Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Resmi Menjadi Pemimpin dan Pemilik Perusahaan
"Mama! Papa!" Teriak Vale ketika memasuki kediaman orang tuanya.
Suaranya menggema seiring ketukan high heels yang ia kenakan.
Tanpa menunggu sahutan dari orang tuanya, Vale terus berjalan menuju ruang keluarga. Lantas, meletakkan pai apel yang ia beli dalam perjalanan pulang tadi.
"Tuan dan Nyonya barusan ke kamar, Non. Sebentar ya saya panggilkan."
"Oh iya, Bi," jawab Vale.
Tak lama setelah pelayan pergi, orang tuanya datang dan duduk di dekatnya. Sebelum bicara apa pun, Vale menyempatkan diri untuk memeluk ibunya dengan erat. Sudah rindu meski baru beberapa hari tidak bertemu.
"Bagaimana kabarmu beberapa hari ini?" tanya Marisa usai Vale mengurai pelukan.
Vale menunduk, menyembunyikan senyuman dan pipi yang bersemu merah. Mengingat ungkapan cinta dari Riu semalam membuat hati Vale berbunga-bunga, sampai-sampai ia melupakan beberapa kemungkinan yang akan dikatakan oleh ayahnya. Bisa saja, kan, itu berkaitan dengan pernikahannya?
"Kabarku baik banget, Ma. Kerjaan lancar, hubungan sama suami juga lancar," ujar Vale malu-malu.
"Terus yang kemarin itu? Coba kamu jelaskan sama Papa," timpal Sandi dengan tatapan tegasnya.
Semalam suntuk dia menyimpan kekhawatiran untuk putri tunggalnya. Takut jika dia ikut terlibat dalam permasalahan di keluarga Brox.
Mendengar pertanyaan sang ayah, senyuman Vale pudar seketika. Ia kini tersadar dengan sesuatu yang akan dibahas oleh ayahnya—masalah antara Riu dengan kedua kakaknya.
"Dua anak yang selama ini dipercaya mengurus perusahaan di luar negeri, kemarin dijebloskan ke penjara oleh Riu. Sebenarnya ini ada apa, Vale? Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba ada masalah serumit ini. Kenapa?" lanjut Sandi, sudah tak sabar mendengar penjelasan dari anaknya.
Usai menarik napas panjang, Vale menegakkan duduknya. Lantas, menceritakan dengan detail apa yang terjadi di keluarga Brok. Mulai dari asal-usul Riu yang bukan anak Miranda, sampai keserakahan Annisa dan Camelia yang sampai tega mencelakai Riu. Semua ia ceritakan dengan rinci. Tidak ada yang terlewat, kecuali kelumpuhan Riu yang hanya pura-pura. Untuk masalah itu, biarlah menjadi rahasia dulu.
"Vale, dia tidak hanya lumpuh. Tapi, juga penuh masalah yang berliku. Papa tidak yakin ini yang terakhir. Bisa jadi ini ke depannya ada masalah-masalah lain yang jauh lebih berat, karena kedua kakaknya juga punya anak, tidak mungkin mereka diam saja. Jujur, Vale, Papa jadi tidak rela jika kamu terus hidup dengan dia. Apa tidak sebaiknya ... kamu cerai saja?" kata Sandi, yang kemudian mendapat persetujuan dari istrinya.
Namun, belum sempat keduanya melontarkan pendapat lagi, Vale sudah menyanggah dengan tegas.
"Aku dan dia memang menikah mendadak, tapi sekarang kami sudah saling mencintai. Aku tidak mau cerai dengan dia, Pa, Ma."
"Kamu sadar apa yang kamu katakan ini, Vale? Ini bukan masalah sepele, bisa saja dampak buruknya berimbas ke kamu. Dan lagi, coba pikirkan, sekarang Riu masih menyembunyikan pernikahan kalian. Tidak tahu sampai kapan itu. Terus dia juga lumpuh, tidak mungkin maksimal dalam menjaga kamu. Dalam pernikahan yang seperti itu, apa yang kamu harapkan, Vale? Masa depanmu suram," jawab Sandi.
Marisa pun ikut menyela, "Papamu benar, Vale. Kami begini karena memikirkan kamu, tidak mau kamu kenapa-napa. Sebelum semuanya terlambat, tolonglah dengarkan orang tuamu ini."
Mendengar ucapan ayah ibunya, bibir Vale sudah gatal untuk menceritakan kaki Riu yang amat sangat normal. Namun, dia teringat lagi bahwa semua itu belum waktunya diungkap. Alhasil, Vale hanya menutupinya dengan alasan lain.
"Riu memang lumpuh, Pa, Ma, tapi dia tidak selemah itu kok. Buktinya, sekarang saja bisa mengungkap kejahatan kedua kakaknya. Dan soal keponakan yang mungkin saja mengambil tindakan, Riu sudah mengantisipasi hal itu kok. Ke depannya, masalah seperti ini tidak akan menimpanya lagi."
"Vale___"
"Soal pernikahan kami, Riu berjanji akan membawanya ke publik kalau masalah ini sudah selesai. Dia pasti bisa menjagaku dengan baik, Pa. Aku tahu sehebat apa dia," pungkas Vale, mencoba meyakinkan ayahnya bahwa bertahan dengan Riu bukan pilihan yang keliru.
Bagaimana mungkin keliru, lelaki itu tidak hanya tampan, tetapi juga mapan dan hebat, dan yang penting lagi ... punya cinta untuknya. Jika diukur dari segi fisik dan status sosial, justru Riu-lah yang kurang beruntung mendapatkan dirinya.
"Vale, kenapa kamu seyakin itu? Apa yang membuatmu sangat mencintai dia, sampai tidak mau pisah darinya?" Marisa menatap Vale, masih berharap anaknya itu bisa berubah pikiran.
"Aku punya alasan yang kuat, Ma. Nanti Mama dan Papa pasti akan mengerti kenapa aku tetap memilih dia sebagai pasangan," jawab Vale, sedikit membingungkan.
Sandi dan Marisa hanya saling pandang. Keduanya masih khawatir karena tidak tahu sehebat apa Riu.
"Beri waktu tiga atau empat bulan, Pa. Riu pasti membuktikan bahwa dia sangat pantas kupertahankan. Aku yakin tidak akan mengecewakan Papa dan Mama," lanjut Vale, membuat ayah ibunya tak bisa berkata-kata meski dalam hati masih merasa berat.
________
Berita tentang keluarga Brox sudah menyebar ke segala penjuru. Memang seperti itulah jika berada di posisi tinggi, apa pun yang berkaitan dengannya pasti menyebar cepat, apalagi kabar negatif, yang konon katanya memang lajunya lebih cepat dibanding kabar positif.
Pro dan kontra pun terus menyertai jalannya berita itu. Ada yang membenarkan sikap tegas Riu, namun ada pula yang menganggap itu terlalu kejam. Wajar, semua manusia memang punya pandangan yang berbeda. Riu juga tidak terlalu peduli dengan pendapat orang. Tidak penting baginya, lebih baik urus saja sesuatu yang harus diurus. Salah satunya ... aset.
Setelah satu minggu terhitung dari mencuatnya kasus Annisa dan Camelia, kini pengalihan kepemilikan kembali dilakukan. Dengan disaksikan para pemegang saham dan juga jajaran orang penting di perusahaan, Jason resmi memberikan perusahaan itu untuk Riu. Ke depannya, Riu-lah yang akan memimpin menggantikan dirinya.
"Aku sudah memutuskan mana yang harus kupilih dari ketiga permintaan Papa tempo hari. Yang pertama membebaskan Kak Annisa dan Kak Camelia," ujar Riu setelah rapat selesai dan tinggal mereka berdua yang ada di ruangan.
"Lalu?"
"Tapi, aku akan melakukan itu setelah perusahaan yang Papa berikan pada mereka menjadi atas namaku," jawab Riu, yang secara tidak langsung sudah mengatakan apa saja yang dia pilih.
"Jadi ... pilihanmu yang kedua ... melepas Vale?"
"Iya. Tapi, itu juga kulakukan setelah semua hakku kembali." Riu mengangguk.
Jason mengangguk-angguk. Sementara Riu tersenyum miring. Dalam hatinya ia berkata, "Papa bisa ingkar janji demi Kakak, aku juga bisa ingkar janji demi istriku. Aku tidak dendam, Pa, hanya mencontoh apa yang kau ajarkan padaku."
Sayangnya, Jason tidak bisa membaca itu. Dalam diamnya dia malah mengirim pesan untuk Kelvin, mengatakan bahwa Riu mau membebaskan Annisa dan melepaskan Vale, dengan syarat semua perusahaan dialihkan atas namanya.
Bersambung...