Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Eona ..., kapan kamu akan mengajariku bertarung."
Nero mengernyitkan wajahnya ketika lagi-lagi hari ini Eona hanya menyuruhnya berlari.
Eona hanya memandang Nero dengan sudut mata indahnya, lalu lengkungan samar menghiasi bibirnya.
"Banyak kondisi dibutuhkan untuk bertarung sepertiku, dan kamu memulai dari titik yang paling awal.
Jika kamu telah bisa berlari dan bergerak bebas di ruangan ini, aku akan mengajarimu lebih lanjut," jelas Eona.
Walaupun sebenarnya Nero tidak keberatan, bahkan melakukan hal ini saja telah memberinya banyak hal di luar ruangan, namun ia hanya sedikit ingin tahu apa yang Eona rencanakan untuknya.
Dan tanpa henti ia pun memulai pelatihannya yang membosankan, mencoba berlari dan membiasakan diri di ruangan berat ini.
Setelah beberapa jam kemudian ia merendam tubuhnya di kolam yang membuat tubuhnya terasa panas dan menyakitkan.
Nero melompat dari atap rumah ke atap rumah lainnya, ia merasakan tubuhnya semakin ringan dan lincah melakukan lompatan, bersalto, bahkan mengambil loncatan dengan jarak yang lebih jauh sekarang.
Setelah cukup malam, Nero berencana untuk pulang melalui jalan besar, ia mengendap-endap di atap salah satu genteng rumah yang berbatasan langsung dengan jalan. Setelah memastikan tidak ada seorang pun yang melihat, Nero dengan gerakan salto berjumpalitan dan mendarat ringan di trotoar.
Sedikit menepuk debu di tangan, Nero mengamati sekitar untuk mengingat di mana lokasinya berada, kemudian ia berlari maraton setelah memilih arah jalan yang benar.
Nero cukup puas dengan perkembangannya, ia mengantisipasi hal-hal hebat yang akan dilalui pada hari-hari selanjutnya. Memikirkan banyak hal, ia merasa dirinya penuh semangat dan vitalitas.
Lampu mercuri jalanan menyinari trotoar jalan, sebagian cahayanya menimpa daun pepohonan akasia yang tumbuh menjulang di kedua sisi jalan. Nero terus berlari kecil dan sesekali memperhatikan kendaraan lewat, jalanan sepi karena ini telah jam 11 malam.
Sebuah mobil Mercedez-Benz terbaru melintas di sisinya, Nero memperhatikan dengan takjub, itu keluaran terbaru C-Class AMG. Anak muda sepertinya meski jauh dari kemampuan untuk memiliki hal-hal seperti itu, namun mengagumi sebuah karya bukanlah dosa. Ia berkhayal suatu saat nanti memiliki beberapa mobil berkelas di garasinya yang saat ini kosong.
Tidak lama kemudian suara dering knalpot 2 tak Yamaha King terdengar di belakangnya. Suara sepeda motor itu sangat mudah dikenali, jenis itu sangat disukai oleh anak-anak seusianya yang hobi balapan. Nero menoleh ke belakang, namun yang mengendarai bukanlah anak muda seperti yang diperkirakannya, dua orang dengan jaket hitam dan memakai helm tertutup.
Mereka melaju dengan kecepatan tinggi, Nero mengikuti dengan pandangan matanya. Namun beberapa saat kemudian jantung Nero berdetak, ia melihat sepeda motor itu menyejajarkan diri dengan mobil mercedes di depannya, orang yang di belakang motor tersebut memberi isyarat menyuruh mobil itu berhenti. Dalam pandangan Nero ia melihat orang itu mengulurkan sesuatu sepucuk pistol!
Deg!
"Perampokan!" Nero hampir berteriak dari kejauhan, wajahnya pucat pasi.
Nero menghentikan larinya, gugup sesaat kemudian menyembunyikan tubuhnya di balik sebuah pohon kayu.
Mobil mewah itu berhenti, seseorang membuka pintu depan dan turun dari mobil, seorang wanita paruh baya dengan gaun pesta. Nero terus memperhatikannya ketika pintu lainnya di sebelah kiri juga terbuka. Seorang gadis muda seusianya turun dengan ketakutan. Melihat pakaian yang dikenakan mereka, sepertinya mereka baru saja menghadiri sebuah acara, tiba-tiba mata Nero terbelalak.
Rizka ...?!
Ia tak percaya apa yang dilihatnya, dengan lompatan ringan ia maju ke batang pohon berikutnya, jaraknya hanya tinggal 20 meter, dan itu cukup dekat. Nero memperhatikan gadis itu lagi dan dengan jelas ia mengenalinya, itu adalah gadis yang selalu membuat masalah untuknya.
Nero menunggu kesempatan untuk maju lebih dekat ke pohon di depannya, namun pohon tersebut terlalu dekat dengan mobil mewah itu.
"Keluar sekarang!" perampok itu berteriak dengan suara kasar. Pintu depan sebelah sopir terbuka dan seorang pria berumur sekitar 50 atau 60 tahun turun sambil mengangkat tangannya.
"Jangan tembak, lepaskan kami," Bapak itu ketakutan.
"Minggir!" teriak perampok itu menodongkan pistolnya memberi isyarat untuk bapak itu menjauh, bapak itu memutari mobil menuju anak dan istrinya yang ketakutan.
Perampok yang di atas motor terlihat memberikan instruksi kepada kawannya sambil menunjuk sisi mobil di seberang mereka, kemudian perampok bersenjata berteriak, "Tutup pintunya!" perintahnya, kedua pintu sebelah kiri masih terbuka, dengan gugup bapak itu menurutinya, membanting daun pintu mobil dengan keras.
Namun berbarengan dengan suara bantingan pintu, suara berderak dahan pohon terdengar ketika bayangan hitam meluncur turun dengan kaki menghunjam terarah ke kepala perampok bersenjata tersebut.
Duuaaaghhhh!
Tendangan itu tepat mengenai kaca helmnya saat ia mendongak keatas, kaca helm itu pecah dan kaki si penyerang menghantam mukanya dengan telak.
Perampok itu meraung kesakitan memegang wajahnya, beberapa serpihan masuk ke dalam matanya, Nero menjaga keseimbangan tubuhnya ketika mendarat di jalan beraspal. Dengan gerakan memutar ia hendak menyerang perampok satu lagi ketika perampok itu memilin gas motornya dan kabur melarikan diri.
Melihat situasi berubah, bapak itu juga tidak tinggal diam, dengan cepat ia mendekati perampok yang telah dilumpuhkan dan mengambil pistolnya yang terjatuh, namun dengan ekspresi marah ia membanting pistol itu ketubuh perampok karna pistol itu hanyalah senjata mainan.
Dengan kemarahan yang meluap ia menginjak tubuh perampok yang terduduk kesakitan di aspal, perampok itu meminta ampun sambil memegangi kepalanya. Rizka dan mamanya berteriak teriak minta tolong dan berlari mendekati bapak itu yang terus menendang perampok malang tersebut.
Nero berdiri memandangi perampok satunya yang kabur dan menghilang di kejauhan, ia membalikan tubuhnya namun menjadi gugup ketika matanya bertatapan langsung dengan mata Rizka yang tepat sedang menatapnya.
Rizka akan mengalihkann pandangannya ketika ia tertegun, dan kembali menolehkan pandangannya ke wajah penolongnya itu, meskipun wajah Nero tertutup masker dan petutup kepala hoodie-nya, ia merasa mata orang itu terlihat akrab. Nero yang menyadari keterkejutan Rizka, melangkah mundur, membalikan tubuhnya dan kemudian berlari ke trotoar lalu menghilang di balik kegelapan.
Rizka memandanginya pergi dengan tercengang, ia tidak tahu siapa penolongnya, namun terlihat tidak begitu asing. Tersadar ketika menyadari sekitarnya telah menjadi ramai, Rizka mendekati mamanya, ia menyaksikan warga menangkap dan mengikat perampok itu.
Dengan gerakan lembut, Nero meloncat ringan ke balkon kamarnya, ia terduduk dengan napas terengah di bangku balkon. Membuka masker dan penutup kepalanya, ia mengatur napas. Kejadian malam ini benar-benar menegangkan, namun membayangkan keberaniannya melakukan itu adrenalinnya seperti terpacu dan ia tertawa seakan masih tidak percaya. Meski yang ditolongnya adalah orang yang selalu membawa masalah baginya, namun ia tidak akan menjadikan hal itu untuk menghalanginya.
Memikirkan banyak hal, ia bertekad untuk mengasah lagi kemampuannya, mungkin suatu hari ia bisa melakukan sesuatu yang lebih hebat daripada malam ini.
...