"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cia gak sabar, ayo!
Pagi ini Cia terlihat begitu bersemangat sekali, karena dia akan mulai bekerja. Selepas sarapan bersama dengan kedua orang tuanya, Cia langsung diantar ke Resto oleh Hanzel, sang ayah sambung.
Tentunya dia tidak langsung ditinggalkan begitu saja ketika tiba di Resto, tetapi pria itu langsung mengenalkan putri sulungnya itu sebagai bos yang baru di Resto cabang.
Saat tiba di ruangannya, Cia langsung berpikir untuk mengembangkan Resto tersebut. Dia memikirkan menu-menu yang harus ditambahkan agar Resto itu semakin hits saja.
Dia ingin Resto yang dikelola itu lebih ramai pengunjung dari biasanya, makanya dia ingin menciptakan menu makanan baru dan juga minum-minuman baru agar para pengunjung ramai.
Dia bahkan sempat berpikir untuk menambahkan menu-menu yang lagi viral, agar nantinya yang datang bukan hanya orang yang bekerja saja, atau yang malas untuk memasak.
Namun, dia ingin menciptakan suasana baru untuk anak-anak remaja agar lebih santai dan nyaman untuk nongkrong dan makan di sana.
"Ini adalah Resto, tapi aku juga ingin menciptakan suasana Kafe di dalam Resto. Sepertinya aku harus mengubah disain agar pengunjung lebih ramai lagi," ujar Cia semangat.
Dia tersenyum sambil menatap layar laptopnya, wanita itu terlihat sekali sedang begitu bekerja keras. Makan siang pun dia sampai berada di dalam ruangan tersebut.
"Udah sore aja, gak kerasa banget."
Cia yang sudah cukup menumpuk idenya nampak keluar dari dalam ruangannya, lalu dia pergi ke dapur dan melihat menu apa saja yang ada.
"Mbak Nina, kayaknya kita harus nambah desert deh. Atau mungkin menu makanan yang lagi viral, biar Resto makin rame."
Cia sedang berbicara dengan salah satu koki di dapur, wanita paruh baya yang dipercaya oleh Hanzel untuk menjadi koki utama. Karena memang wanita itu ikut keluarga Pramudya sejak lama.
"Boleh aja, Neng. Mau nyoba dibuatkan apa sama Mbak?"
Cia terdiam sebentar mendengar pertanyaan dari Nina, dia sedang berpikir menu apa yang sebaiknya dicoba dan pantas dihidangkan sebagai dessert. Hingga tidak lama kemudian dia mencetuskan idenya.
"Bagaimana kalau tambahan dessertnya itu kayak bikin kue kue tradisional gitu loh Mbak? Udah jarang banget aku tuh liat kue tradisional di Resto atau Kafe," usul Cia.
"Boleh banget, Neng. Mbak coba deh bikin kue putu, tapi dibikin mirip kayak cake gitu. Gula merahnya di tengah, atasnya ada taburan kelapa sama sedikit kucuran kinca gula merahnya. Gimana, Neng?"
"Boleh banget, Mbak. Kalau gitu Mbak bikin ya, aku tunggu."
"Siap, Neng."
Dia nampak berkeliling di Resto tersebut, sesekali dia akan membantu pelayan untuk melayani pembeli. Wanita itu bahkan tanpa ragu untuk membantu pelayan membersihkan meja.
Saat adzan maghrib berkumandang barulah ia menghentikan pekerjaannya, dia melakukan kewajibannya terhadap Sang Khalik.
"Ternyata bekerja itu cape, tapi sekaligus menyenangkan," ujar Cia setelah selesai dengan salatnya dan setelah memanjatkan doanya kepada Tuhan.
Wanita itu kembali bekerja, hingga pukul delapan malam dia pergi ke dapur. Dia ingin bertanya kepada Nina, apakah dissert yang dia pesan sudah selesai atau belum.
Pada saat dia sampai di dapur, ternyata bukan hanya ada Nina di sana, tetapi juga ada Hafis yang sedang mengobrol dengan wanita paruh baya itu.
"Loh, Hafis, kok kamu bisa di sini?"
Hafis menolehkan wajahnya ke arah Cia, lalu dia tersenyum dengan begitu manis ke arah wanita yang sudah dia sukai sejak duduk di bangku sma itu.
"Iya, Cia. Pekerjaan aku itu kalau sore udah selesai, terus lanjut kuliah. Nah, sekarang aku baru selesai ngerjain tugas kuliah aku. Jadi, sengaja ke sini. Sekalian mau bantu kamu, biar pulangnya kamu nanti bareng sama aku."
"Kamu itu baik banget sih Fis, kamu tahu aja kalau aku pagi dianterin sama ayah. Jadinya nggak bawa mobil," ujar Cia.
Cia senang karena Hafis terlihat bersikap biasa saja, padahal dia sempat berpikir kalau Hafis akan benci kepada dirinya karena belum menerima cinta dari pria itu.
"Makanya aku jemput kamu, aku bawa mobil kok. Alhamdulillah selama kerja sama ayah kamu, aku bisa membeli mobil."
"Alhamdulillah, kamu itu emang keren."
Di saat keduanya sedang mengobrol, Nina berdehem. Keduanya langsung menolehkan wajah mereka ke arah Nina.
"Kalian itu malah asik ngobrol, mau liat nggak dessert yang udah dibikin sama Mbak?"
"Mau dong, bukan hanya mau lihat doang. Mau nyobain juga enak apa enggaknya," jawab Cia.
Nina tertawa, tak lama kemudian dia menunjukkan dissert yang sudah dia buat. Kue putu yang biasanya dibuat dengan bentuk biasa saja, kini terlihat mewah dan juga enak karena disajikan di tempat cake kue yang begitu menarik.
Cia yang melihat tampilan dari kue putu itu sampai tidak sabar untuk mencoba kue putu bikinan dari Nina, air liurnya terasa hendak menetes.
"Aku coba sekarang ya," ujar Cia meminta persetujuan.
Nina ingin menjawab pertanyaan dari Cia tersebut, tapi Hafis sudah terlebih dahulu menjawab pertanyaan dari wanita itu.
"Bagaimana kalau nyobain kuenya di ruangan kerja kamu aja? Soalnya bentar lagi mau tutup. Kita bantu Restonya tutup dulu, abis itu kita santai sejenak sambil menikmati kue bikinan Mbak Nina."
"Boleh, Fis." Cia tersenyum setelah mengatakan ha itu, dia sebenarnya malas kalau harus berlama-lama lagi di sana.
Cia ingin segera pulang dan menceritakan pengalaman pertamanya dalam bekerja, tetapi takut membuat Hafis tersinggung.
Akhirnya Cia dan Hafis membantu para karyawan untuk merapikan resto, setelah selesai dan setelah para karyawan pulang, Hafis dan juga Cia duduk di salah satu kursi yang ada di dapur.
Walaupun awalnya Hafis meminta Cia untuk mencoba makanan yang dibuatkan oleh Nina di dalam ruangan wanita itu, tetapi Cia tak menuruti.
Dia lebih memilih untuk mencicipi makanan itu di dapur saja, Cia beralasan agar gampang kalau mau minum. Agar gampang kalau mau mencuci bekas gelas atau piring yang dia pakai.
"Bagaimana rasanya?" tanya Hafis setelah Cia mencicipi kue buatan Nina.
"Rasanya sangat enak, Fis. Langsung lumer di mulut, manisnya pas. Cia suka, kayaknya besok menu ini wajib ditambahkan."
"Kalau enak habiskan," ujar Hafis.
"He'em, kamu mau gak?"
"Aku kurang suka makanan manis, kamu makan aja."
"Jangan nyesel karena gak nyoba," ujar Cia.
"Nggak akan," jawab Hafis.
Cia terus saja menikmati makanan yang dibuatkan oleh Nina, sedangkan Hafis nampak memperhatikan wajah Cia yang semakin cantik saja di matanya.
"Nggak nyangka kue tradisional bakalan seenak ini, aku yakin para pengunjung juga pasti akan suka." Cia mengelap bibirnya dengan tisu, karena kini dia sudah selesai memakan kue putu yang dibuatkan oleh Nina.
"Semoga Restonya makin rame ya," doa Hafis.
"Aamiin, oiya Fis. Aku udah selesai nih, kita pulang yuk?"
Cia sudah mencuci bekas makan dan juga bekas minumnya, dia ingin segera pulang. Dia sudah tak sabar ingin bertemu dengan kedua orang tuanya, dia juga sudah tak sabar untuk bertemu Zayn dan juga Zahra.
"Ayo," ujar Hafis menyetujui.
Namun, baru saja Cia hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja dia merasa kepalanya pusing. Dia juga merasakan tubuhnya begitu panas, di sekitarnya tiba-tiba saja terasa tidak ada hawa.
"Fis, badan aku panas banget. Gerah, kamu juga merasakan hal yang sama?"
"Hah? Gerah? Nggak kok, memangnya kenapa?"
"Panas, Fis. Badan aku panas," ujar Cia sambil mengusap lehernya. Dia juga mengusap dahinya yang mulai berkeringat.
"Kamu kenapa, Cia? Kamu sakit?"
"Nggak tau, tapi ini panas banget. Panas Fis, aku butuh yang adem. Ademin aku, Fis."
Cia tiba-tiba saja merasa kalau Hafis begitu menarik di matanya, dia bahkan merasakan sesuatu yang bergelora dan ingin segera disentuh oleh pria itu.
"Fis, Cia pengen." Cia mengusap pipi, rahang sampai dada Hafis.
"Jangan macam-macam, Cia. Apa yang kamu lakukan!" pekik Hafis.
Cia menggelengkan kepalanya, dia berusaha untuk mengontrol dirinya, tetapi dia tidak bisa. Semakin lama dia merasa ada yang bergelora di dalam tubuhnya, ada sesuatu hal yang panas yang ingin didinginkan.
"Fis," panggil Cia lirih.
"Kamu kenapa sih? Ayo pulang," ajak Hafis sambil menepis tangan Cia karena wanita itu malah berusaha untuk membuka gesper yang dia pakai.
"Fis, ayo!" ajak Cia yang langsung memeluk pria itu.
Hafis dengan cepat mendorong Cia, tetapi tak lama kemudian Cia malah mendorong balik pria itu sampai Hafis jatuh terlentang. Tanpa ragu Cia menaiki tubuh pria itu, dia bahkan langsung menunduk untuk menyatukan bibirnya dengan bibir Hafis.
yg penting bisa lepas dari lelaki jahat itu ..dan bongkar kejahatan dia.. Nanti suatu saat harta yg di rampas enggak selama nya milik dia..