Hiera seorang gadis yang selalu mendapat perundungunan, baik di kampus maupun di keluarga sendiri.
suatu malam dia disiksa ibu tiri dan keluarganya hingga meregang nyawa, tubuhnya pun dibuang ke sebuah jurang.
Hiera nyaris mati, namun sesuatu yang tak terduga terjadi dan memberinya kesempatan kedua.
apakah Hiera mampu bangkit dan membalas orang orang yang telah menyakitinya?
yuk ikuti kisahnya dalam cerita SANG TERPILIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
Stp 22
Hiera bergerak gerak ditengah kegelapan laut dalam, mengejar cahaya kecil yang menarik perhatiannya itu.
Hap! Tangan Hiera menangkap cahaya indah itu.
Dan perasaan senang gadis itu pun menguap seketika, tatkala dia melihat sosok pemilik cahaya itu.
"Aaaaaaaaaaarrrrrrgh!" Hiera menjerit begitu melihat jelas sosok ikan raksasa yang sangat menyeramkan itu, matanya terbelalak lebar.
Gigi gigi makhluk itu sangat tajam, panjang dan mencuat keluar. Matanya berwarna kelabu dan tak memiliki pupil. Dari atas kepalanya itu mencuat cahaya seperti lampu, dan kini bulatan bulatan di punggung mahluk itu pun mengeluarkan cahaya, seolah makhluk itu ingin memamerkan wajah mengerikannya.
Mulut mahluk yang giginya mencuat tajam itu terbuka bersiap menjadikan Hiera sebagai santap siangnya.
Refleks Hiera berenang menghindar dari serangan ikan raksasa menyeramkan itu. Ikan itu pun mengejar marah buruannya.
Hiera harus berenang dengan gesit. Dari belakang dia harus menghindari ikan raksasa itu yang terus mengejar dan ingin melahapnya. Dari depan dia harus menghindari tubuhnya agar tidak menabrak batu batu.
Beruntung cahaya yang dimiliki ikan monster itu seolah berfungsi sebagai senter, jadi bisa memperjelas penglihatan Hiera di tengah pekatnya laut gelap itu.
"Ikan brengsek! Apa tak ada santapan lain selain aku? Kenapa kau memburu ku terus?!" Umpat Hiera yang merasa sudah sangat kelelahan berenang ke sana ke mari demi menghindar dari ikan sialan itu.
Pada batu yang besar dan menjulang di hadapannya, Hiera berkelit, kemudian bersembunyi pada sebuah cerukan. Nafas Hiera terengah, degup jantungnya tak beraturan, tubuhnya gemetaran.
Sementara ikan monster yang mengejarnya itu terlihat sedang mencari ke sana kemari.
Hiera menahan nafasnya, berusaha untuk tidak membuat gerakan sedikit pun.
Hening. Hanya kepekatan yang menemani gadis itu. Hiera mengatur kembali nafasnya yang terengah.
Baru saja dia bernafas lega, tiba tiba.
Sebuah cahaya seolah meledak menerangi tempat persembunyiannya. Sial, ikan monster itu menemukan tempat persembunyiannya dan mulutnya kini terbuka bersiap melahap tubuh Hiera!
"Aaaaaaaaaaa!!
Hiera tidak bisa berkelit lagi sebab tubuhnya terjepit diantara baru batu, dia hanya bisa memejamkan matanya pasrah dengan kedua tangan menutupi kepalanya
"HEI ALE! JANGAN KAU MAKAN GADIS ITU!" Sebuah suara menginterupsi tempat itu, membuat ikan monster itu mengurungkan niatnya melahap tubuh Hiera.
Tubuh Hiera masih membeku dengan nafas memburu. Jantungnya berdetak cepat, tubuhnya gemetar. Hampir saja dia jadi santapan ikan sialan itu!
Dengan takut takut perlahan dia membuka matanya. Dan pemandangan di depannya kini seperti mimpi buruk yang berkepanjangan. Dua ikan monster berwajah seram itu sedang menatapnya dalam diam.
Jika ikan monster yang ingin menyantapnya tadi berbadan bulat, dengan gigi gigi panjang yang mencuat keluar melebihi bibir dan cahaya di depan mulutnya itu menggantung di atas kepalanya.
Nah rupa ikan monster yang satu lagi tak kalah mengerikan. Badannya panjang seperti belut namun kepalanya sangat besar, mulutnya seperti anjing bulldog dengan gigi taring yang panjang mencuat. Karena taring panjangnya itu, ikan monster itu tidak bisa menutup mulutnya.
Apakah kedua ikan ini ingin menjadikan gadis itu hidangan lezatnya?
"Fang kenapa kau melarangku memakannya? Kau tau akhir akhir ini sangat sulit menemukan buruan!" Ucap ikan monster yang tadi menyerang Hiera.
"Apa kau tidak tahu Ale, gadis ini yang sedang ditunggu pangeran kegelapan." Terang ikan yang bernama Fang.
Ale terlihat kaget sekali. "Aduh maafkan nona, aku sama sekali tidak tahu, kau tidak akan melaporkan kelakuanku pada pangeran kegelapan kan?"
"Nona Hiera, maaf aku terlambat menjemputmu, mari aku antar ke istana pangeran kegelapan." Fang segera mengajak Hiera meninggalkan tempat itu.
"Sebagai permintaan maaf, biar aku ikut mengantar nona Hiera," Ale menawarkan diri.
Sementara Hiera tetap diam membisu. Dia masih syok dengan kejadian tadi. dia hanya mampu berenang mengikuti dua ikan monster berwajah mengerikan itu.
Diapit dua ikan mengerikan itu, sungguh Hiera merasa tidak nyaman, dia merasa seperti cacing umpan kail. Baru dua makhluk yang dia temui di laut gelap, dan keduanya semenyeramkan itu. Hiera tidak dapat membayangkan, seberapa mengerikannya wajah pangeran kegelapan itu. Dia harus menyiapkan mentalnya dari sekarang.
Setelah cukup lama Hiera menelurusi kegelapan bersama dua ikan monster itu, akhirnya dia sampai di tempat terang benderang. Namun terangnya sangat berbeda dengan yang dihasilkan cahaya matahari.
Hiera terpesona pada bulatan cahaya yang sangat besar yang berpendar seperti matahari, namun cahaya itu tidak menghasilkan panas sama sekali. Lama Hiera mengamati bulatan cahaya itu.
Hiera mengamati bulatan cahaya itu dengan seksama, setelah diperhatikan ternyata bulatan cahaya itu terbentuk dari milyaran plankton yang bergerombol. Hiera sungguh takjub di buatnya.
"Kami menyebutnya bioluminesensi ". Terang Fang.
"Apa?" Hiera bertanya tak mengerti, kedua alisnya saling bertautan.
"Cahaya yang berpendar dari para plankton itu namanya bioluminesensi".
"Oh..," hanya itu yang keluar dari mulut Hiera. Dia masih mengagumi pemandangan di hadapannya itu.
Kini Hiera menatap Sebuah istana megah yang berdiri angkuh di tempat itu.
"Nona Hiera, kami hanya bisa mengantarmu sampai sini. Silakan masuk ke dalam istana, pangeran kegelapan sudah menunggumu di aula." Ucap Fang sambil mengedipkan mata kelabu nya itu.
"Terimakasih telah mengantarku Fang". Hiera membungkukkan badannya.
Fang dan Ale segera berlalu dari hadapan Hiera mereka berenang dengan cepat kembali ke dalam kegelapan.
"Hei Fang, apa aku boleh memakan nona itu setelah dia keluar dari istana?" Tanya Ale yang dijawab sebuah tamparan dari sirip Fang.
Ale terdiam. "Sayang sekali aku tidak bisa memakannya, padahal gadis itu kelihatan renyah dan gurih". Batin Ale.
***
Di tengah tengah aula istana pangeran kegelapan yang megah Hiera berdiri terpaku. Seekor mermaid tadi telah membimbingnya ke sini.
Menunggu sang empunya istana ini muncul sungguh mendebarkan. Hiera telah mengumpulkan seluruh mentalnya untuk menghadapi situasi terburuk. Entah seberapa mengerikannya wajah pangeran kegelapan ini. Hiera harus bersiap diri.
Tatapan mata Hiera terpaku pada lantai istana yang berkilau bagai berlian. Dia bukan sedang mengagumi keindahan lantai istana ini, tapi memang tidak punya keberanian untuk mengangkat wajahnya. Hiera sedang berusaha menetralisir rasa takutnya.
"Kau sudah datang Rupanya".
Suara bariton berwibawa menginterupsi pendengaran Hiera, suara yang begitu maskulin itu mampu membuat bulu kuduk Gadis itu berdiri.
Wajah Hiera semakin tertunduk dalam. Rasa takut kembali merayap ke dalam hatinya.
"Angkat wajahmu, aku ingin melihatnya!" Suara itu begitu mengintimidasi dan tak terbantahkan.
Hiera menelan ludahnya yang mendadak kelat. Tangannya terlihat gemetar halus.
Dia menghela nafas panjang, kemudian perlahan mengangkat wajahnya dengan mata terpejam.
Sementara pangeran kegelapan menatap intens wajah jelita yang matanya masih terpejam itu. Dan seringai menghiasi bibir pangeran itu. "Apa yang ada di pikiran gadis ini hingga dia begitu ketakutan". Benaknya.
Pandangan sang pangeran merayap menelusuri setiap lekuk tubuh gadis itu, dan pada akhirnya tatapan itu terhenti pada bibir Semerah ceri milik gadis itu. Itu membuat dia sangat ingin menyentuhnya.
"Tak ku sangka gadis ini lebih cantik dari yang biasa ku lihat dari bola kristal ajaib. Para Dewi agung pasti akan iri melihatnya". Batin sang pangeran. Dia begitu menikmati pemandangan yang tersuguh di hadapannya itu.
Badan Hiera itu gemetar halus,namun pangeran kegelapan dapat melihatnya.
Lagi lagi pangeran kegelapan itu menarik sudut bibirnya.
"Buka matamu!" Perintah pangeran kegelapan lagi.
Hiera perlahan lahan membuka kelopak matanya dengan takut takut. Dan ketika kelopak mata itu terbuka sempurna, obsidian sewarna samudera itu membelalak lebar.
Dia tak menyangka, pangeran kegelapan ternyata setampan itu. Wajah itu memiliki rahang yang tegas, hidung yang sempurna dan bibir tipis. Surai nya yang kelam sangat kontras dengan wajahnya yang putih bersih. Dan matanya itu, obsidian sewarna Jade yang sangat mempesona,seakan mampu membius siapa saja yang memandangnya.
Hiera merasa tidak bisa untuk tidak terpesona sosok agung di depannya itu.
"Astaga dia tampan sekali". Batin gadis itu. Hatinya bergetar kala pandangannya beradu dengan tatapan sang pangeran.
"Selamat datang di istana ku, Nona Hiera". Sambut pangeran. Dia duduk di kursi singgasana dengan jumawa.
Hiera segera berlutut memberi hormat pada pangeran kegelapan.
"Hormat saya pada pangeran penguasa laut kegelapan".
"Apakah kau sudah tahu kenapa aku memanggilmu?" Tanya sang pangeran.
"Saya butuh penjelasan dari pangeran gelap". Jawab Hiera apa adanya. Dia memang belum tahu apa apa.
"Kau tahu Nona Hiera, jika aku tak menolong mu, sebenarnya kau sudah mati, disiksa, diracuni dan di buang ke Nefaria, tubuh manusia seperti apa yang kuat menerima semua itu".
"Saya sangat berterima kasih pada pangeran gelap". Hiera membungkukkan badannya sekali lagi.
"Kau berhutang nyawa padaku Hiera".
"Saya akan membayarnya".
Melihat kepatuhan gadis di depannya itu pangeran kegelapan merasa senang.
"Kau pun harus tahu, buah Dewa laut yang kau makan itu milikku, aku telah menunggunya selama seribu tahun untuk itu. Buah itu bisa meningkatkan kesaktian ku jika ku makan," pangeran kegelapan menjeda ucapannya. Tangannya mengelus dagunya sendiri.
"Tapi aku merelakan buah itu untuk kau makan, agar kau memiliki kekuatan".
"Saya sangat berterima kasih pada pangeran gelap..."
"Drake , namaku Drake!" Pangeran kegelapan itu menyebutkan namanya. Dia agak jengkel dari tadi gadis di depannya itu menyebutnya pangeran 'gelap'.