NovelToon NovelToon
Aku Akan Mencintaimu Suamiku

Aku Akan Mencintaimu Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Paksa / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

Aku belum bisa mencintai sosok pria yang telah menikahiku. Kenapa? Karena, aku tak mengenalnya. Aku tidak tahu dia siapa. Dan lebih, aku tak menyukainya.

Pria itu lebih tua dariku lima tahun. Yah, terlihat begitu dewasa. Aku, Aira Humaira, harus menikah karena usiaku sudah 23 tahun.

Lantas, kenapa aku belum siap menikah padahal usiaku sudah matang untuk melaju jenjang pernikahan? Yuk, ikutin kisahku bersama suamiku, Zayyan Kalandra

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Mencium Tangannya

Papa Hariatmaja menggelar resepsi pernikahan Aira dengan megah. Ruangan dipenuhi tamu, cahaya berkilau, dan alunan gending Jawa yang mengalun sakral.

Di balik semua kemewahan itu, Aira yang dirias sempurna, merasakan hatinya dicekik ketidaknyamanan. Hijab yang melilit dan kebaya beludru hitam yang ketat terasa berat. Seberat hatinya yang remuk dan sesak.

Dalam diam, Aira mengeluh pada kedua orang tuanya. Ia ingin menjadi anak gadis yang berbakti, yang tidak mengecewakan. Tapi ia tak bisa membohongi hatinya yang hancur berkeping-keping.

"Ini menyedihkan. Ini nggak adil. Rasanya sakit. Sakit banget, Mama…" keluhnya.

Ketika prosesi panggih dimulai, Aira dan Zayyan dipertemukan secara simbolik sebagai pengantin resmi dalam adat Jawa. Ada ritual kacar-kucur, di mana Zayyan menuangkan biji-bijian dan uang logam ke dalam selendang Aira, lambang dari nafkah yang akan ia berikan. Lalu wijikan, Aira membasuh kaki Zayyan, simbol pengabdian seorang istri.

Aira melirik sekeliling. Ia melihat tempat duduk untuk Ibunda Zayyan ternyata kosong. Aira mencari, “Di mana Mamanya?” pikirnya.

Ia pun melirik Zayyan, menyadari bahwa pernikahan ini mungkin menyimpan banyak hal yang belum sepenuhnya terungkap.

Namun, untuk sesaat, kebahagiaan kecil menyusup ke hatinya. Banyak teman dan kerabat menghadiri pernikahannya. Aira tak menyangka itu. Teman-teman dari MTs, SMA, hingga kuliah. Beberapa di antaranya adalah rekan guru di tempatnya mengajar, bahkan wali murid datang membawa bingkisan dan senyum tulus.

Zayyan yang memperhatikannya berbisik lembut. “Kamu tersenyum, Aira?"

Aira terkejut, menoleh sedikit lalu buru-buru memalingkan wajah. “Itu… itu nggak ada hubungannya sama kamu,” jawabnya cepat, malu-malu tapi defensif.

“Hm?” Zayyan mengernyit bingung.

Seorang teman Aira mendekat dan menggoda dengan celetukan tajam sambil menyelipkan amplop putih dan menyeringai usil. “Semoga malam pertamanya lancar ya, Aira. Jangan nolak, pamali lho~”

Pipi Aira langsung panas.

Acara pun ditutup dengan pertunjukan wayang kulit. Sebuah hiburan tradisional yang menjadi persembahan dari sang Papa. Aira menyaksikannya dengan hati bergetar, dipenuhi rasa bersalah. Ia merasa belum mampu membalas segala pengorbanan kedua orang tuanya, karena belum sepenuhnya menerima pernikahan ini dengan lapang.

Karena rangkaian acara untuk pengantin sudah selesai, Aira kembali ke ruang rias. Ia dibantu melepas kebaya dengan hati-hati, lalu duduk mematung di depan cermin.

Dan pukul 22.00, Aira berjalan perlahan kembali ke kamar. Duduk terdiam, merasa letih secara fisik maupun batin. Ia membuka ponsel, "Astaghfirullaah, kenapa harus ada yang ucapin selamat sih. Nanti, kalo Harry tau aku nikah gimana?" paniknya.

Gadis itu, meski sudah menikah masih saja mencari-cari keberadaan Harry, namun selama sebulan terakhir, tak ada satu pun jejak digital darinya. Di media sosial, satu postingan terbaru muncul: "I’m ready to start anew."

Aira tertegun.

Kalimat itu menampar pelan, penuh makna yang membingungkan. Siap memulai dari awal… maksudnya apa?

Tak lama kemudia suara ketukan pelan terdengar di balik pintu. "Tok… tok…"

“Assalamu’alaikum, Aira Humaira.”

Suara berat dan lembut itu membuat jantung Aira mencelos. Ia membeku. Tahu betul itu suara siapa. Dengan gugup, Aira mendekat dan membuka pintu. Dan di sanalah dia berdiri.

Zayyan Kalandra.

Tegak. Menjulang tinggi hingga Aira harus sedikit mendongak untuk menatap wajahnya. Wangi parfum lembut menyusup ke dalam kamar seiring pintu terbuka.

“K—Ka... kamu?”

Wajah Zayyan tenang, tetapi sorot matanya menusuk. Lembut, tapi penuh misteri.

"Aira, boleh aku masuk?" tanyanya lirih, seolah pertanyaannya lebih dari sekadar izin masuk kamar. Sebuah undangan untuk membuka jarak yang sejak tadi membentang di antara mereka.

Dan saat itulah, suara nakal dari teman masa kecil Aira terngiang di kepalanya. "Semoga malam pertamanya lancar ya, Aira. Jangan nolak, pamali."

Deg.

Darahnya seperti tersedot ke jantung. Jari-jarinya gemetar. Ia tak tahu harus menjawab apa. Hatinya panik. Pikirannya kacau. Ia belum siap.

Tapi Zayyan…

... sudah berdiri di ambang pintunya.

“Aira?” panggil Zayyan lagi, nyaris seperti bisikan yang menabrak dinding hening di antara mereka.

“Ma-- maaf, aku capek. Jadi... aku bi-- bingung,” Aira menunduk.

Zayyan menarik napas, lalu mengulang dengan nada yang lebih tegas, “Setidaknya... apa aku boleh masuk?”

“Um, i-- iya. Silakan,” jawab Aira.

Saat Zayyan melangkah masuk, entah mengapa kamar Aira terasa mengecil. Ya, memang kecil. Hanya sekitar 3x3 meter. Tapi kali ini, kehadiran Zayyan membuat udara di dalam ruangan seperti menyempit.

Zayyan menatap sekeliling dengan senyum kecil. “Kamar kamu rapi, Aira. Aku suka,” ucapnya jujur.

Aira mengerjap. “Eh?” Tak menyangka ada pujian di tengah kepanikannya.

“Boleh aku duduk?”

“E-- em, iya. I-- ini...” Dengan cepat, Aira menyeret kursi belajarnya ke tengah. Suaranya berderit ringan, seperti mencerminkan kegugupannya.

Zayyan duduk perlahan. Keduanya sama-sama bingung. Dan mereka tahu itu. Aira akhirnya bersuara, “A-- aku ambilin minum, ya?”

Sementara itu, Zayyan hanya menatapnya dalam diam. Ia bisa merasakan kegugupan Aira dan itu membuatnya ingin lebih berhati-hati. Ia sadar, meski mereka sudah sah menjadi suami istri, hati mereka belum menyatu. Masih ada jarak. Masih ada tembok tinggi yang belum bisa ia tembus.

“Aira... apa kamu udah sholat Isya?”

Aira terkejut. “A-- aku? Be-- belum,” jawabnya.

Zayyan mengangguk kecil, lalu menggaruk pipinya yang terlihat sedikit memerah karena gugup. “Kalau begitu… maukah kamu sholat berjamaah bersamaku?”

Seolah ada angin sejuk yang meniup pelan ke dalam hati Aira. Kalimat itu sederhana, tapi menenangkan. Ada sesuatu yang berbeda ketika seorang pria bukan hanya hadir secara fisik, tapi juga menawarkan bimbingan dalam hal ibadah.

Aira mengangguk.

“Baiklah,” senyum tipis Zayyan muncul. “Kita sholat Isya berjamaah, ya.”

Tanpa banyak kata, mereka keluar kamar dan berwudhu. Suara air mengalir mengiringi langkah kikuk yang perlahan menemukan irama. Dan di kamar, Zayyan membentangkan sajadah untuk mengimami sholat.

"Allaahu Akbar."

Takbirnya pelan namun mantap, diikuti Aira dengan khidmat. Rasa canggung perlahan larut dalam ketenangan yang mengalir lembut di setiap gerakan.

Usai salam, mereka duduk diam dalam hening yang damai. Bukan lagi karena canggung, tapi karena tak ingin melepas ketenangan itu terlalu cepat.

"Aku… aku harus… mencium tanganmu," ucap Aira pelan, sedikit terbata. Wajahnya menunduk, kedua tangannya terulur gugup ke arah Zayyan.

Zayyan mengulurkan tangannya dengan tenang. "Dengan senang hati," jawabnya lembut.

Aira menatap tangan itu. Ini pertama kalinya ia benar-benar menggenggam tangan suaminya. Saat di KUA tadi pagi, ia terlalu enggan untuk melakukannya.

Tangan Zayyan besar dan hangat, terasa kokoh dalam genggaman mungil Aira. Ia menangkupkan kedua telapak tangannya, lalu menunduk, mengecup punggung tangan suaminya dengan perlahan. Sebuah isyarat kecil, tapi penuh makna.

"Terima kasih, Aira," ucap Zayyan menahan haru.

Aira mengangkat wajahnya dengan heran. "Ke… kenapa berterima kasih?" tanyanya, sembari memalingkan pandangan dan sedikit membelokkan posisi duduknya, malu.

Zayyan tidak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum, lalu perlahan menggeser duduknya mendekat. Dengan hati-hati, seolah meminta izin lewat gerakan tubuhnya, ia merentangkan tangan… dan memeluk Aira dari samping.

Aira tersentak, "Tu—tunggu!" serunya cepat.

1
Aksara_Dee
amorfati Amerta
Aksara_Dee: aku aja nyicil bab gak kelar-kelar ka.. isi kepala penuh kata-kata tapi lagi males ngetik 🫣
Miu Nih.: aahh soo deep 🥺
aku mikir sampe keras sampe2 gk bisa mampir kemana 😆😆 ,, smpe blm punya tabungan bab buat bessyyoookk...
total 2 replies
Aksara_Dee
owalahh kasian..
Miu Nih.: aahh rasanya begini ya kalo kebawa cerita sendiri,, bahaya kalo jadi gamon gini 😱😱

nasib up ku besok piyeeee----
Aksara_Dee: tidak bisa berkata-kata, karena mengenang cerita Marcel di novelku tahun brpa aku lupa. nasibnya sama dengan tukimo.
sampe skrg aku gak bisa move on dr tokoh yg aku ciptakan sendiri huft
total 3 replies
Aksara_Dee
yg penting cintanya mewah
Aksara_Dee: Lo e you too🩷🩷
Miu Nih.: love you full buat kamu akaks~ ❤❤
total 2 replies
Remot Tivi
🤭❤️‍🔥🤨👀😳💢🫢🫣🥺🤯😨
Remot Tivi
🥺🕊️❤️🙏🏼😳😂🙈🔥😢💭🕵️‍♂️
Remot Tivi
🥺💔😤👊😳🧍‍♂️🌀📱🔥🤐😡🙏🫣📷🙄🚪
Remot Tivi
🥹❤️‍🔥😳💔😅🥰🤭🫣👏
Remot Tivi
😲😟
Remot Tivi
😍💖😊🥰😅😳
Remot Tivi
😲🏠💫🥺😰💔🚬💨😭🥵😳
Remot Tivi
😱💔😡😭😞💪
Remot Tivi
😱😬😡😳👀💔
Remot Tivi
😯💔💫
Remot Tivi
😂😅😳😆
Rini Antika
beruntung bgt Aira dicintai secara ugal"an.. semangat terus Up nya cantikku, 🌹 mendarat biar tambah semangat
Miu Nih.: aaahh~ akhirnya aku dapat koment begini. rasanya sepecial banget ❤❤
total 1 replies
Remot Tivi
iklan lewat 🤗 semangat Thor
😢💔😔
Remot Tivi
😲💍🏠😓👰🤔
Remot Tivi
😊💖🤗
Remot Tivi
😟💍😭✨😅😳🚬🤔💔
Rini Antika
kayaknya Bapaknya Zayyan selingkuh sama Ibunya Harry deh
Miu Nih.: bukan selingkuh kak, tepatnya........
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!