Ketika Regita pindah ke rumah baru, ia tak pernah menyangka akan tertarik pada Aksa, kakak tirinya yang penuh pesona dan memikat dalam caranya sendiri. Namun, Aksa tak hanya sekadar sosok pelindung—dia punya niat tersembunyi yang membuat Regita bertanya-tanya. Di tengah permainan rasa dan batas yang kian kabur, hadir Kevien, teman sekelas yang lembut dan perhatian, menawarkan pelarian dari gejolak hatinya.
Dengan godaan yang tak bisa dihindari dan perasaan yang tak terduga, Regita terjebak dalam pilihan sulit. Ikuti kisah penuh ketegangan ini—saat batas-batas dilewati dan hati dipertaruhkan, mana yang akan ia pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan Selviani Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkenalan
Saat itu, Regita berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Pikirannya berkecamuk, memikirkan pertemuan pertama dengan kakak tirinya, Aksa. Perasaannya bercampur aduk antara penasaran, canggung, dan gugup. Bagaimana tidak? Mereka belum pernah bertemu sebelumnya, meskipun kini mereka berada dalam satu keluarga, diikat oleh pernikahan yang tidak pernah Regita harapkan.
Ketika pintu ruang tamu terbuka, Aksa melangkah masuk dengan postur tegap, wajahnya memancarkan ketenangan yang kontras dengan kegelisahan yang dirasakan Regita. Tinggi, tampan, dengan sorot mata yang dingin namun dalam. Regita merasakan dadanya berdebar tak teratur, dan entah kenapa dia merasa lebih gugup dari sebelumnya.
"Mungkin ini karena situasinya... dia hanya kakak tiri," pikirnya, mencoba meyakinkan diri. Namun, perasaan itu tidak bisa diabaikan begitu saja.
Aksa mengulurkan tangan, memperkenalkan diri dengan suara rendah dan tenang, "Hai, aku Aksa."
Regita tersenyum kaku dan menjabat tangannya, merasakan sentuhan yang membuatnya semakin gugup. "Regita," jawabnya singkat. Dadanya semakin berdebar saat dia merasakan hangatnya tangan Aksa.
Mereka duduk berseberangan di ruang tamu. Regita bisa merasakan tatapan Aksa yang sesekali mencuri pandang ke arahnya, tetapi tidak mengatakan banyak. Hening itu membuat atmosfer semakin canggung. Dalam benak Regita, dia berusaha keras untuk mengatasi perasaan yang tidak seharusnya ada. Kakak tirinya memang tampan, lebih tampan dari yang dia bayangkan. Tapi di balik pesona itu, ada sejarah kelam yang tidak bisa diabaikan.
Pernikahan antara ayahnya dan ibu Aksa adalah hasil dari perselingkuhan yang menyakitkan. Regita tahu betul betapa hancurnya ayahnya ketika mengetahui semua ini. Namun kini, mereka terjebak dalam situasi yang memaksa mereka untuk saling mengenal, bahkan ketika luka itu masih sangat nyata.
"Jadi... kamu sudah lama tinggal di sini?" Regita mencoba memecah keheningan, suaranya terdengar ragu.
Aksa menoleh dengan ekspresi datar. "Tidak juga. Baru beberapa bulan. Bagaimana denganmu?" jawabnya singkat, tanpa banyak emosi.
Regita merasa dirinya semakin tertekan. Setiap kata terasa canggung, seperti mencoba menyusun puzzle yang potongannya tidak pas. Dia bisa merasakan dinding yang memisahkan mereka, dinding yang tercipta dari sejarah kelam keluarga mereka. Namun, di sisi lain, ada ketertarikan yang membuatnya bingung. Dia tahu ini salah, tapi perasaan itu tetap ada, membayanginya setiap kali dia menatap Aksa.
Hingga akhirnya, hening kembali menguasai mereka.
Setelah perkenalan singkat yang canggung dengan Aksa, Regita merasa suasana di rumah itu semakin tegang. Terlebih ketika Aksa tiba-tiba bangkit dan pergi entah kemana.
Duduk sendirian di ruang tamu, dia mendengar suara sayup-sayup dari arah ruang keluarga. Itu adalah suara perdebatan yang tidak keras, tetapi cukup jelas untuk membuat dadanya semakin sesak.
Ayah Aksa terdengar kesal, suaranya sedikit bergetar saat berbicara dengan ibu Aksa. "Dia itu bukan anakku, kenapa harus tinggal di sini?" kata pria itu dengan nada teredam, tetapi Regita bisa merasakan tekanan dari kata-katanya.
Regita menundukkan kepala, menggigit bibir bawahnya. Hatinya tersayat mendengar ucapan itu, meskipun ia tahu, dari awal, dia tidak diharapkan di sini. Dia adalah orang asing bagi ayah Aksa, seorang pendatang yang tiba-tiba harus menyesuaikan diri di lingkungan yang tidak familiar. Dan meskipun lelaki itu sangat mencintai ibu Aksa, rasa keberatannya pada Regita tidak bisa disembunyikan.
Di sisi lain, ibu Aksa terdengar berusaha menenangkan suaminya. "Dia juga anakku. Regita tidak punya tempat lain. Kita sudah sepakat untuk menjalani hidup bersama sebagai keluarga. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja," suaranya terdengar lembut, namun tegas.
Regita menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Dia tidak pernah membayangkan bahwa keadaan akan seberat ini. Ayahnya sudah cukup terluka karena perselingkuhan ini, dan kini dia sendiri harus menanggung ketidaknyamanan di rumah yang seharusnya menjadi tempat baru baginya. Rasa canggung yang dirasakannya sejak bertemu Aksa kini semakin dalam, bukan hanya karena ketertarikan aneh yang dia rasakan pada kakak tirinya, tetapi juga karena dia tahu posisinya di rumah ini sangat rapuh.
Perdebatan di ruangan lain terus berlanjut, namun Regita berusaha menutup telinganya. Dia tidak ingin mendengar lebih banyak lagi, karena setiap kata yang terucap hanya menambah beban di hatinya. Bagaimana mungkin dia bisa merasa nyaman di sini, jika ayah Aksa jelas-jelas tidak menginginkan kehadirannya? Bagaimanapun juga, dia adalah hasil dari sebuah hubungan yang telah menghancurkan kehidupan keluarga ini.
Di tengah kecanggungannya, Aksa tiba-tiba muncul di ambang pintu. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada rendah, seolah tahu apa yang sedang terjadi. Tatapannya tajam, namun ada sesuatu di dalamnya yang sepertinya memahami situasi Regita.
Regita hanya mengangguk, mencoba tersenyum meskipun hatinya hancur. "Aku baik," jawabnya singkat, meski kenyataannya jauh dari itu.