Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Kringggg
"Halo.... " sapa Arda mengangkat panggilan telepon yang baru saja masuk ke ponselnya.
"Arda, kumpul bareng yuk di kafe, ada kabar baik nih!"
"Kabar baik apa?" Tanya Arda pada Andre, teman sekelasnya itu.
Ardi yang mendengar saudara kembarnya itu berbicara ditelepon menguping pembicaraan keduanya sambil memanjat ranjang saudara laki-lakinya.
"Katanya... anak-anak dari sekolah khusus perempuan lagi pada ngumpul di kafe seberang alun-alun, ini kesempatan bagus buat kamu, siapa tahu cewek yang kamu suka itu ada disana!"
"Aduhhh nggak dulu deh, motor lagi dipake sama Papa buat nganter Mama jalan-jalan!"
"Lahhhh masa Mama sama Papa kamu lebih keren dari kamu, lagian motor Kak Nadia kan ada, pinjam itu aja dulu!" Usul Andre dari balik sana.
"Kak Nadia nya lagi nggak ada dirumah, kalau aku pake tanpa izin yang ada panci melayang sekompor-kompornya!" Jawab Arda bercanda disahut tawa kecil oleh Ardi yang bergelantungan dituang penyangga tempat tidur mereka.
"Terus gimana dong, kamu sama Ardi nggak ikut kumpul nih? Padahal katanya Danu lagi ngincar Kiara, bukannya kamu juga suka ya sama Kiara? Gimana kalau nanti kamu keduluan sama Danu?" Tanya Andre menggoda Arda.
Ardi menaikkan alisnya saat Arda menoleh padanya, Kiara merupakan gadis yang Arda taksir beberapa bulan lalu saat pendaftaran masuk sekolah menengah atas, dimana tadinya Kiara ingin masuk ke sekolah umum namun terpaksa pindah pendaftaran karena orangtuanya harus pindah rumah ke sekitar lokasi dimana sekolah khusus perempuan itu berada.
"Ardi, bisa nggak kita pinjam motornya Kak Nadia? Aku nggak mau kalau sampai Kiara pacaran sama Danu, kamu kan tahu sendiri kalau Danu itu rada nakal bocahnya!"
"Mana kutahu, tanya aja sana sama Kak Nadia. Lagian kayaknya Kak Nadia bakal pulang deh bentar lagi!"
"Aku pulangggg!"
Arda segera mematikan ponselnya lalu berlari keluar kamar, Nadia masuk kedalam rumah sambil tersenyum, riasan di wajahnya ia pakai ulang sebelum pulang kerumah agar orang rumah tak mengetahui kalau ia baru saja menangis.
"Kak Nadia sudah pulang?"
"Sudah... "
"Gimana pertemuannya, Kak? Aman?" Tanya Arda dan Ardi berbasa-basi menemani Nadia yang sedang duduk di ruang tengah.
"Aman-aman saja, Mama sama Papa dimana?" Nadia balik bertanya.
"Lagi jalan-jalan, Kak!"
"Kalian, kenapa nggak pergi jalan-jalan?"
"Kita kan nggak punya motor, Kak!" Jawab Ardi tersenyum menunjukkan deretan giginya yang masih rapi.
Nadia merogoh tasnya lalu meraih kunci motornya dari sana, ia meletakkannya diatas meja tepat dihadapan kedua adik kembarnya itu sambil tersenyum.
"Motor Kakak kan ada, pake yang ada dulu aja yah. Doain Kakak lancar rejekinya biar bisa beliin kalian motor, ngomong-ngomong kalian mau pergi kemana memangnya?"
"Itu Kak, Arda mau nemuin gebetannya, bukan gebetan sih, tapi dia suka sama satu cewek dari sekolah khusus perempuan. Katanya mereka lagi ngumpul di kafe dekat alun-alun!" Jawab Ardi tanpa filter.
Nadia hanya mengangguk beberapa kali sebelum ia kembali ke kamarnya untuk beristirahat, begitu juga dengan kedua adiknya yang bergegas mengganti pakaian mereka.
"Tapi, kayaknya aku nggak usah ke kafe deh Da!" Ucap Ardi tiba-tiba, padahal ia sudah mengenakan pakaian rapi dan menyemprotkan banyak parfum pada pakaiannya.
"Kenapa? Terus kamu mau kemana?" Tanya Arda penasaran.
"Ke panti kucing, aku mau ke panti kucing!"
"Ya elah, Ardi.... kucing mulu yang kamu pikirin, noh dikebun binatang ada kucing gede, kamu bawa aja dah kesini satu buat kamu!" Ucap Ardi yang kesal sebab Ardi sangat suka bermain kucing, padahal pagi tadi mereka sudah bermain dengan kucing tetangga, si kucing garong.
Arda keluar dari kamarnya penuh semangat lalu masuk ke kamar kakaknya untuk meminta uang jajan.
"Kak, minta uang jajan!" ucapnya menengadahkan tangannya.
Nadia yang semula berbaring diatas tempat tidur segera mengubah posisinya menjadi duduk, ia menatap Arda dengan mata yang masih tertutup setengahnya.
"Ambilkan dompet Kakak dari tas!" Titahnya.
Arda menurut saja, ia meraih dompet dari dalam tas diatas meja lalu menyerahkannya pada Nadia, saat Nadia hendak membuka dompetnya tiba-tiba Ardi berlari cepat hingga kedalam kamar, telapak tangannya segera ia serahkan pada Nadia.
"Heummm, kalau sudah mencium aroma uang, matamu langsung berubah warna ya, Ardi!"
"Pasti dong, Kak. Uang itu segalanya..... " ujar Ardi tersenyum, wajahnya yang putih bersih dan bibir mungil yang seksi itu membuatnya tampak menggemaskan.
Nadia mengeluarkan dua lembar uang berwarna pink kemerah-merahan itu lalu memberikannya pada kedua adik kembarnya, Ardi dan Arda tentu senang akan hal ini dan untuk menunjukkan rasa kebahagiaan mereka, keduanya segera mencium pipi Nadia sambil berucap.
"Terimakasih Kakak cantik!"
"Sama-sama adik Kakak yang tampan, hati-hati ya.... jangan pulang larut malam!"
"Siap, bosssss!" Jawab keduanya menghormat pada Nadia.
***
Ardi menatap jalanan padat didepannya sementara Arda sibuk menyetir motor milik Nadia yang mereka pinjam sebelumnya, waktu melesat cepat dan kini mereka sampai disebuah rumah kucing yang biasa dikunjungi Ardi saat ia tak memiliki kegiatan lain dirumah. Sambil tersenyum ia turun dari motor dan menemui Bu Nina, si pemilik rumah kucing yang sudah menjadi teman dekat Ardi.
"Bu, Ardi datang!" Ucapnya menyapa Bu Nina.
"Ehhh kamu lagi, bawa apa itu?" Tanya Bu Nina menyambut Ardi dengan senyuman.
Ardi dan dan Arda tertawa kecil sambil mengangkat sebungkus makanan kucing dengan berat satu setengah kilo itu, puluhan kucing dengan berbagi motif dan warna berbeda berlari secepat kilat menghampiri keduanya, mengeong juga menggosok-gosokkan tubuhnya pada kaki mereka.
"Kucing-kucing ini sudah sangat kenal dengan kalian, Ibu senang melihatnya!" Ujar Bu Nina menepuk lengan Adri.
"Bu, Arda nggak tinggal lama ya, soalnya mau pergi mau, tapi kalau Ardi mau tinggal disini dulu, nanti sore Arda jemput lagi!"
"Iya.... tenang saja, lagian Ibu juga senang kalau Ardi ada disini, kebetulan anak gadis Ibu baru pulang dari luar kota, kami mau pergi ke pasar dulu, Ardi bisa kan tinggal sendiri disini sambil main sama kucing?"
"Bisa, Buk!" Jawab Ardi antusias.
Setelah lama berbincang akhirnya Arda memutar motornya kearah lain, meninggalkan Ardi yang sudah sibuk membagi makanan kucing ditangannya ke tiap-tiap piring milik kucing itu, juga Bu Nani yang bersiap-siap pergi ke pasar bersama anak gadisnya.
"Ardi, Ibu keluar dulu yah!"
"Iya, Bu!" Jawab Ardi dari halaman depan rumah itu, sementara Bu Nani dan anak gadisnya pergi melalui pintu belakang sebab di sana juga terdapat sebuah jalan umum tempat orang-orang di perumahan itu menaruh motor atau mobil.
Kembali pada Austin dan Laura, kini Agus dan juga Erlina sedang menanyai mereka tentang bagaimana kelanjutan hubungan mereka yang baru saja terbongkar.
Erlina mengacak rambutnya dengan kasar sambil berjalan mondar-mandir didepan keduanya.
"Kalau sudah begini mau bagaimana lagi? Kamu ini benar-benar melakukan Austin, kamu membawa Nadia kerumah dan memperkenalkannya pada kami tapi ternyata gadis lain sudah mengandung anakmu!" Ucap Erlina marah namun masih mengontrol nada suaranya agar tidak didengar oleh para pembantu rumah tangganya.
Austin hanya diam namun dari wajahnya terlihat kalau ia sudah benar-benar muak akan Laura yang secara terang-terangan mengganggu hubungannya dengan Nadia hari ini.
"Kamu sih, kan aku sudah bilang kalau hari ini aku ada urusan, kenapa kamu malah datang kesini? Lihat.... semuanya jadi berantakan.... aku nggak tau harus gimana ngejelasin semua ini ke Nadia!" Bentak Austin menatap Laura malas.
Laura menyunggingkan bibirnya sambil membuangnya nafas kasar, ia menatap kesal pada Austin yang selalu menyebut nama Nadia saat mereka bersama. Erlina dan Agus tidak habis pikir akan kelakukan keduanya, namun mengetahui Laura yang telah hamil cucu mereka, tentu mereka tidak ingin Laura sampai menggugurkan kandungannya.
"Begini saja, kalian menikah saja, tapi jangan sampai pernikahan kalian bocor keluar termasuk ke telinga Nadia, bagaimanapun juga saya sudah terlanjur suka dengan Nadia. Dan kamu akan menjadi menantu kami karena kecelakaan ini!" Ucap Erlina melipat kedua tangan dan kakinya.
"Iya...., sepertinya begitu lebih baik. Lagipula saya tidak mau karir saya hancur karena kabar buruk ini, kalau sampai teman bisnis saya tahu kamu dan Austin melakukan hubungan terlarang sebelum menikah, maka saya akan bangkrut, atau bahkan hidup dijalanan. Kalian mau anak kalian jadi gelandang?" Sahut Agus yang juga merasa kesal akan kebodohan anaknya.
"Menikah? Ini rencana yang sempurna, aku tidak perlu khawatir buat bayar uang kontrakan dan kebutuhanku sehari-hari kalau aku menikah dengan Austin, rumah mewah dan makanan lezat akan menjadi bagian dari hidupku!" Batin Laura dengan niatnya yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan Austin saja.
"Aisshhh, aku nggak percaya aku akan menikah di usiaku yang muda!" Ucap Austin dalam hati.
"Saya akan membawa kalian ke penghulu besok pagi, Austin akan menikah denganmu dengan syarat kalau kamu akan tutup mulut akan pernikahan dan anak didalam kandunganmu, saya akan memberimu sejumlah uang setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan bayi itu dan kamu.... tidak boleh tinggal dirumah ini!" Ujar Erlina memberitahu.
Mata Laura tiba-tiba terbuka lebar, apa yang direncanakannya tampaknya tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkannya, ia celingak-celinguk menatap Erlina, Agus dan Austin yang mengangguk bersamaan.
"Nggak, aku mau tinggal disini, aku mau bersama Austin!"
"Kalau begitu kamu dan Austin bisa bekerja sendiri untuk menghidupi diri kalian dan anak itu, saya tidak mau menampung kalian dirumah saya!" Ucap Agus tegas.
"Ini bukan tawaran, jika kamu berani berontak maka terpaksa saya akan memberimu perhitungan!" Ucapnya lagi, Laura hanya dapat bersandar lemas menggigit bibirnya lantaran Agus dan Erlina mengatakan kalau mereka tak ingin Laura tinggal bersama Austin.