekuatan bulan! Aku akan menghukummu!" Teriaknya.
Sebuah tendangan dari gadis muda yang sedikit melompat. Sukses membuat pelayan bernama Firda tersungkur, dengan bekas sandal slop rumahan di pipinya.
Sedangkan pelayan bernama Lisa membulatkan matanya. Bahkan menutup mulutnya sendiri menggunakan tangan tidak percaya dengan apa yang terjadi.
"Tiffany!" Teriak Roy yang kebetulan lewat menyaksikan kelakuan adiknya.
"Apa!? Kakak mau aku hajar juga!? Sudah aku bilang! Kembalikan aku ke panti asuhan!" Teriak adiknya tidak kalah garang. Benar-benar keturunan seorang Yahya Wiratmaja bukan?
Membuat sang kakak menutup telinganya sendiri. Adik gilanya sudah benar-benar gila kali ini.
"Dasar tidak tahu diuntung!" Sang kakak membentak.
"Dasar kakak tidak pengertian, menjaga mulut pelayan agar tidak membicarakan majikan saja tidak bisa. Tapi masih banyak bacot pada adiknya! CEO! Atur karyawanmu, mulai dari rumah dulu. Baru perusahaan!" Sindiran telak dari sang adik, membuat kakaknya yang memang menjadi CEO di salah satu anak cabang perusahaan ayahnya tidak dapat berkata-kata.
Jadi pelayan ini membicarakan majikan hingga Tiffany murka.
"Sebaiknya kamu kembali ke kamarmu." Sang kakak berusaha tersenyum, menahan rasa kesalnya.
"Ayah dan ibu sedang memeluk Meira yang menangis di kamarku. Aku menunggu di luar karena jenuh menatap keluarga harmonis. Drama romantis yang membosankan." Adik perempuan yang memalingkan wajah darinya. Tiffany melangkah pergi, bagaikan malas berurusan dengan mereka.
Sedangkan kakaknya tidak dapat berkata-kata. Ada banyak kata tanya dalam dirinya. Apa adiknya benar-benar merasa tidak dianggap di rumah ini?
Melangkah menuju kamar Tiffany, benar saja ibu dan ayahnya terlihat menenangkan Meira yang tengah menangis."Aku tidak bermaksud seperti itu..." Gumam Meira sesenggukan.
Sedangkan Roy terdiam membeku di depan pintu. Bagaikan dirinya yang ada di posisi Tiffany. Menghela napas kasar, apa semua yang dilakukannya salah? Itu sempat terlintas. Bagaimana jika dirinya berada di posisi Tiffany.
"Aku yang salah, Tiffany punya hubungan darah dengan ibu, ayah dan kakak. A...aku hanya orang luar." Meira menitikan air matanya.
"Bukan begitu sayang..." Safira menenangkannya.
"Meira memang begitu rapuh." Roy menghela napas kasar. Kemudian melangkah masuk.
"Adik kesayangan kakak tidak boleh sedih." Ucapnya menghibur penuh senyuman.
Bagaikan melupakan ada hati yang terluka sesaat. Keluarga yang terlihat bahagia, meskipun tanpa kehadiran Tiffany. Anak yang mencintai ibu, ayah, serta kakaknya. Tapi tidak pernah mereka cintai.
***
Martin Sastra Narendra, itulah nama pemuda yang duduk diam menatap ke arah jendela mobil. Matanya menelisik, usianya saat ini 23 tahun.
Kala mobil terhenti, maka sang supir menurunkan kursi roda untuknya, membantunya bangkit.
"Martin, kamu yakin ingin menikah dengan anak perempuan dari keluarga ini?" Tanya sang ibu pada putranya.
Pemuda yang mengangguk."Jika dia setuju. Jika tidak maka aku tidak akan memaksa."
"Baik!" Arelia (ibu Martin) menghela napas. Entah apa yang ada di otak putranya.
Melangkah mendekati anggota keluarga yang meyambut mereka di ruang tamu. Tidak ada yang istimewa dengan keluarga ini.
Kala teh disajikan, putranya masih terlihat dingin seperti biasanya.
"Meira, Tiffany, dan Roy sebentar lagi akan turun." Ucap Safira penuh senyuman.
"Omong ngomong bagaimana dengan pelelangan tanah di pinggiran pabrik. Tidak disangka kamu masih muda tapi begitu hebat. Dapat mengetahui harga tanah akan melambung." Puji Yahya, menikmati tehnya.
Putra konglomerat yang jarang bicara. Itulah Martin, tapi jangan ditanyakan tentang kemampuannya.
Yahya menelan ludah menunggu kalimat yang akan keluar.
Tapi.
"Apa penampilanku sudah rapi?" Tanya Martin mengeluarkan cermin yang dilengkapi pegangan.
Hal yang membuat Yahya tidak dapat berkata-kata. Untuk pertama kalinya, dirinya menatap Martin seperti ini.
Hingga, pada akhirnya malaikat turun dari langit. Semua orang tertegun melihat penampilan Meira yang begitu cantik. Dengan gaun putih dan rambut panjang terurai. Jangan fikirkan kuntilanak yang memakai gaun putih dengan rambut panjang terurai. Fikirkan dan bayangkan Meira yang cantik bak malaikat.
Benar-benar membuat semua orang kagum termasuk Arelia."Martin! Lihat begitu cantik..."
Martin menikmati tehnya kemudian berucap."Kurang menantang."
bener kata Tiara, Tiffany keren calon istri siapa dulu dong 😁
ternyata Meira blm kapok juga
si author memang psikopat, selalu buat cerita yg buat emosi Naik Turun..
aku suka Thor...
lope Lope lah pokok nya