Indah, seorang gadis dari kampung yang merantau ke kota demi bisa merubah perekonomian keluarganya.
Dikota, Indah bertemu dengan seorang pemuda tampan. Keduanya saling jatuh cinta, dan mereka pun berpacaran.
Hubungan yang semula sehat, berubah petaka, saat bisikan setan datang menggoda. Keduanya melakukan sesuatu yang seharusnya hanya boleh di lakukan oleh pasangan halal.
Naasnya, ketika apa yang mereka lakukan membuahkan benih yang tumbuh subur, sang kekasih hati justru ingkar dari tanggung-jawab.
Apa alasan pemuda tersebut?
Lalu bagaimana kehidupan Indah selanjutnya?
Akankah pelangi datang memberi warna dalam kehidupan indah yang kini gelap?
Ikuti kisahnya dalam
Ditolak Camer, Dinikahi MAJIKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07 keluarga indah
Sementara itu, jauh dari perkotaan, di sebuah desa, tepatnya di rumah orang tua Indah
"Ada apa, Bu? Kok beberapa hari ini Ibu kelihatan murung terus? Apa yang Ibu pikirkan?" tanya Pak Wawan, ayah Indah.
"Entahlah, Pak. Beberapa hari yang lalu Ibu mimpi buruk tentang Indah, dan sampai sekarang Ibu tidak bisa menghubungi Indah. Ibu takut terjadi sesuatu sama anak kita, Pak!" jawab Bu Narsih, ibu Indah.
"Anak kita itu pasti sedang sibuk bekerja. Barangkali saja toko kelontong tempatnya bekerja bertambah ramai, jadi dia tidak sempat membuka HP!" Pak Wawan mencoba menenangkan istrinya, walaupun sebenarnya dia sendiri juga merasakan apa yang dirasakan istrinya. Sudah beberapa hari ini Pak Wawan merasakan perasaan yang tidak nyaman, dan mungkin benar, itu berkaitan dengan Indah.
"Bu... Pak... besok waktunya Kak Indah kirim uang, kan?" tanya Resti, adik Indah, yang baru saja pulang dari sekolah. "Tadi di sekolah, Resti ditegur sama Bu Guru. Katanya Resti sudah waktunya bayar uang sekolah. Kalau tidak dibayar, dua bulan lagi Resti tidak bisa ikut ujian!" Resti memberikan alasannya.
"Ibu juga tidak tahu, Nduk. Tapi kalau pun Kakakmu tidak bisa mengirim uang, Ibu dan Bapak pasti berusaha untuk tetap bisa membayar uang sekolahmu!" jawab Bu Narsih.
"Sudah, sekarang cepat ganti baju terus makan. Tadi Ibu goreng tempe sama tumis kangkung!" lanjutnya. Resti pun menurut.
Semiskin itulah keluarga Indah di kampung, dan baru mulai sedikit berubah sejak Indah bekerja di kota.
Sekarang mereka bisa berhubungan lewat telepon, karena Indah membelikannya bulan lalu, walaupun bukan HP canggih seperti HP masa kini. Kata Indah, lebih baik daripada harus meminjam HP tetangga.
Tetapi, sudah hampir sebulan ini mereka tidak bisa menghubungi anak gadisnya, dan anak gadisnya juga tidak menghubungi mereka. Hati orang tua mana yang tidak akan gelisah?
Tentu saja, karena HP Indah tertinggal di tempat kos beserta seluruh barang-barangnya yang lain. Sore itu, Indah pergi ke rumah Jerry setelah diusir dari tempat kos, dan tanpa sempat membawa apa pun. Mereka bahkan menyeret tubuh Indah dari kamar, mendorongnya keluar dari halaman dengan tanpa perasaan.
Kembali ke kota...
Di rumah Tuan Rama
Ting tong... Ting tong...
"Ndah... tolong buka pintu ya... sepertinya ada tamu. Bibi lagi sibuk ini!" perintah Bi Sumi seraya memperlihatkan spatula di tangannya.
"Ah... iya, Bi... biar aku saja!" jawab Indah lalu bergegas ke depan.
Ceklek...
"Selamat siang, Nyonya...! Ada yang bisa saya bantu?!" sapa Indah sopan.
"Kamu siapa?!" tanya seorang wanita paruh baya dengan penampilan wah. Di mata Indah, bukan glamor, tapi sangat elegan. Wanita itu menelisik Indah, memperhatikan dari atas sampai bawah, ke atas lagi, membuat Indah gugup.
"Apa kamu ART baru di sini?!" tanya wanita itu lagi sambil berjalan masuk dan menggeret koper kecil di tangannya.
"Iya, Nyonya, saya baru bekerja selama satu bulan!" jawab Indah sambil mengikuti langkah wanita itu.
"Ya sudah, panggil Bi Sumi saja!" ucap sang Nyonya setelah dirinya duduk di sofa ruang keluarga.
"Baik, Nyonya!" Indah mengangguk, kemudian segera pergi ke belakang.
"Siapa tamunya, Ndah?" tanya Bi Sumi begitu Indah tiba di dapur.
"Indah tidak tahu, Bi. Ada Nyonya cantik sekali, sekarang beliau lagi duduk di ruang keluarga, mencari Bu Sumi!" jawab Indah. Bi Sumi pun segera mematikan kompor lalu pergi ke depan, diikuti oleh Indah.
"Nyonya Felly...!" pekik Bi Sumi begitu gembira. Lalu menghampiri Nyonya yang disebut dengan nama Felly itu. Bi Sumi lalu duduk bersimpuh di hadapan Nyonya Felly dan mencium tangan beliau dengan mata berkaca-kaca. Indah sampai terkejut melihatnya.
"Apa kabar, Bi...?!" sapa Nyonya Felly sambil mengusap pundak Bi Sumi.
"Saya baik, Nyonya. Nyonya apa kabar?!" Mata Bi Sumi masih berkaca-kaca. Wanita kaya di hadapannya ini adalah dewi penolongnya di masa lalu, dan sekarang menjadi majikannya.
"Saya juga baik, Bi...!" jawab si Nyonya.
"Kenapa, Nyonya, datang tidak memberi kabar dulu sama Bibi? Kan Bibi bisa bikin masakan enak kalau tahu Nyonya mau datang?" Bi Sumi berpura-pura merengut.
"Memangnya Rama tidak bilang kalau saya mau datang?!" tanya Nyonya Felly.
"Tidak, Nyonya!!" jawab Bi Sumi sambil menggelengkan kepalanya. Karena memang Tuan mudanya tidak memberikan kabar apa pun tentang kedatangan sang Nyonya.
"Dasar, perjaka tua itu. Aku harus memukul kepalanya nanti !!" Nyonya Felly merasa geram, sedang Bi Sumi terkikik geli mendengar sebutan Nyonya-nya yang diberikan pada sang putra.
Bi Sumi mengikuti arah pandang Nyonya Felly yang mengalihkan pandangannya, menatap Indah yang berdiri tak jauh dari mereka.
"Ini Indah, Nyonya... Tuan Rama menolongnya ketika dia pingsan di jalan sewaktu Tuan Rama pulang kerja. Dan Tuan Rama menerima Indah bekerja di sini, karena Indah sudah tidak punya tempat tinggal di kota ini!" Bi Sumi menjelaskan karena melihat Nyonya Felly yang sedari tadi terus memperhatikan Indah.
Nyonya Felly kembali menelisik penampilan Indah, memperhatikan dari atas sampai bawah. "Apa kau sedang hamil?" tanya Nyonya Felly yang perhatiannya terpusat pada perut Indah. Sebagai seorang wanita, dia tentu bisa membedakan dan tahu kondisi Indah. Apalagi kandungan indah yang sudah berjalan hampir tiga bulan, tampak begitu jelas karena tubuhnya yang mungil.
Indah tertunduk. Lidahnya kelu, tenggorokannya tercekat. Tidak tahu harus menjawab apa. Ketika peristiwa yang telah dialaminya, ketika apa yang ada dalam dirinya dipertanyakan, diungkit lagi dan lagi oleh orang yang berbeda. Hatinya terasa pilu.
Kepedihan itu seolah baru kemarin, kebodohan yang dia lakukan yang membuat dirinya harus menanggung aib seumur hidup. Dan Indah belum bisa melupakannya. Sekarang dia harus menjawab kembali pertanyaan serupa.
Ia tahu dia salah karena tergoda. Tapi tidakkah boleh dia melupakan hal itu untuk sejenak saja? Dia ingin menata hatinya, dia ingin menata hidupnya. Dia ingin berjuang untuk kehidupan anaknya kelak, tanpa harus mengingat apa yang telah dialaminya, tanpa harus mengingat kebodohannya. Tapi setiap orang baru yang bertemu dengannya selalu bertanya tentang itu.
"Iya, Nyonya...!" Oh, tapi sayangnya, meskipun tak ingin, pertanyaan tetap harus dijawab, bukan? Bolehkah dia hanya menjawab 'iya' tanpa harus bercerita kembali?
"Lalu di mana suamimu? Bagaimana bisa kau sampai pingsan di jalan dan bertemu dengan putraku? Dan sekarang kau bekerja di tempat ini, apa suamimu tidak mencarimu? Aku tidak mau sampai ada kasus, aku tidak mau anakku terseret masalah!" lanjut Nyonya Felly bertanya.
Sayangnya tidak, jawabannya adalah tidak... Dia tidak bisa hanya menjawab dengan kata iya. Tetap saja dia harus bercerita kembali, mengingat kembali semua tentang hal bodoh yang pernah dilakukan. Dia tetap saja harus mengingat kembali luka itu.
"Saya tidak mempunyai suami, Nyonya. Saya,,,,,,"
Akhirnya cerita itu pun mengalir kembali, di hadapan orang yang berbeda. Apakah nanti ke depannya, setiap dia berjumpa dengan orang baru, dia juga harus tetap bercerita seperti itu? Dia sungguh tidak ingin mengingat semuanya kembali, dia sungguh ingin melupakan semuanya. Tidakkah boleh?
Tidak!! Dia memang tidak boleh melupakannya. Justru dia harus tetap mengingatnya, agar itu bisa menjadi pelajaran, agar dia tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama.
Nyonya Felly menghembuskan nafasnya kasar mendengar cerita dari Indah. Dia tidak bisa menghakimi karena putranya yang telah menerimanya bekerja di rumah itu.
"Ya sudah, kembalilah bekerja!" titah Nyonya Felly kepada Indah. Indah menganggukkan kepala, kemudian undur diri. Nyonya Felly kembali menghela nafas.
"Antarkan aku ke kamar, Bi!" ucapnya pada Bi Sumi. Ada yang ingin diketahuinya secara lebih tentang Indah, tapi dia tak mungkin membicarakannya secara terbuka. Nyonya Felly segera beranjak dari duduknya lalu pergi ke kamar, diiringi oleh Bi Sumi yang menarik koper kecilnya.
***
"Bagaimana pekerjaan gadis itu?" tanya Nyonya Felly begitu mereka sampai di kamar. Nyonya Felly menghempaskan badannya di atas ranjang. Tadinya dia datang dengan begitu riang. Namun, entah kenapa, keberadaan Indah dan juga kehamilannya membuatnya menjadi resah, sehingga dia merasakan tidak enak badan.
"Indah gadis yang rajin, Nyonya. Sebelum bekerja di sini, dia sudah bekerja di sebuah toko kelontong. Akan tetapi, dia dipecat karena ketahuan hamil. Lalu...." Bibi Sumi pun menceritakan dengan gamblang apa yang diketahuinya.
Nyonya Felly mendesah. Putranya itu memang sangat baik hati, dan sekarang dia juga tidak mungkin untuk tidak bisa menerima Indah. Dia mencoba untuk tidak menghakimi, karena dia juga tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Lebih tidak tahu lagi dengan kepedihan seperti apa yang telah dilewati oleh Indah.
keselek biji kedondong gak tuh/Smug//Smug/
In Syaa Allaah segala urusannya di lancarkan Moms.. sehat wal'afiat terus ttp semangat.. Love you bbyk² buat Momsay sekeluarga.. 😘😘😘💪🏻💪🏻💪🏻🥰🥰🥰