Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Lima Menit
Suasana terasa tegang, Shaerin terus menangis saat melihat tubuh Joshua yang tidak bergerak, begitu pun dengan yang lainnya, Hannah menggigit bibirnya sendiri sambil berjalan bolak-balik.
"Ada apa ini anjing?!" tanya Mason.
Denzzel masih terdiam mematung, tubuhnya terasa lemas setelah menyaksikan kematian tiga teman sekelasnya secara langsung. Michael pun bernapas dengan begitu cepat, dia tidak mengerti dengan situasi tersebut.
"Cek... cek nadinya!" titah Eric.
Yaksa tersadar dari lamunannya, ia pun segera menghampiri tubuh Joshua dan berlutut di sampingnya, tanpa ragu laki-laki itu meraih pergelangan tangan Joshua dan memeriksa denyut nadinya.
Yang lainnya terdiam menunggu dengan jantung yang berdebar-debar, dilihat dari kondisi tersebut, Joshua kehilangan banyak darah dan cangkang kepalanya pun retak akibat benturan yang keras dan berulang kali tersebut.
Nafas Yaksa tertahan saat dia tidak dapat mendeteksi denyut nadi Joshua, ia menatap kearah Reygan dan juga Eric secara bergantian, beberapa detik kemudian dia pun menggeleng pelan.
"Bohong! lu pasti bercanda, kan?" tanya Shaerin sambil menangis, Kanin dan Hanni semakin mempererat pelukannya.
Eric yang tidak percaya lantas mendekati Joshua, gerakannya begitu mendesak, nafasnya memburu cepat seiring rasa takut mulai merayapi dirinya. Eric segera memeriksa denyut nadi sahabatnya itu, tetapi apa yang di katakan oleh Yaksa benar, Joshua sudah meninggal dunia.
Yaksa terduduk lemas, ia kemudian terisak pelan sambil menundukan kepalanya. Denzzel yang masih terdiam kini perlahan tersadar, ia bangkit dan segera menatap satu per satu teman-temannya.
"Apa yang terjadi..." gumam Alin sambil menangis, tubuhnya gemetar hebat.
"Gue juga gak tau, sial!" jawab Nizan.
"Permainan ini..."
"Simon says," lanjut Haikal dengan tatapan yang kosong, ia mengepalkan tangannya.
"Sebelum Samuel ngelakuin hal yang sama kayak Joshua, dia dapet pesan masuk dari nomor yang nggak di kenal, dia pikir nomor itu Yaksa," lanjut Denzzel.
"Maksud lu? gue gak punya nomor lain!" bantah Yaksa sambil mengangkat kepalanya untuk menatap Denzzel.
"Dia bilang kalau dia dapet pesan perintah dari Simon buat pukul salah satu teman sekelas kita, tapi dia gak ngelakuin itu..." kata Denzzel sambil terbata-bata.
"Anjing, lu gak usah bercanda!" bentak Rean seraya menghampiri Denzzel lalu menarik kerah baju yang di kenakannya.
Michael dan Chaiden segera mendekati mereka berdua, gadis itu menepis tangan Rean yang menarik kerah baju sahabatnya. "Gue saksinya, gue juga ada disana bareng Denzzel," ucap Chaiden.
Disisi lain, Shaerin memberontak dan segera menghampiri tubuh Joshua yang bersimbah darah, gadis itu memeluknya tanpa merasa jijik sedikit pun.
"Joshua, please..."
Axel yang hanya diam saja kini menarik rambutnya dengan begitu frustasi, dia masih terlihat bingung dengan seluruh situasi di sekelilingnya.
"Hey ketua kelas, lu harus ngasih solusi!" desak Hannah yang sudah mulai tidak nyaman dengan situasi di sekitarnya.
"Kita... kita harus cari tahu siapa yang ada di ruang siaran," kata Axel lalu di angguki oleh Mason dan juga San.
"Ayo, pergi sekarang!" ucap Mason.
Mereka pun segera berlari untuk pergi ke ruang siaran, tetapi langkah mereka terhenti karena suara mikrofon yang kembali berbunyi dengan sangat nyaring, di susul oleh suara perempuan asing itu.
"Let's play a game called Simon says."
"SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB DI RUANG SIARAN, ANJING?!" teriak Rean.
Tidak ada satu pun dari teman-temannya yang bergerak atau menanggapi perkataannya, jelas mereka berdiri dengan begitu cemas.
"Simon says kembali ke ruangan kelas dalam waktu lima menit."
Nizan berdecak sebal, bagaimana bisa mereka kembali ke ruangan kelas dalam waktu sesingkat itu, bahkan kelas mereka berada di lantai dua, berlari untuk pergi kesana pun harus memakan waktu tujuh menit. Yahezkael tidak membuang waktu, dia pun segera berlari keluar lapangan.
"Bangsat!" umpat Jejen.
Michael dan Denzzel membeku di tempat, Chaiden memperhatikan teman-temannya yang saling berebutan di pintu keluar, sedangkan Kanin masih berusaha untuk membujuk Shaerin agar segera pergi meninggalkan lapangan, tetapi gadis itu tetap bersikeras ingin tetap disana.
Yaksa yang tersadar segera menghampiri Shaerin dan menggendong tubuhnya, walaupun dia merasa susah karena gadis itu terus memberontak, tetapi setidaknya dia ingin memastikan keselamatan gadis itu, dia mendekap tubuh Shaerin erat-erat, Kanin menghela nafas lega, ia pun mengikuti langkah Yaksa dari belakang.
"Nunggu apa lagi? ayo!" teriak Natasha sambil menarik pergelangan tangan Dayana untuk segera pergi.
Denzzel yang tersadar akibat dorongan dari teman sekelasnya yang bernama Alifa langsung menatap Michael dan juga Chaiden, laki-laki itu menggenggam tangan Michael dengan cukup erat.
"Ayo!" katanya yang langsung menarik Michael dan berlari keluar lapangan.
Di tempat lain, Vino yang sedang mengobati lukanya di dalam kelas hanya terkekeh pelan, sesekali ia meringis kesakitan saat tidak sengaja menekan lukanya terlalu kuat.
"Bodoh..." gumamnya.
Michael yang di tarik oleh Denzzel berhasil menaiki anak tangga, sesekali dia melirik kebelakang saat melihat teman-temannya terjatuh di bawah sana. Michael menghentikan langkahnya saat melihat sahabatnya pun ikut terjatuh, ia menghentikan langkahnya dan segera menarik tangannya dari Denzzel.
"Ada apa?" tanya Denzzel cemas.
Michael kembali menuruni anak tangga, langkahnya cepat. Denzzel yang melihatnya mendesah pelan sambil mengusap rambutnya, dia berdiam diri disana sambil sesekali melirik jam tangannya. Kini Michael memegang kedua pundak Hanni dan membantunya untuk berdiri, dia bisa melihat jika gadis itu kesakitan akibat pergelangan kakinya yang terkilir.
"Walaupun sakit tapi lu harus paksain buat lari, kelas kita deket, kita sebentar lagi sampe." katanya mencoba memberi semangat kepada sahabatnya itu, Hanni pun segera mengangguk.
"Michael, ayo cepet." kata Denzzel tidak sabar, ia kembali melihat jam tangannya.
Michael pun menautkan jari-jarinya dengan jari Hanni, mereka berdua pun melangkahi beberapa anak tangga sehingga berhasil berada di lantai dua, mereka pun kembali berlari menuju kelas.
Naira yang sudah sampai di depan kelas lantai segera membuka pintunya, tetapi anehnya pintu tidak terbuka, seperti ada yang menguncinya di dalam kelas.
"Ada apa?" tanya Haikal.
"Pintunya di kunci dari dalem."
"Sialan, bangsat!" teriak San.
Nijan dan Jejen pun segera mengintip dari jendela kelas, mereka berdua bisa melihat Vino yang duduk bersantai di sana sambil membalut luka di lengannya.
"Woy anjing, bukain!" teriak Nijan sambil menggedor jendela.
Tetapi Vino seolah-olah tidak mendengar teriakannya, ia terus mengobati lukanya dengan santai. Rean yang sudah merasa ketakutan kini mengumpat dan mundur beberapa langkah untuk mendobrak pintu, sedangkan yang lainnya menunggu dengan sangat panik.
"59 detik lagi," gumam Alin.
Beberapa kali Rean menendang pintu kelas, hingga akhirnya pintu terbuka tepat di detik ke 30. Mereka pun segera berebutan untuk masuk, Rean terdiam sejenak di luar kelas, melihat beberapa temannya yang masih berlari dari kejauhan. Kedua matanya menangkap sosok Michael yang hampir terjatuh dan di saat itu juga dia ingin menyusulnya dan membantunya, tetapi niatnya terhentikan saat ia melihat Denzzel yang membantu Michael.
Livy yang saat itu terburu-buru menaiki anak tangga tidak sengaja tersandung, ia menarik ujung baju yang di kenakan oleh Hannah sehingga membuat gadis itu ikut terjatuh. "Sialan, kalau mau mati jangan ngajak-ngajak gue!" bentak Hannah.
Gadis itu kembali bangkit dan berlari menaiki anak tangga, mengabaikan sahabatnya yang terus-terusan meminta tolong, Livy menangis sambil memperhatikan Hannah yang perlahan menghilang dari pandangannya.
Di tempat lain, San yang berhasil masuk segera menendang kursi yang di duduki oleh Vino sehingga membuat laki-laki itu terjatuh ke atas lantai, Alin dan juga Dayana yang sedang mengatur nafasnya terkejut dengan pemandangan itu.
"Anjing lu, sengaja kan lu!" teriak San duduk di antara kaki Vino untuk menahannya agar tidak memberontak, laki-laki itu pun menarik kerah baju yang di kenakan oleh Vino.
"Awas," seru Rean yang membuat San bangkit dan mundur beberapa langkah, kini Rean yang melayangkan tinjuan ke wajah Vino beberapa kali.
"Setan lu, anjing!" teriaknya sambil terus memukul wajah Vino.
"Hey, stop!" kata Elias berusaha untuk menghentikan Rean, tetapi laki-laki itu segera di tarik oleh San.
"Biarin aja anjing, biarin binatang itu di kasih pelajaran!" kata Mason.
Michael yang beberapa detik lalu berhasil masuk ke dalam kelas segera menghampiri Rean dan menariknya menjauh dari Vino, di bantu oleh Axel dan juga Reygan.
"Udah, berhenti, gak usah buang tenaga lu cuman buat mukul dia!" kata Michael.
Rean menarik nafas dalam-dalam, dia memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan dirinya sendiri, saat ia membuka matanya kembali, ia menatap Michael dengan tajam, ia pun menarik tangannya yang di pegang oleh gadis itu lalu pergi ke bangkunya.
Hannah memasuki kelas, di susul oleh Yaksa, Kanin dan juga Shaerin. Chaiden melihat jam tangan di dinding kelas, bertepatan dengan waktu yang telah habis, mereka semua saling terdiam sambil mencoba mengatur napas. Yaksa segera membantu Shaerin untuk duduk di kursi, setelah selesai ia pun segera berbaring di lantai dengan dada yang naik turun, jelas dia hampir saja kehabisan nafas karena berlarian.
Axel dan Yahezkael memperhatikan wajah Vino yang babak belur, darah keluar dari hidung laki-laki itu, pipi bagian kanannya membengkak dan membiru.
"Eric, Livy dan Sabil di eksekusi karena tidak mengikuti perintah Simon."