NovelToon NovelToon
Serunai Cinta Santriwati

Serunai Cinta Santriwati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:354
Nilai: 5
Nama Author: Lalu LHS

Fahira Hidayati tak pernah menyangka akan terjebak begitu jauh dalam perasaannya kini. Berawal dari pandangan mata yang cukup lama pada suatu hari dengan seorang ustadz yang sudah dua tahun ini mengajarnya. Sudah dua tahun tapi semuanya mulai berbeda ketika tatapan tak sengaja itu. Dua mata yang tiba-tiba saling berpandangan dan seperti ada magnet, baik dia maupun ustdz itu seperti tak mau memalingkan pandangan satu sama lainnya. Tatapan itu semakin kuat sehingga getarannya membuat jantungnya berdegup kencang. Semuanya tiba-tiba terasa begitu indah. Sekeliling yang sebelumnya terdengar riuh dengan suara-suara santri yang sedang mengaji, tiba-tiba saja dalam sekejap menjadi sepi. Seperti sedang tak ada seorangpun di dekatnya. Hanya mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu LHS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#3

"Mau kemana lagi aku carikan kamu uang, Nak. Belanja sekolah kamu saja sepuluh ribu. Pulang sekolah tadi kamu minta lagi lima ribu. Gaji ayahmu di pondok cuma tujuh ratus ribu,Nak. Belum lagi untuk bayar utang di pegadaian setiap bulannya. Ya Allah!"

Terdengar suara tangisan merengek di luar kamar. Ustadz Pahlevi yang baru saja selesai berdoa dari shalat dhuhanya, hanya bisa menghela nafas. Curhatan istrinya yang hampir setiap pagi ia dengar. Selalu saja terdengar saat ia selesai melaksanakan shalat dhuha. Ia yakin ini tidak kebetulan. Istrinya mungkin saja mengintipnya dari celah pintu kamar dan menunggunya selesai berdoa. Ia tahu istrinya sengaja menyindirnya. Tapi ia tidak pernah mau meresponnya. Selain karna ia tidak mau ribut. Ia juga sadar diri dengan keadaannya saat ini. Tak ada yang bisa ia lakukan selain mengabdi di pesantren milik almarhum gurunya. Dengan gaji yang hanya tujuh ratus ribu setiap bulannya, ditambah lagi dengan kebutuhan rumah tangga yang begitu banyaknya, juga bahan pokok yang terus naik, jelas jumlah itu jauh dari kata mencukupi. Berbagai usaha pernah ia lakukan. Termasuk memelihara ayam petelur dalam jumlah besar dengan modal pinjaman dari dana KUR pegadaian. Namun sayang, hasil penjualan telur habis untuk menyetor hutang setiap bulannya. Kini ayam itupun sudah dia jual dengan harga sangat murah. Sedangkan setoran ke pegadaian setiap bulannya masih tersisa satu tahun lagi.

Tapi ia bersyukur, Zulaikha, istrinya, tak pernah marah. Ia hanya menginginkannya untuk mencari pekerjaan sampingan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Tapi lagi-lagi, tak ada pekerjaan yang cocok buatnya selain mengajar. Sawah pun ia tak punya. Lama-lama ia mulai goyah. Tak ada uang yang datang begitu saja walaupun berdoa atau wirid sepanjang malam di setiap malamnya. Semuanya mesti diiringi dengan usaha.

Ustadz Pahlevi melipat sajadahnya dan meletakkannya di atas meja. Setelah menggantung kopiahnya pada paku yang menancap di pinggir lemari, ia melangkah pelan keluar kamar. Suara tangis anaknya masih terdengar walaupun pelan. Dilihatnya Zulaikha sedang duduk di kursi ruang tamu. Pandangannya tak berkedip memandang tembok di depannya. Ustadz Pahlevi memperhatikan dengan seksama bola mata Zulaikha. Kedua matanya terlihat berbinar-binar.

Ustadz Pahlevi mendesah panjang. Dilihatnya, Winda, putri semata wayangnya dalam keadaan berbaring telungkup di lantai. Ustadz Pahlevi mendekat dan menggendongnya. Dia kemudian duduk di dekat Zulaikha.

Ustadz Pahlevi melirik ke arah Zulaikha. Zulaikha tetap tak bergeming. Tatapan matanya pun tak pernah beralih. Tapi saat Ustadz Pahlevi menyentuh pundaknya pelan, air mata yang telah lama tertahan akhirnya tumpah. Ia mulai sesenggukan.

Ustadz Pahlevi memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Ada selembar dua ribu rupiah sisa beli bensin tadi pagi. Ia kemudian mempermainkan uang kertas itu di depan wajah Winda.

"Ayo, kamu beli coklat dulu di warungnya bu Sahirah," kata Ustadz Pahlevi sambil membantu Winda bangun dari pangkuannya. Anak itu menganggukkan kepalanya. Setelah mengambil uang dari tangan Ustadz Pahlevi, ia pun segera berhamburan keluar rumah.

Ustadz Pahlevi kembali mendesah. Kepala Zulaikha diusapnya lembut. Ditatapnya Zulaikha dengan penuh kasih sayang dan menciumnya lembut. Kepala Zulaikha kemudian ia sandarkan di bahunya sembari tangannya terus mengusapnya lembut. Air mata Zulaikha kembali tumpah.

"Sudah, Dik. Bersabarlah, dan maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu," kata Ustadz Pahlevi. Perlahan air matanya berlinang dan mengalir di pipinya. Zulaikha masih sesenggukan dalam tangisnya.

"Sesusah apapun kita, jangan sampai Winda melihatnya. Biarkan dia ceria tanpa harus bertanya-tanya dengan keadaan kita yang sebenarnya. Yang penting kita masih bisa makan. Winda pun kalau sekolah kantungnya tidak pernah kosong. Malah, ia tetap masih bisa nabung setiap harinya", kata Ustadz Pahlevi mencoba menenangkan istrinya.

"Tapi aku malu sama tetangga. Malu sama kak Zubaedah. Hutang kita sudah satu tahun belum juga bisa kita bayar. Padahal dialah tempat terakhir yang bisa kita minta bantuan. Dia memang kakakku, tapi dia juga punya keluarga. Dia juga butuh uang itu," kata Zulaikha dengan sesenggukan.Ustadz Pahlevi kembali mendesah panjang. Tak ada lagi kata-kata yang bisa ia ucapkan lagi. Zulaikha tentu tidak akan percaya jika dia kembali menenangkannya dengan kata-kata yang telah berulangkali dan selalu ia katakan jika Zulaikha mulai menangis.

Dia juga sebenarnya sudah tidak bisa menyembunyikan perasaan malunya kepada kakak ipar dan juga mertuanya. Setiap kali kehabisan beras, Zulaikha selalu meminjam kepada mertuanya. Begitupun saat Winda tak ada belanja buat sekolah, mereka berdua selalu mengirimnya berkunjung ke rumah kakak iparnya. Dengan maksud, kakak iparnya memberikan Winda uang jajan. Syukurlah, kakaknya bukan seorang yang pelit. Tapi seperti yang dikatakan Zulaikha, perasaan malu sudah tidak bisa disembunyikan lagi.

"Insya Allah, nanti malam aku akan pergi ke rumah Ustadz Hamdani. Semoga saja beliau mau memberikan honor mengajarku lebih awal," kata Ustadz Pahlevi sambil tersenyum. Dia berharap kata-katanya itu bisa membuat hati Zulaikha lebih tenang.

"Tapi kita tidak punya beras lagi. Berasnya hanya untuk besok saja. Setoran pegadaian juga sudah jatuh tempo. Jangan sampai petugas mereka mendatangi kita," kata Zulaikha. Suaranya terdengar serak.

Ustadz Pahlevi mengernyitkan dahinya sambil memejamkan matanya keras. Seolah-olah ingin mengusir keruwetan dalam pikirannya.

"Ya Allah, cobaan apa ini yang tidak henti-hentinya. Apa dosa yang pernah aku lakukan sehingga masalahku tak kunjung berakhir, Ya Allah." batin Ustadz Pahlevi menjerit.

Zulaikha mengangkat tubuhnya dari sandaran bahu Ustadz Pahlevi. Dia membalikkan tubuhnya dan menatap Ustadz Pahlevi dalam. Tangannya juga terlihat meraih tangan Ustadz Pahlevi dan memegangnya erat.

"Ijinkan aku bekerja. Ini satu-satunya jalan keluar kita. Jika hutang kita sudah selesai dan ada sedikit modal untuk usaha, aku berjanji, aku akan berhenti bekerja," kata Zulaikha. Tatapan matanya yang lekat seperti mengunci pandangan Ustadz Pahlevi. Terlihat sekali besarnya harapannya Ustadz Pahlevi mengabulkan permintaannya.

Ustadz Pahlevi melepaskan pegangan tangan Zulaikha. Tatapan matanya penuh binar-binar kekecewaan. Ustadz Pahlevi membuang pandangannya keluar jendela rumah.

"Aku kira kamu adalah wanita yang penyabar. Wanita yang tak bosan memberikan kesempatan pada suaminya untuk mendatangkan kesuksesan suatu hari nanti," kata Ustadz Pahlevi. Nada suaranya bergetar. Antara marah dan kecewa.

"Tapi kapan, Kak. Kapan. Waktu yang tak bisa kakak pastikan itu membuat beban kita semakin menggunung. Sekali saja, jangan perdengarkan aku dengan kata-kata "suatu hari nanti". Itu kata-kata yang selalu keluar dari bibir orang-orang yang terlalu banyak menghayal,"

Belum sempat habis kata-katanya, sebuah tempelengan mendarat di pipi putih Zulaikha. Zulaikha meringis memegang pipinya. Keningnya mengerut. Seperti tidak percaya suaminya tercinta, yang telah ia temani selama kurang lebih sepuluh tahun baru kali ini menamparnya.

 .

1
MEDIA YAQIN Qudwatusshalihin P
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!